Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kejagung Bidik Korporasi terkait Korupsi Emas

Foto : ANTARA/Nadia Putri Rahmani

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar (tengah) berbicara dengan awak media di Gedung Kejaksaan Agung, Kamis (18/7/2024).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - DPR RI mendorong agar Kejaksaan Agung (Kejagung) serius memburu korporasi dalam kasus korupsi tata kelola komoditas emas periode 2010-2022. Tujuannya agar korupsi emas ini ditumpas hingga ke akar akarnya, menjerat aktor intelektualnya.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menilai Kejagung membuat terobosan luar biasa bila menjerat korporasi dalam kasus dugaan korupsi tata kelola komoditas emas periode 2010-2022 seberat 109 ton. Hal itu disampaikannya merespons pernyataan Kapuspenkum Kejagung, Agus Harli Siregar, yang menyebut terbukanya peluang penyidik menjerat korporasi dalam kasus tersebut.

"Komisi III mendukung Kejagung agar menjerat seluruh pihak yang terlibat dalam kasus korupsi 109 ton emas ini. Ini terobosan yang luar biasa karena Kejagung sangat berani jerat korporasi, tidak perseorangan lagi," ujar Sahroni di Jakarta, Rabu (24/7).

Dirinya bahkan mengingatkan jangan ada tebang pilih dalam pengusutan kasus tersebut. "Mau itu pelakunya oknum pejabat, karyawan internal, pelaku korporasi, perorangan, broker, atau bahkan oknum aparat, sikat semua," tegas Sahroni.

Sharoni mengatakan, seluruh pelaku yang terlibat dugaan korupsi 109 ton emas itu harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka. "Telusuri juga modus aliran dananya. Ini pasti persekongkolan yang sangat besar, dan diduga kuat ada aktor intelektual di baliknya," tutur Sahroni.

Terlebih, Sahroni melihat kejahatan tersebut sudah terjadi sejak 2010. Karena itu, dia menduga pelaku yang terlibat sangat banyak dan berasal dari latar belakang yang beragam.

Baca Juga :
Harga Emas Turun

Dia menegaskan Kejagung tidak boleh takut dan tidak boleh sungkan membongkar semua penjahat yang terlibat dalam korupsi tata niaga emas tersebut. Kasus itu sangat menyita perhatian masyarakat, sehingga kepercayaan terhadap Kejagung akan kembali diuji dan dilihat masyarakat dalam menangani perkara itu. "Saya yakin Kejagung akan mampu ungkap seluruh pelakunya, termasuk 'pemain' besarnya," ucap Sahroni.

Seperti diketahui, Kejagung membuka peluang menetapkan tersangka korporasi di kasus korupsi pengelolaan kegiatan usaha komoditas emas 109 ton periode 2010-2022. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan peluang tersebut terbuka usai penyidik menetapkan tersangka DT selaku Direktur Utama PT JTU yang merupakan pelanggan jasa manufaktur PT Antam.

"Potensi itu ada, tetapi nanti penyidik akan melihat dari sisi fakta-fakta hukum yang berkembang dan nanti tentu akan didalami," ujarnya.

Pelaku Lain

Harli mengatakan penyidik saat ini masih berfokus untuk menelusuri ada tidaknya pelaku-pelaku lain dalam kasus korupsi tersebut. Khususnya terhadap para pengguna jasa manufaktur dari Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam Tbk.

"Kita fokus dulu kepada pelaku perorangannya karena beberapa waktu yang lalu sudah ada 6 orang dari Antam dan ini tambah lagi 7 orang. Kita lihat perkembangannya," ujarnya.

Kerugian kasus korupsi emas Antam diperkirakan mencapai 1 triliun rupiah. Kejagung telah menetapkan total 13 orang tersangka tersangka. Enam tersangka merupakan TK, HN, DM, AHA, MA, dan ID selaku General Manager UBPP LM PT Antam Tbk periode 2010-2021.

Sementara tujuh orang lainnya merupakan pelanggan jasa manufaktur dari UBPP LM PT Antam yakni LE, SL, SJ, JT, HKT dan GAR selaku perseorangan serta DT selaku Direktur Utama PT JTU.

Para pelaku diduga menyalahgunakan kewenangannya untuk melakukan peleburan, pemurnian dan pencetakan logam mulia secara ilegal. Akibatnya selama 2010-2021, sebanyak 109 ton logam mulia dengan berbagai ukuran tercetak dengan stempel palsu Antam.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top