Kesehatan Sektor Jasa Keuangan Harus Dijaga
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Mahendra Siregar (kanan) bersama Wakil Ketua, Mirza Adityaswara, mengikuti Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR, di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Foto: Koran Jakarta /M FachriJAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan kesehatan sektor jasa keuangan harus dijaga guna menjaga stabilitas sistem keuangan sehingga dapat terus berkontribusi dalam mendukung pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.
"Yang paling penting adalah lembaga keuangan sendiri harus bisa mengelola dirinya supaya terus sehat karena kalau sehat biasanya tidak ada krisis likuiditas," kata Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara, di Jakarta, Senin (14/10).
Seperti dikutip dari Antara, OJK menilai stabilitas sistem jasa keuangan Indonesia terus terjaga dengan permodalan tinggi dan likuiditas memadai. Dalam webinar OJK Mengajar dengan tema Peran Mahasiswa dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan: Membangun Kesadaran Finansial, Mirza menuturkan stabilitas sistem keuangan harus terjaga untuk mencegah krisis sektor keuangan Indonesia.
Penanganan krisis akan membutuhkan biaya yang sangat besar dan memakan waktu yang lama untuk pemulihan. Dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, kesehatan lembaga jasa keuangan seperti perbankan menjadi faktor penting dan harus benar-benar dijaga sehingga tidak ada krisis likuiditas. "Hampir tidak ada bank sehat mengalami krisis likuiditas, yang mengalami krisis likuiditas adalah bank yang tidak sehat," ujar Mirza.
Harus Paham Risiko
Untuk itu, tambah dia, lembaga jasa keuangan harus paham risiko, memberikan kredit dan berinvestasi secara hati-hati. Lembaga jasa keuangan juga harus memiliki manajemen pengelolaan dan manajemen risiko yang baik. Pada Agustus 2024, likuiditas industri perbankan dinilai tetap memadai meskipun termoderasi, dengan rasio Alat Likuid terhadap Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/ DPK) masing-masing sebesar 112,92 persen dan 25,37 persen, dan masih di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Sementara itu, pertumbuhan kredit Agustus 2024 diikuti dengan rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) di angka 2,26 persen, turun tipis jika dibandingkan NPL Juli yang tercatat 2,27 persen. Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (KEPP) OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan OJK optimistis pertumbuhan kredit perbankan 2024 mencapai target 9-11 persen dengan memperhatikan tren pertumbuhan kredit perbankan yang tetap berlanjut meski di tengah ketidakpastian global.
"Kami optimistis pertumbuhan kredit perbankan di 2024 masih sesuai dengan target yang disampaikan oleh OJK pada awal tahun yaitu di kisaran 9-11 persen," kata Dian. Dian mengatakan hingga Agustus 2024, pertumbuhan kredit perbankan mencapai 11,40 persen year on year (yoy), meningkat dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya sebesar 9,06 persen.
Berita Trending
- 1 Pemeintah Optimistis Jumlah Wisatawan Tahun Ini Melebihi 11,7 Juta Kunjungan
- 2 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
- 3 Permasalahan Pinjol Tak Kunjung Tuntas, Wakil Rakyat Ini Soroti Keseriusan Pemerintah
- 4 Sabtu, Harga Pangan Mayoritas Turun, Daging Sapi Rp131.990 per Kg
- 5 Desa-desa di Indonesia Diminta Kembangkan Potensi Lokal