
Ketua Komjak RI Pujiyono: Penghapusan Wewenang Kejaksaan dalam RUU KUHAP Bisa Jadi Celah Impunitas Koruptor
Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Republik Indonesia, Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, SH. MH.
Foto: koran jakarta/ henri peluppesySEMARANG - Wacana revisi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menuai kontroversi. Draf yang beredar disebut-sebut mengurangi peran kejaksaan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor), memicu reaksi dari berbagai pihak, termasuk Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Republik Indonesia, Pujiyono Suwadi.
Pujiyono menyoroti bahwa dalam draf yang beredar, kewenangan penyidikan kasus korupsi yang selama ini dimiliki Kejaksaan justru dihapus.
Menurutnya, hal ini berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi yang saat ini sedang gencar dilakukan, khususnya dalam kasus-kasus besar atau yang dikenal sebagai Big Fish.
“Jika di KUHAP yang baru tindak pidana korupsi tidak menjadi kewenangan Kejaksaan, kita patut mempertanyakan agenda di baliknya. Saat ini, Kejaksaan Agung telah menunjukkan kinerja luar biasa dalam mengusut kasus-kasus besar. Mengapa justru kewenangan ini dihilangkan?” ujar Pujiyono, Minggu (16/3).
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta ini, menegaskan bahwa meskipun kewenangan kejaksaan dalam menangani kasus korupsi telah diatur dalam UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, tetap perlu ada pengaturan dalam KUHAP.
Jika tidak disebutkan secara eksplisit dalam undang-undang hukum acara, maka upaya penindakan Kejaksaan dapat digugat dalam proses hukum.
“Jika di KUHAP tidak ada dasar hukum untuk Kejaksaan menangani kasus korupsi, maka akan timbul celah hukum. Pihak yang tidak puas dengan proses penyidikan dapat mengajukan gugatan praperadilan atau eksepsi di persidangan. Ini bisa menjadi langkah mundur dalam upaya pemberantasan korupsi,” tegasnya.
Lebih jauh, Pujiyono mengkhawatirkan bahwa jika kewenangan ini benar-benar dihapus, maka hal tersebut dapat diartikan sebagai bentuk impunitas bagi para koruptor.
“Ini bisa menjadi pukulan telak bagi semangat pemberantasan korupsi yang selama ini kita bangun. Apakah ini berarti memberi jalan bagi koruptor agar lebih leluasa? Masyarakat yang menilai,” tambahnya.
Buka Draf RUU KUHAP
Pujiyono pun meminta DPR RI, khususnya Komisi III, untuk membuka draf RUU KUHAP secara resmi kepada publik. Ia menilai keterbukaan dalam proses legislasi sangat penting agar masyarakat dapat memberikan masukan dan ikut mengawal revisi undang-undang ini.
“Kita minta DPR membuka draf ini secara official. Jika ada kesalahan dalam penyusunan, kita bisa anggap ini hanya kesalahan teknis. Namun, jangan sampai Kejaksaan benar-benar kehilangan peran dalam penanganan korupsi,” jelasnya.
Ia juga mengajak masyarakat untuk lebih aktif mengawal proses revisi KUHAP agar tidak menjadi alat pelemahan bagi institusi penegak hukum.
“Kita butuh dukungan publik agar kewenangan Kejaksaan dalam pemberantasan korupsi tetap dipertahankan. Jangan sampai ada celah yang bisa dimanfaatkan pihak-pihak tertentu,” tutupnya.
Revisi KUHAP seharusnya memperkuat sistem hukum pidana di Indonesia, bukan justru melemahkan upaya pemberantasan korupsi yang sedang berjalan.
Masyarakat kini menunggu sikap DPR RI dalam menyikapi desakan untuk membuka draf RUU KUHAP secara transparan.
Berita Trending
- 1 Ekonomi Biru Kian Cerah! KKP dan Kemnaker Maksimalkan Peluang Lapangan Kerja
- 2 Menpar Sebut BINA Lebaran 2025 Perkuat Wisata Belanja Indonesia
- 3 Bukan Arab Saudi, Negara Penghasil Kurma Terbesar Dunia Berasal dari Afrika
- 4 THR Untuk Ojol Harus Diapresiasi dan Diawasi
- 5 Canggih! Apple Segera Hadirkan Fitur Penerjemah Percakapan ke AirPods