![](https://koran-jakarta.com/img/site-logo-white.png)
Ketua Komisi Kejaksaan Pujiono Tegaskan Revisi UU Kejaksaan Tak Akan Ambil Alih Peran Penyidik Kepolisian
Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) RI, Pujiyono Suwadi saat diskusi melalui Zoom Meeting, tema "Menguji Urgensi Penguatan Lembaga Kejaksaan terhadap Revisi UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan" digelar oleh Lembaga Jarcomm di Kota Surakarta, Jawa Tengah, S
Foto: istimewaSURAKARTA - Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) RI, Pujiyono Suwadi, menegaskan bahwa revisi Undang-Undang (UU) Kejaksaan dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang mencakup penambahan kewenangan penyidikan, tidak akan membuat jaksa kebal hukum, menyalahgunakan kekuasaan, atau mengambil alih peran penyidik kepolisian.
Pujiyono mengungkapkan hal tersebut dalam diskusi yang digelar oleh Lembaga Jarcomm di Kota Surakarta, bertema "Menguji Urgensi Penguatan Lembaga Kejaksaan terhadap Revisi UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan" pada Selasa (11/2).
Dalam kesempatan tersebut, ia menyatakan bahwa meskipun ada kekhawatiran dari berbagai pihak terkait pengalihan peran penyidik dan potensi abuse of power, revisi ini justru bertujuan untuk memperkuat koordinasi antara lembaga penegak hukum, khususnya kepolisian dan kejaksaan.
Pujiyono juga menegaskan bahwa dalam revisi tersebut tidak ada klausul yang memberi kewenangan kepada jaksa untuk menggantikan posisi penyidik kepolisian.
Sebaliknya, perubahan ini berfokus pada peningkatan supervisi dan koordinasi antara polisi dan jaksa dalam rangka meningkatkan efektivitas sistem peradilan pidana yang terintegrasi (Integrated Criminal Justice System/ICJS). Dengan demikian, revisi ini lebih menekankan pada kolaborasi antar lembaga hukum, bukan kompetisi atau saling menyingkirkan peran.
“Tuduhan bahwa revisi ini memberikan kekebalan hukum bagi jaksa tidak benar. Saya sarankan untuk membaca dan memahami pasal-pasal dalam revisi ini,” ujarnya.
Menurut Pujiyono, perubahan yang diusulkan justru bertujuan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat yang mencari keadilan serta menjaga demokrasi.
Dia juga menegaskan bahwa revisi ini tidak akan menjadikan jaksa kebal hukum. Sebaliknya, jaksa tetap bisa diperiksa atau dihukum jika melakukan pelanggaran hukum. Sebagai contoh, beberapa jaksa yang terlibat kasus pidana sebelumnya tetap dihukum, seperti kasus Jaksa Urip dan Kajari Bondowoso.
Terkait isu yang berkembang mengenai hak imunitas jaksa, Pujiyono menjelaskan bahwa tidak ada perubahan signifikan mengenai ketentuan yang menyebutkan bahwa pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa hanya dapat dilakukan dengan izin Jaksa Agung.
Ketentuan ini sudah ada dalam UU Kejaksaan sebelumnya dan tidak dimaksudkan untuk memberikan hak imunitas.
Lebih lanjut, menurut Lembaga Survei Indonesia (LSI), Kejaksaan Agung berada di posisi teratas sebagai lembaga penegak hukum yang paling dipercaya masyarakat dengan tingkat kepercayaan mencapai 77 persen.
Angka ini mengungguli lembaga lainnya, seperti Kehakiman, KPK, dan Polri. Keberhasilan Kejaksaan Agung dalam mengungkap kasus korupsi besar dan mengembalikan uang negara yang dikorupsi turut mendukung tingkat kepercayaan ini.
Sementara itu, pengamat hukum dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Rahayu Subekti, menanggapi pernyataan mantan Komisioner KPK, Saut Situmorang, yang menyoroti pasal 8 ayat 5 mengenai pemanggilan jaksa atas izin Jaksa Agung.
Rahayu menegaskan bahwa pasal tersebut merujuk pada asas hirarki dalam struktur organisasi dan bukan berarti memberikan hak imunitas kepada jaksa.
“Padahal dalam perubahan sama sekali bukan hak imunitas artinya jaksa tetap tidak kebal hukum,” ujarnya.
Di sisi lain, pegiat anti-korupsi, Alif Basuki, mengungkapkan bahwa revisi UU Kejaksaan merupakan langkah penting untuk memperbarui sistem koordinasi antara Kejaksaan dan kepolisian dalam penanganan perkara hukum.
Alif berharap bahwa revisi ini akan memperkuat peran Kejaksaan dalam penegakan hukum di Indonesia, mengingat adanya apresiasi terhadap kinerja Kejaksaan dalam mengungkap berbagai kasus korupsi besar.
- Baca Juga: Sekolah Wajib Umumkan Penerima PIP
- Baca Juga: Raker soal Jaminan Kesehatan Nasional
“Polemik revisi UU Kejaksaan saya berharap jadi pintu masuk agar peran dan posisi Kejaksaan diperkuat. Karena dalam kurun waktu terakhir ini kinerja diapresiasi. Ada kasus-kasus korupsi besar yang diungkap,” tegasnya.
Redaktur: Sriyono
Penulis: Henri pelupessy
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Masih Jadi Misteri Besar, Kementerian Kebudayaan Dorong Riset Situs Gunung Padang di Cianjur
- 2 Ada Efisiensi Anggaran, BKPM Tetap Lakukan Promosi Investasi di IKN
- 3 Cap Go Meh representasi nilai kebudayaan yang beragam di Bengkayang
- 4 Regulasi Pasti, Investasi Bersemi! Apindo Desak Langkah Konkret Pemerintah
- 5 Program KPBU dan Investasi Terus Berjalan Bangun Kota Nusantara
Berita Terkini
-
Ponsel Motorola Hadir Kembali di Indonesia dengan Pendekatan Lokal
-
Dapatkan Wawasan Pelanggannya XL Axiata Gunakan Cloud Berbasis AI
-
600 Peserta Ikuti Program Pencetakan Talenta di Bidang AI
-
Kesehatan Mental Ibu Bisa Picu Anak Stunting
-
SEAMEO RECFON Rilis Hasil Temuan Awal Studi Action Against Stunting Hub