Kenaikan Harga Pangan Mestinya Untungkan Petani
>>Sistem ijon dan rentenir mempermainkan harga sehingga merugikan petani.
>> Harga sejumlah pangan di Indonesia jauh lebih tinggi dari harga internasional.
Ini bisa menjadi kekuatan jika dikembangkan menjadi lembaga mikro finance dan statusnya menjadi Badan Usaha Desa, karena kalau menyimpan pangan saja kurang menarik," ujar dia, saat dihubungi, Rabu (4/4). Menurut Zainal, lumbung pangan akan mengatasi petani dari persoalan ijon sampai jeratan rentenir.
"Karena ijon dan rentenir lah yang membuat keuntungan petani kecil. Mereka terpaksa menjual dengan harga berapa pun untuk segera menutup pengeluaran operasional, dan utang-utangnya," jelas dia. Sebelumnya, Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengungkapkan harga daging sapi, beras, dan beberapa komoditas lainnya di Indonesia telah melambung di atas harga pasar internasional.
Harga makanan eceran sering kali jauh lebih tinggi di Indonesia daripada di negara tetangga dan negara yang jauh lebih kaya. Harga yang tinggi ini sudah membebani konsumen hingga 98 miliar dollar AS (sekitar 1.342 triliun rupiah) antara 2013 hingga 2015, bahkan melebihi jumlah pungutan Kebijakan Pertanian Bersama Uni Eropa pada konsumen Eropa.
Anggota Dewan Pembina CIPS, Arianto A Patunru, mengemukakan selain melambungnya harga pangan yang memberatkan konsumen, petani justru tidak mendapatkan keuntungan dari hal ini. Sebanyak dua pertiga petani Indonesia adalah konsumen yang terkena dampak dari tingginya harga pangan.
Mereka yang terdampak adalah para petani skala kecil yang mengelola kurang dari 0,25 hektare lahan di Jawa Tengah dan hanya menghasilkan 500 ribu rupiah atau sama dengan 36,35 dollar AS per orang per bulan.
Halaman Selanjutnya....
Komentar
()Muat lainnya