Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ekonomi Rakyat I Nilai Tukar Petani pada Mei 2020 Turun Menjadi 99,47

Kesejahteraan Petani Terus Merosot

Foto : Sumber: BPS – Litbang KJ/and - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) dalam empat bulan terakhir perlu diantisipasi dengan memberi stimulus ke sektor pertanian.

» Jika NTP terus turun, dikhawatirkan petani enggan bercocok tanam sehingga mengancam ketahanan pangan.

JAKARTA - Kesejahteraan petani terus merosot. Beban para petani dalam empat bulan terakhir semakin berat. Puncaknya pada Mei 2020 petani merugi karena biaya produksi yang mereka keluarkan lebih besar dibanding dengan hasil penjualan mereka.

Hal itu tecermin pada data Nilai Tukar Petani (NTP) yang diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) Mei 2020 yang melorot ke level 99,47. NTP adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani, dinyatakan dalam persentase.

Dengan semakin merosotnya NTP, maka akan mengancam upaya pemerintah memperkuat ketahanan pangan. Kondisi tersebut dikhawatirkan akan mengurangi produktivitas sektor pertanian karena cenderung beralih ke pekerjaan yang lain.

"Jika dibiarkan tanpa memberi insentif, maka dikhawatirkan mereka akan melakukan alih fungsi lahan menjadi properti," tegas pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, kepada Koran Jakarta, Selasa (2/6).

Karena itu, Huda meminta pemerintah lebih memperhatikan nasib petani jika ingin membangun ketahanan pangan nasional. Perhatian tersebut dalam bentuk pemberian stimulus yang optimal ke sektor pertanian.

Insentif ke petani sendiri, kata Huda, bisa dalam bentuk perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, keringanan pajak bumi dan bangunan (PBB) dan jaminan pembelian harga hasil pertanian mereka di atas biaya produksi.

Selain itu, infrastruktur penunjang juga dikembangkan seperti pembangunan saluran irigasi, pembuatan embung untuk menjamin ketersediaan air saat musim kering. Insentif lainnya bisa berupa dukungan pembiayaan bagi petani pemulia benih, perlindungan hak atas tanah petani, dan jaminan luas lahan pertanian. "Sektor pertanian kurang diperhatikan, petani harus segera dibantu," tegas Huda.

Peringatan Dini

Kepala BPS, Kecuk Suhariyanto, dalam keterangannya mengatakan NTP terus berkontraksi dalam empat bulan terakhir setelah sempat menguat pada Januari 2020. Pada Januari, NTP menguat ke posisi 104,16 dari 103,36 pada Desember 2019. Namun, kembali berkontraksi pada Februari 2020 ke posisi 103,35 dan pada Maret turun ke 102,09, lalu April 100,32 dan terakhir mencapai puncaknya di Mei di bawah 100 tepatnya 99,47.

Kecuk mengatakan NTP Mei turun 0,85 persen dibanding April karena siklus rutin tahunan terutama pada saat musim panen raya. Jika kondisi tersebut terus terjadi, dikhawatirkan petani enggan bercocok tanam, sehingga mengancam keberlanjutan produksi pangan.

Dia berharap para petani diberi bantuan agar mereka tetap semangat dan bergairah meningkatkan produktivitas. "Perlu perlindungan sosial untuk petani supaya mereka tetap bergairah untuk produksi," katanya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa melemahnya NTP pada Mei karena harga komoditas pertanian menurun. Harga karet, crude palm oil (CPO) misalnya turun tajam. Di sisi lain, indeks harga yang dibayar petani tetap meskipun inflasi melambat.

Khusus untuk NTP sektor tanaman pangan kendatipun turun, namun posisinya masih sebesar 100,38. Turunnya NTP sektor tanaman pangan karena adanya penurunan indeks harga yang diterima petani, baik untuk harga gabah, jagung, dan kedelai.

Indeks harga yang dibayar petani sektor tanaman pangan memang turun, tetapi karena indeks yang diterima turunnya lebih tajam maka terjadi penurunan. Adapun NTP pangan turun sebesar 0,54 persen.

Selama Mei 2020, rata-rata harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani 4.623 rupiah per kilogram (kg) atau naik 0,50 persen. Sementara di tingkat penggilingan 4.730 rupiah per kg atau naik 0,82 persen dibandingkan harga gabah kualitas yang sama pada bulan sebelumnya.

Sementara itu, rata-rata harga gabah kering giling (GKG) di tingkat petani 5.588 rupiah per kg atau turun 1,47 persen dan di tingkat penggilingan 5.707 rupiah per kg atau turun 1,74 persen. Harga gabah luar kualitas di tingkat petani 4.194 rupiah per kg atau turun 1,11 persen dan di tingkat penggilingan 4.285 rupiah per kg atau turun 0,92 persen.ers/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top