
Kemenperin: IKM Berkontribusi Besar Ciptakan Lapangan Kerja Baru
Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Reni Yanita
Foto: KemenperinJAKARTA-Pertumbuhan industri manufaktur memiliki peranan penting terhadap peningkatan lapangan kerja baru di berbagai sektor. Oleh karenanya, di tengah tantangan ekonomi global saat ini, Kementerian Perindustrian terus berupaya mendorong tumbuhnya industri-industri baru, termasuk memperkuat keterampilan para pelaku industri kecil dan menengah (IKM) agar semakin produktif, sehingga dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja.
"Di saat banyak industri menghadapi berbagai tantangan dalam menjalankan bisnisnya, pertumbuhan pelaku IKM yang tersebar di berbagai daerah justru mampu menyerap tenaga kerja baru, dan berkontribusi positif terhadap sektor industri manufaktur," kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Reni Yanita di Jakarta, Senin (10/3).
Dirjen IKMA mengungkapkan, populasi IKM yang saat ini mencapai 4,5 juta unit usaha berkontribusi sebesar 99,77 persen dari total unit usaha industri. Dengan populasi tersebut, IKM berperan menyerap sebanyak 65,52 persen dari total tenaga kerja di sektor industri keseluruhan, atau terdapat sekitar 13,11 juta tenaga kerja industri di sektor ini. Adapun nilai output IKM terhadap industri pengolahan nonmigas tercatat sebesar 21,53 persen dari total nilai output industri nasional. Sementara laju pertumbuhan PDB IKM sebesar 5,26 persen (year on year).
"Jika IKM dapat tumbuh dan berkembang, tentu akan meningkatkan daya saing dan pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh sebab itu, Kemenperin melalui Ditjen IKMA akan terus mendorong kemampuan keterampilan dan manajemen bisnis pelaku IKM agar terus bertahan melalui scaling up brand, dengan cara storytelling yang baik dan mengoptimalkan penjualan di platform digital," kata Reni.
Dalam hal ini, Balai Pemberdayaan Industri Fesyen dan Kriya (BPIFK) yang berada di bawah Ditjen IKMA Kemenperin, tak henti memberikan pelatihan secara online kepada para pelaku IKM khusus di bidang fesyen dan kriya. Pelatihan yang diberikan pun tak hanya bertujuan untuk meningkatkan keterampilan pelaku IKM di bagian produksi, tetapi berkaitan pula dengan kemampuan kepemimpinan dan perancangan ide pengembangan produk agar bisnis lebih berkelanjutan.
Soft Skill
Dalam menjalankan usaha, secara umum dibutuhkan dua skill, yaitu hard skill dan soft skill. Hard skill berkaitan erat tentang bagaimana memproduksi suatu produk, sedangkan soft skill berkaitan erat tentang bagaimana mengelola suatu usaha agar dapat berjalan, menguntungkan dan berkembang di masa depan.
"Pengembangan soft skill ini lah yang menjadi kompetensi inti dari BPIFK, ungkap Kepala BPIFK Dickie Sulistya pada sambutan pembukaan rangkaian acara seri Webinar Marketing Series, pada akhir Februari lalu.
Dickie menjelaskan, BPIFK memiliki program Inkubator Bisnis Kreatif atau Creative Business Incubator (CBI), yang merupakan program akselarasi bisnis untuk meningkatkan kapasitas usaha atau bisnis pelaku IKM fesyen dan juga kriya agar bisa naik kelas. BPIFK rutin menyelenggarakan berbagai program peningkatan kemampuan pelaku usaha untuk mendesain produk yang dibutuhkan oleh konsumen, salah satunya yaitu melalui webinar.
Webinar tersebut diisi oleh pelaku bisnis dan merupakan para alumni dari program inkubator bisnis kreatif, yaitu Syifa Puspasari dari brand Earth Major - tenan program CBI di tahun 2021; Afidha Fajar Adhitya founder Eboni Watch - tenan CBI tahun 2018; serta Akmal Idrus dari Rappo Indonesia - tenan CBI di tahun 2024.
Dalam pengelolaan usaha atau bisnis, IKM terangnya membutuhkan empat keterampilan dasar dalam manajemen, yaitu manajemen pemasaran, manajemen SDM, manajemen produksi, dan manajemen keuangan. "Pada seri webinar ini, BPIFK mengangkat topik-topik yang paling relevan dan strategis dalam dunia pemasaran dan penjualan, seperti brand storytelling, optimasi marketplace, dan pemasaran digital melalui e-katalog LKPP,"kata Dickie.
Brand storytelling merupakan salah satu teknik untuk membentuk sebuah identitas brand melalui sebuah narasi cerita yang dapat menimbulkan respon emosional antara brand dengan konsumennya. "Beberapa penelitian membuktikan brand storytelling memiliki konsekuensi positif yang kemudian berpengaruh pada kecintaan dalam sebuah brand dan dalam pembentukan brand loyalty," ungkap Dickie
Redaktur: Muchamad Ismail
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Ini Tujuh Remaja yang Diamankan Polisi, Diduga Terlibat Tawuran di Jakpus
- 2 Cemari Lingkungan, Pengelola 7 TPA Open Dumping Bakal Dipidana
- 3 Regulasi Jaminan Sosial Dirombak, Ini Aturan Baru dari Menaker
- 4 Penerbitan Surat Edaran THR Ditunda
- 5 Peran TPAKD Sangat Penting, Solusi Inklusi Keuangan yang Merata di Daerah
Berita Terkini
-
Rumah Ridwan Kamil Sepi Usai Beredar Kabar Ada Penggeledahan dari KPK
-
Promosikan Album Baru "Mayhem" Lady Gaga Konser di Singapura Mei 2025
-
BI Tasikmalaya Menyiapkan Layanan Kas Keliling Penukaran Uang
-
Tim Indonesia Duduki Peringkat Kedua Asian Mini Football Nations Cup 2025
-
Gara-gara Lawan Sakit, Medvedev Melaju ke-16 Besar Turnamen Indian Wells