Kerugian akibat Aktivitas Penipuan “Scam” Relatif Tinggi, OJK Bentuk IASC
Otoritas Jasa Keuangan (OJK
Foto: antaraJAKARTA – Kerugian yang dialami masyarakat akibat penipuan di sektor keuangan sangat besar. Karena itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) membentuk Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) atau Pusat Penanganan Penipuan Transaksi Keuangan.
Kepala Eksekutif Pengawas PEPK OJK, Frederica Widyasari Dewi, menyampaikan pembentukan IASC merupakan salah satu wujud kepedulian otoritas bersama Satgas Pasti untuk melindungi masyarakat dari aktivitas keuangan ilegal berupa penipuan (scam). “Kenapa IASC ini kami buat. Ternyata dari 2022 sampai 2024, masyarakat yang melaporkan kehilangan (kehilangan uang akibat scam atau penipuan) 155 ribu (nasabah) dengan total bilangan 2,5 triliun rupiah,” kata Kiki saat menghadiri acara Edukasi Keuangan dalam rangka Hari Ibu, di Jakarta, Senin (23/12).
Dari 115 ribu nasabah yang mengadukan kasus scam kepada OJK, Kiki menyebutkan kebanyakan korban di antaranya merupakan kalangan ibu-ibu atau perempuan. Dia menambahkan, hingga kini tercatat sekitar 11 ribu aduan masyarakat dengan kerugian mencapai 130 miliar rupiah sejak IASC diluncurkan pada 22 November 2024 atau dalam satu setengah bulan terakhir.
- Baca Juga: Kementerian PU Selesaikan SPAM Bintang Bano Berkapasitas 100 Liter/ Detik
- Baca Juga: Ekspor UMKM
Melalui IASC, dia mengatakan OJK bersama Satgas Pasti dan pemangku kepentingan terkait lainnya berupaya untuk menyelamatkan dana masyarakat dari praktik penipuan. “Alhamdulillah, dengan adanya Indonesia Anti-Scam Centre ini, beberapa kita bisa kejar supaya kerugian masyarakat tidak semakin besar,” ujar Kiki.
Kenali Modusnya
Pada kesempatan tersebut, Kiki mengajak masyarakat khususnya para perempuan untuk lebih mengenali tanda-tanda penipuan keuangan. Dia mengingatkan agar masyarakat tidak memberikan kode OTP (one-time password) kepada pihak lain. Sebab, OTP menjadi salah satu pintu masuk pelaku penipuan untuk dapat menarik dana dari korban.
Apabila masyarakat mengalami penipuan, Kiki mengimbau untuk segera melaporkan kasusnya kepada IASC sesegera mungkin. Penyelamatan dana yang hilang, ujar dia, juga bergantung pada cepat atau tidaknya masyarakat melapor.
Sebelumnya, Indonesia Fintech Society (IFSoc) mendorong pembentukan inisiatif universal fraud database untuk semakin mempersempit ruang gerak pelaku kecurangan atau fraudster dalam industri jasa keuangan. “Dengan berkembangnya transaksi dan berkembangnya jenis-jenis produk yang sifatnya hybrid dan sebagainya, kita perlu universal fraud database yang lebih luas untuk mempersempit ruang gerak fraudster,” kata anggota Steering Committee IFSoc Tirta Segara dalam press briefing secara daring di Jakarta, pekan lalu.
Tirta mengatakan bahwa universal fraud database memungkinkan lembaga jasa keuangan (LJK) untuk melakukan pengecekan terlebih dahulu untuk memastikan apakah calon peminjam tercatat sebagai fraudster atau tidak.
IFSoc juga mendorong pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) untuk dapat lebih berperan dalam mempersempit ruang gerak fraudster. Apalagi, mengingat setiap PUJK sebenarnya memiliki catatan profil fraudster (pelaku penipuan).
Redaktur: Muchamad Ismail
Penulis: Muchamad Ismail
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Selama 2023-2024, ASDP Kumpulkan 1,72 Ton Sampah Plastik
- 2 Kemenperin Desak Produsen Otomotif Tiongkok di Indonesia Tingkatkan Penggunaan Komponen Lokal
- 3 Jepang Siap Dukung Upaya RI Wujudkan Swasembada Energi
- 4 Irena Sebut Transisi Energi Indonesia Tuai Perhatian Khusus
- 5 Perkuat Kolaborasi, PM Jepang Dukung Indonesia untuk Jadi Anggota Penuh OECD