
Kerugian di Pihak Aborigin yang Terabaikan
Lukisan tahun 1838 oleh Benjamin Duterrau yang menggambarkan seorang Aborigin Tasmania melemparkan sebuah tombak
Foto: Benjamin DuterrauDalam sejarah konflik antara pemukim dari Inggris dan Aborigin masyarakat asli Australia, khusunya di Pulau Tasmania, Perang Hitam atau yang disebut Perlawanan Aborigin menusut istilah sekarang pertempuran itu tergolong paling berdarah.
Suku Aborigin menyerang gubuk pemukim di VDL ( Perpustakaan Nasional Australia)
Pemicunya adalah ketika pemimpin kolonial Sir George Arthur (1784-1854) mengumumkan darurat militer pada tanggal 1 November 1828. Lima klan Aborigin yang masih beroperasi di Distrik-Distrik Pemukiman secara resmi dianggap sebagai “musuh terbuka” koloni tersebut. Dengan pengumuman itu para prajurit dan pemukim dapat membunuh atau menangkap mereka tanpa hukuman.
Dalam artikelnya, In Consideration of Massacres, sejarawan Jacques Semelin menulis, “Jika tidak ada saksi yang hadir, siapa yang akan dipercaya? Sifat dari peristiwa tersebut sering kali menyebabkan keheningan setelah kejadian. Namun, para saksi dan pelaku terkadang berbicara tentang pembantaian lama setelah kejadian itu berakhir, ketika mereka kebal terhadap tuntutan hukum atau terbebas dari rasa takut akan pembalasan dari pelaku lainnya.”
Selama Perang Hitam, pembunuhan para pemukim di tangan kelompok Aborigin didokumentasikan secara luas dan cermat. Sebaliknya, pembunuhan yang dilakukan oleh para pemukim terhadap orang Aborigin tidak didokumentasikan.
Sama seperti di daratan Australia, apa yang diketahui sekarang tentang kematian ini berasal dari sejarah lisan Aborigin. Kesaksian yang jarang diberikan beberapa dekade setelah pembantaian oleh mereka yang berpartisipasi di dalamnya.
Suku Aborigin (Wikimedia)
Secara keseluruhan diperkirakan ada 1079 orang kehilangan nyawa mereka selama Perang Hitam, yang terjadi antara November 1823 dan Agustus 1834. sebanyak 201 dari mereka adalah penjajah, sisanya 878 adalah orang Aborigin dari berbagai bangsa di dalam dan luar Distrik yang Dihuni (Settled Districts). Rasio kematian Aborigin: penjajah adalah 4:1.
Dalam Tasmanian Aborigines, Lyndall Ryan melaporkan bahwa sebagian besar orang Aborigin terbunuh “dalam fase kedua dan ketiga perang; yaitu, antara 1 Desember 1826 dan 31 Januari 1832.” Lebih sedikit orang Aborigin yang terbunuh dalam periode ketika darurat militer berlaku (antara November 1828 dan Januari 1832) daripada selama fase kedua, yaitu, antara Desember 1826 dan Oktober 1828.
Meskipun jumlah pastinya tidak akan pernah diketahui, perkiraan menunjukkan bahwa setidaknya 400 orang Aborigin terbunuh selama fase kedua perang. Akan tetapi, jumlahnya mungkin jauh lebih tinggi dari yang diperkirakan.
Di sisi lain, sebagian besar penjajah yang tewas selama Perang Hitam terbunuh selama fase ketiga perang, antara November 1828 dan Januari 1832, tepatnya selama bulan-bulan ketika darurat militer diberlakukan untuk melindungi diri para pemukim.
Jumlah penjajah yang tinggal di Distrik-Distrik Pemukiman telah tumbuh secara eksponensial pada saat itu.Sementara itu klan-klan Aborigin, yang semakin lapar dan kehilangan tanah, telah terlibat dalam tindakan-tindakan yang lebih keras untuk mempertahankan diri dan tanah leluhur mereka. hay
Berita Trending
- 1 Kerusakan Parah di Hulu Sungai Ciliwung, Sungai Bekasi dan Sungai Cisadane
- 2 Mourinho Percaya Diri, Incar Kebangkitan Fenerbahce di Liga Europa Lawan Rangers
- 3 Warga Jakarta Wajib Tau, Boleh Cek Kesehatan Gratis Kapan Saja
- 4 Mantap, Warga Jakarta Kini Boleh Cek Kesehatan Gratis Kapan Saja tanpa Harus Nunggu Hari Ulang Tahun
- 5 Lingkungan Hidup, Pemerintah Bakal Terapkan Sanksi Paksaan di Puncak
Berita Terkini
-
Gubernur DKI Jakarta Dukung Peluncuran QRIS TAP untuk Transportasi Publik
-
Tips Mempercantik Ruang Tamu Agar Terlihat Estetik di Hari Lebaran
-
Duterte Ditahan ICC karena Menewaskan 6200-an Orang, HNW: Netanyahu Lebih Layak Ditahan ICC
-
Polri Pamerkan Narkoba yang Disita antara Januari hingga Februari 2025
-
Pesawat American Airlines Terbakar saat Mendarat di Colorado