Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Ketersediaan Akses Pendidikan Cegah Lahirnya Keluarga Miskin Baru

Foto : Muhamad Ma'rup

Executive Director Asa Dewantara, Abdul Malik Gismar, dalam Dialog Pendidikan, di Jakarta, Kamis (26/1).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Executive Director Asa Dewantara, Abdul Malik Gismar, mengatakan ketersediaan akses pendidikan bagi anak dari keluarga miskin sangat penting. Hal tersebut dapat mencegah lahirnya keluarga miskin baru di kemudian hari.

"Kita harus ubah, anak miskin tidak perlu kebetulan untuk bisa mengakses pendidikan. Caranya pastikan akses ke pendidikan ada," ujar Abdul, dalam Dialog Pendidikan, di Jakarta, Kamis (26/1).

Dia menyebut, latar belakang keluarga masih menjadi penentu ketimpangan di Indonesia. Anak-anak yang lahir di keluarga miskin memiliki risiko untuk menjadi tidak terdidik dan tidak memiliki keterampilan dengan segala macam konsekuensi sosial ekonominya.

"Anak dari keluarga miskin perlu di awalnya harus punya awal yang sama. Kalau start sama anak pintar bisa hadir di keluarga miskin dan kaya," jelasnya.

Abdul mengungkapkan akses pendidikan di pedesaan sangat timpang dengan di perkotaan. Dia memaparkan data dari Badan Pusat Statistik dan Neraca Pendidikan yang menunjukan ketimpangan terjadi di semua jenjang pendidikan.

Untuk jenjang PAUD, pada tahun 2021, hanya 40,17 persen atau 7.622.000 dari total anak berusia 3 sampai 6 tahun yang terdaftar di PAUD. Dari 59,83 persen atau 11.354.000 yang tidak terdaftar di PAUD, 57,5 persennya tinggal di pedesaan.

"Sekitar 14,34 persen atau 12.560 desa di Indonesia tidak memiliki akses ke semua jenis PAUD," ucapnya.

Untuk jenjang sekolah dasar, sekitar 8,16 persen atau 2.116.081 dari total anak berusia 7-12 tahun di Indonesia yang tidak terdaftar di jenjang sekolah dasar. 55,22 persen di antaranya tinggal di daerah pedesaan.

Jenjang SMP, sekitar 62 dari 1.000 anak usia 13-15 tahun masih duduk di bangku SD. 78 persen di antaranya tinggal di pedesaan.

"Usia anak SMA, sekitar 5,65 persen anak usia 16-18 tahun masih duduk di bangku SD dan 13,87 persen masih SMP. Sebagian besar tinggal di pedesaan," terangnya.

Dia menyebut, selama usia sekolah, indikator penting pertama yang harus didorong adalah melanjutkan partisipasi sekolah melampaui tahun-tahun transisi. Tujuannya agar memperoleh keterampilan yang tepat dan meningkatkan prospek pekerjaan.

"Harus dipastikan siswa dapat melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan berikutnya dan berprestasi di sekolah. Di sisi lain, masyarakat di daerah, beban untuk menyekolahkan anak sangat besar," tandasnya.

Ketua Dewan Pengarah Asa Dewantara, Haidar Bagir, mengatakan, pihaknya siap bersama pihak-pihak lain memastikan ketersediaan akses pendidikan, khususnya untuk anak keluarga miskin. Menurutnya, solusi terhadap masalah akses pendidikan berkualitas bagi kaum miskin sangat penting.

"kita melakukan advokasi sebesar apapun, kalau solusi tidak sesuai sulit memberi dampak maksimum," katanya.


Redaktur : Sriyono
Penulis : Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top