
Kepala Daerah Terpilih Harus Penuhi Janji Politik, meski Ada Efisiensi Anggaran
Pakar kebijakan publik dari Universitas Andalas (Unand), Sumatera Barat, Aidinil Zetra.
Foto: ANTARA/Muhammad ZulfikarPADANG - Kepala daerah terpilih wajib memenuhi janji-janji politiknya kepada masyarakat, meskipun adanya efisiensi anggaran.
“Sebagai pemimpin, janji politik saat kampanye tetap harus dipenuhi meskipun adanya pemangkasan anggaran dari pusat,” kata Pengamat kebijakan publik dari Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat (Sumbar) Aidinil Zetra, di Padang, Rabu (12/2).
Hal tersebut disampaikan Aidinil menanggapi Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.
- Baca Juga: Panglima Rotasi Perwira Tinggi TNI
- Baca Juga: Overstay di Arab, 193 Pekerja Migran Indonesia Dipulangkan
Menurut dia, seorang kepala daerah dipilih masyarakat karena memberikan harapan untuk meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan, baik itu berupa perbaikan infrastruktur, peningkatan layanan kesehatan dan sosial ataupun pembukaan lapangan kerja.
Oleh karena itu, kata dia, konstituen akan tetap menagih janji politik kepala daerah terpilih meskipun adanya efisiensi anggaran. Di saat bersamaan gubernur, bupati dan wali kota wajib menunaikan apa yang telah dijanjikan kepada masyarakat.
“Masyarakat memilih calon kepala daerah itu karena membeli janji. Jadi, kalau janji itu tidak ditunaikan maka ada cedera janji,” kata dosen pengajar pada Departemen Ilmu Politik Unand tersebut.
Untuk mengatasi dinamika itu, alumni Universiti Kebangsaan Malaysia tersebut mendorong kepala daerah terpilih mulai mencari sumber pemasukan baru bagi daerah, termasuk melakukan inovasi ke sumber utama pendapatan daerah yang selama ini sudah digarap.
“Artinya kepala daerah harus kreatif. Sebab, masyarakat tidak mau tau soal efisiensi anggaran dan mereka hanya akan menagih janji politik,” ujar dia.
Aidinil mengatakan apabila janji-janji politik tidak direalisasikan dengan dalih pemangkasan anggaran yang signifikan oleh Kementerian Keuangan maka hal itu bisa saja berdampak kepada penurunan kepercayaan publik ataupun elektabilitas kepala daerah di kemudian hari.
“Jadi, intinya kalau sudah berjanji ya ditepati. Kalau tidak, ya akan timbul cedera janji tadi,” kata Aidinil.
Aidinil Zetra juga mengatakan efisiensi anggaran harus mempertimbangkan kemampuan masing-masing daerah agar tidak terjadi ketimpangan pembangunan.
“Pemerintah pusat maupun provinsi harus melihat daerah dengan otonomi asimetris dalam arti setiap daerah memiliki kemampuan yang berbeda-beda,” ujarnya.
Menurutnya, 38 provinsi serta 514 kabupaten dan kota di Indonesia memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam melakukan pembangunan. Khusus di Sumbar, kemampuan Kabupaten Kepulauan Mentawai tidak bisa disamakan dengan Kota Padang atau daerah lainnya.
Apalagi, daerah terluar Indonesia tersebut baru saja lepas dari status tertinggal berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI Nomor 490 Tahun 2024.
Berita Trending
- 1 Negara Paling Aktif dalam Penggunaan Energi Terbarukan
- 2 Ekonomi Biru Kian Cerah! KKP dan Kemnaker Maksimalkan Peluang Lapangan Kerja
- 3 Menpar Sebut BINA Lebaran 2025 Perkuat Wisata Belanja Indonesia
- 4 THR Untuk Ojol Harus Diapresiasi dan Diawasi
- 5 Bukan Arab Saudi, Negara Penghasil Kurma Terbesar Dunia Berasal dari Afrika
Berita Terkini
-
Antisipasi Banjir Rob di Marunda, Ini yang Dilakukan SDA Jakut
-
Kejaksaan Tinggi NTB Menelusuri Bukti Keterlibatan Orang Lain di Kasus Korupsi LCC
-
Tekstil Impor dari Tiongkok Turun, Sinyal Baik bagi Industri Lokal?
-
Pramono Anung: Sebelum Lebaran Mudah-mudahan KJP Bisa Kita Bagikan
-
Alih Fungsi Bantaran Sungai Cimande Menjadi Sebab Banjir Sumedang