Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Keuangan Negara I DSR Tahun Depan Diperkirakan Bakal Naik

Kemampuan Membayar Utang Semakin Turun

Foto : Sumber: Kementerian Keuangan – Litbang KJ - KJ/ONE

MUDRAJAD KUNCORO Guru Besar Ilmu Ekonomi FEB UGM - DSR Indonesia selalu berada di atas 20 persen. Ini cukup mengkhawatirkan Rasio DSR yang aman untuk negara berkembang seperti Indonesia adalah sekitar 20–25 persen.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah diimbau untuk lebih berhati-hati dalam mengelola keuangan negara, terutama menjaga perbandingan jumlah utang dengan penghasilan yang diterima atau Debt Service Ratio (DSR). Apalagi, saat ini tax ratio atau rasio perpajakan sangat rendah yaitu 9,3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Pakar Ekonomi dari Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Imron Mawardi, yang diminta pendapatnya, Senin (24/10), mengatakan semakin tinggi DSR, maka tingkat utang suatu negara semakin mengkhawatirkan. Selain DSR, juga perlu diwaspadai tax ratio dibanding utang RI yang semakin mengkhawatirkan.

"DSR menunjukkan rasio kewajiban pembayaran pokok dan jumlah utang luar negeri, dengan transaksi berjalan. Jika DSR makin tinggi, artinya semakin berisiko karena beban utang semakin berat," kata Imron.

Sebelumnya, Guru Besar Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Mudrajad Kuncoro, mengaku khawatir terkait perkembangan indikator utang Indonesia, terutama dari tingkat DSR.

DSR Indonesia sebutnya selalu berada di atas 20 persen. Ini cukup mengkhawatirkan karena rasio DSR yang aman untuk negara berkembang seperti Indonesia adalah sekitar 20-25 persen.

Mudrajad membeberkan fakta. Bila menilik data dari Bank Dunia, mulai tahun 2014, DSR Indonesia terus berada di atas 20 persen. Pada tahun pertama kepemimpinan Jokowi di periode pertama tersebut, DSR tercatat 29,9 persen.

Kemudian DSR naik lagi pada 2015 menjadi 24,6 persen dan kembali naik pada tahun 2016 ke level 37,5 persen.

Di 2017 dan 2018, posisi DSR sempat mengalami penurunan, tetapi masih di atas 20 persen. DSR tahun 2017 tercatat 29,4 persen dan tahun 2018 sebesar 25,1 persen. Pada tahun 2019, DSR naik lagi menjadi 39,4 persen, meski pada tahun 2020 turun ke level 36,7 persen.

Bila menyandingkan dengan data yang disajikan oleh Bank Indonesia (BI) dalam laporan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI), terlihat tren DSR tier-1 Indonesia memang selalu di atas 20 persen dari 2014. Namun, data terakhir atau pada kuartal II-2022 menunjukkan, DSR Indonesia sudah turun ke 17,88 persen.

Secara terpisah, Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Teuku Riefky, mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai perkembangan utang karena ke depan akan banyak tekanan terhadap posisi utang.

"Ke depannya akan lebih banyak tekanan terhadap posisi utang di banyak negara termasuk Indonesia. Sebab itu, pemerintah harus lebih bijak menggunakan utang hanya untuk kegiatan produktif," kata Riefky.

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa DSR itu ada dua yakni tier satu dan tier dua. Indonesia untuk DSR tier satu di kisaran 17 persen, sedangkan DSR tier dua di kisaran 42 persen.

Menurut Riefky, dengan DSR Indonesia saat ini relatif masih aman, apalagi kalau dilihat DSR tier satu misalnya yang mencakup pembayaran pokok bunga utang jangka pendek dan jangka panjang serta pembayaran pokok utang jangka masih di kisaran 17 persen.

Ekspor Turun

Data yang disajikan oleh Bank Indonesia (BI) melalui laporan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI), terlihat tren DSR tier-1 Indonesia memang selalu di atas 20 persen dari 2014. Namun, data terakhir atau pada kuartal II-2022 menunjukkan, DSR Indonesia sudah turun ke 17,88 persen.

Meskipun data DSR pada akhir semester I-2022 sudah di bawah 20 persen, namun Riefky yang juga sebagai Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) mengingatkan agar pemerintah perlu mewaspadai kemampuan membayar utang pada 2023 mendatang. Hal itu terkait dengan potensi perlambatan ekonomi hingga resesi global.

"Pada tahun depan, ketidakpastian global sangat tinggi. Pasti, ekspor Indonesia relatif turun. DSR pasti akan naik lagi pada tahun depan," terang Riefky.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top