Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Hubungan Bilateral

Keputusan OPEC+ Tak Akan Putuskan Aliansi AS-Saudi

Foto : istimewa

Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, Mohammed bin Salman

A   A   A   Pengaturan Font

RIYADH - Tidak ada pihak yang mundur dalam pertempuran tekad antara Putra Mahkota Arab Saudi dan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, terkait keputusan OPEC+ untuk memangkas produksi minyak mentahnya.

Keputusan tersebut membuat aliansi keamanan pasokan energi AS-Saudi berada di ambang perpecahan. Meski demikian, sejumlah sumber dari negara-negara Teluk dan para ahli mengatakan kerja sama antara dua negara besar tersebut tampaknya tidak akan runtuh secara keseluruhan.

Sebagai pemimpinde factokelompok negara pengekspor minyak OPEC+, Arab Saudi membuat AS berang ketika organisasi produsen minyak itu memutuskan untuk memangkas produksi bahkan setelah pemerintahan Biden berusaha untuk tetap sejalan dengan OPEC selama satu bulan dengan pertimbangan soal pemilihan paruh waktu AS (pemilu sela).

Langkah pemangkasan itu melambungkan harga minyak, dan pada Selasa (11/10) lalu Biden bersumpah akan ada konsekuensi untuk hubungan AS dengan Riyadh, setelah beberapa senator meminta Gedung Putih untuk membekukan semua kerja sama dengan Arab Saudi, termasuk penjualan senjata, menyusul keputusan OPEC+ tersebut.

"Kerajaan menolak setiap tekanan (AS)," cuit Kementerian Luar Negeri Saudi di media sosial pada Kamis (13/10), seraya mengatakan langkah Riyadh diambil untuk melindungi ekonomi global dari volatilitas pasar minyak.

Menanggapi hal itu, juru bicara Gedung Putih, John Kirby, menyatakan Kementerian Luar Negeri Saudi bisa mencoba memutar atau membelokkan kebijakannya, tetapi faktanya Saudi justru memilih langkahnya sendiri, seraya menambahkan negara-negara lain dalam kartel minyak mengatakan kepada AS secara pribadi mereka merasa dipaksa untuk mendukung arahan Saudi.

Beberapa pejabat Saudi secara terbuka menekankan keputusan OPEC+ tidak ada hubungannya dengan politik, tetapi merupakan keputusan teknis yang didasarkan pada menjaga stabilitas pasar minyak dalam menghadapi pengetatan moneter dan fiskal global.

Sementara Menteri Luar Negeri Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, menyoroti kerja sama Saudi-AS dalam menjaga keamanan dan kerja sama militer untuk membantu stabilitas kawasan dan memberikan manfaat bagi industri pertahanan dari Washington DC.

Posisi Penyeimbang

Terlepas dari perdebatan sengit, sejumlah analis dan para pakar mengatakan baik AS maupun Arab Saudi menghadapi kendala dalam upayanya untuk saling menekan satu sama lain. Washington DC di satu sisi tidak ingin melakukan apapun untuk mempertaruhkan keamanan sektor minyak Arab Saudi, mengingat kerusakan apapun yang terjadi akan membuat harga melonjak lebih tinggi dan mungkin mendorong Riyadh lebih dekat ke Tiongkok dan Russia.

Sementara itu, Riyadh sadar pihaknya tidak dapat dengan mudah mendiversifikasi pasokan senjata untuk militernya, yang telah dilengkapi dan dilatih secara besar-besaran oleh AS sejak kedua negara menjalin hubungan yang saling menguntungkan pada 1945.

Namun, keretakan AS-Saudi melebar ketika Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MBS), menandai betapa pentingnya arti Saudi dan dirinya sendiri di panggung dunia. Hubungan keduanya sudah rusak oleh sikap Biden terkait pembunuhan jurnalis Saudi, Jamal Khashoggi pada 2018 dan perang Yaman. Sikap AS yang menunda memberikan kekebalan kepada MBS terkait dalam gugatan AS atas pembunuhan Khashoggi, bahkan setelah ia diangkat sebagai perdana menteri, juga menjadi catatan tersendiri.

MBS memperoleh beberapa pengaruh di panggung dunia setelah invasi Russia ke Ukraina pada 24 Februari. Para pemimpin Barat, termasuk Biden, memilih mengunjungi Kerajaan Saudi, meminta mereka menggelontorkan lebih banyak pasokan minyak untuk memerangi inflasi yang tinggi dan meningkatnya biaya pinjaman.

Pangeran MBS di sisi lain pun menyadari kekuatan dan posisi pasar minyak Riyadh sebagai penyeimbang Iran, dan mungkin berdiri teguh dalam menghadapi kritik AS.AFP/VoA/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top