Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kepala BKKBN: Makanan Bergizi Tidak Harus Mahal

Foto : istimewa

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, dalam acara 'Edukasi Kesehatan Reproduksi dan Nutrisi Anak Remaja Melalui Menu Dashat Berbahan Dasar Ikan untuk Percepatan Penurunan Stunting', di Jakarta, Jumat (26/7).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, menyatakan, makanan bergizi tidak harus mahal. Menurutnya, makanan berprotein tinggi dan bergizi bisa diperoleh dengan mudah dan murah seperti ikan lele.

"Untuk menunjang kecerdasan otak, asupan makanan untuk tubuh, termasuk bayi dan remaja, tidak harus berharga mahal," ujar Hasto, dalam acara 'Edukasi Kesehatan Reproduksi dan Nutrisi Anak Remaja Melalui Menu Dashat Berbahan Dasar Ikan untuk Percepatan Penurunan Stunting', di Jakarta, Jumat (26/7).

Dia membandingkan, daging sapi mengandung lemak jenuh. Sedangkan, ikan tidak mengandung lemak jenuh, namun kandungan utamanya tinggi protein dan dibutuhkan bagi pertumbuhan. "Ikan, seperti ikan lele, jauh lebih murah dari daging sapi tapi lebih bagus kandungan gizinya," jelasnya.

Dia menambahkan, konsumsi ikan juga penting bagi calon ibu. Menurutnya, ikan menjadi salah satu pilihan yang tepat untuk menyehatkan diri sebelum hamil, sehingga akan lahir bayi yang sehat. "Ikan, termasuk lele dan tuna, terdapat kandungan DHA Omega 3 dan kalsium. Jadi, kalau makan ikan sama tulangnya karena ada kandungan kalsium di dalam tulang. Tentunya tulang yang lunak. Ikan tuna, juga tinggi kalsium. Dan asupan vitamin D juga penting menjelang menikah," tuturnya.

Penanganan Stunting

Hasto mengungkapkan ada tiga hal yang menyebabkan stunting. Tiga hal tersebut yaitu sub optimal nutrisi alias kekurangan gizi kronis, sub optimal health atau sering sakit, dan pola asuh kurang optimal.

Dia juga mengingatkan untuk waspada terhadap bayi yang berat badannya melebihi batas normal alias gemuk. Beberapa riset menunjukkan bahwa bayi gemuk berpotensi terserang penyakit degeneratif seperti jantung, hipertensi, diabetes di saat usianya dewasa.

"Gendut disangka sehat, hati-hati. Ketika bayi usia di bawah dua tahun (baduta) terindikasi stunting, setelah itu tubuhnya gendut karena asupan makanannya. Jadi, yang ideal itu bentuk tubuh proporsional," terangnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Budi Sulistiyo, menekankan, pentingnya sedari dini menyiapkan anak bangsa untuk menjadi kuat, cerdas dan tangguh. Menurutnya, tantangan menurunkan prevalensi stunting di Indonesia harus dihadapi dan diatasi, salah satunya melalui penguatan dan peningkatan gizi.

"Karena itu, mulai hari ini kuatkan tekad kita untuk meningkatkan konsumsi ikan demi mewujudkan Generasi Emas di tahun 2045," ucapnya.


Redaktur : Sriyono
Penulis : Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top