
Kecakapan Bantu Pemuda dari Daerah Kumuh Kenya untuk Maju
Anastacia Mwende sibuk memperbaiki mobil kliennya saat magang di sebuah bengkel di Nairobi pada pertengahan Februari lalu. Terlalu seringnya anak muda Kenya merasa tertekan untuk masuk universitas namun ternyata tak ada pekerjaan yang tersedia
Foto: AFP/SIMON MAINATumbuh di daerah kumuh Kenya, Annastacia Mwende selalu mencintai mobil tetapi tidak pernah berpikir untuk menjadi mekanik. Sekarang, ia adalah pemagang teladan di sebuah bengkel di jalan sempit di Nairobi.
Kenya membutuhkan lebih banyak orang seperti dia, kata para ahli yang mempelajari pentingnya keterampilan praktis yang menghasilkan pekerjaan nyata.
Terlalu sering anak muda Kenya merasa tertekan untuk masuk universitas untuk belajar kedokteran, hukum atau manajemen kantor, hanya untuk mengetahui bahwa kemudian tidak ada pekerjaan untuk mereka. Hal itu khususnya berlaku di tempat-tempat seperti Kibera, salah satu daerah kumuh terbesar dan tertua di negara Afrika timur.
"Anda bisa mencari tukang ledeng di sekitar sini sampai Anda pingsan," kata Martha Otieno, seorang pekerja muda untuk CFK Africa, sebuah lembaga amal yang bekerja dengan kaum muda di daerah kumuh. "Berapa banyak manajer kantor yang benar-benar kita butuhkan?" imbuh dia.
Seperti wilayah Afrika lainnya, penduduk Kenya mayoritas adalah angkatan kerja muda dengan 80 persen berusia di bawah 35 tahun, menurut angka pemerintah. Prospek ini tidak bagus karena setengah dari populasi perkotaan tinggal di daerah kumuh dan kurang dari 20 persen pekerjaan berada di sektor formal.
Alih-alih mengejar pekerjaan kantoran yang sedikit, CFK Africa berpendapat bahwa kaum muda memerlukan keterampilan untuk maju di sektor jua kali (secara harfiah berarti "matahari yang terik"), dunia kerja informal di bengkel-bengkel rumahan yang membangun, memperbaiki, dan menyelamatkan sesuatu.
"Jika Anda melihat orang-orang yang sudah mapan di komunitas ini, mereka adalah perajin, tetapi butuh waktu lama bagi mereka untuk mengembangkan keterampilan mereka," kata kepala CFK Afrika, Jeffrey Okoro.
Lembaga amal tersebut berharap dapat mempercepat proses tersebut dengan skema pemagangan eksperimental. Angkatan pertama yang beranggotakan 100 pemuda Kibera tahun lalu dipasangkan dengan teknisi listrik, mekanik, dan ahli perajin lainnya untuk secara realistis mentransisikan kaum muda ke peluang kerja.
Mwende, 20 tahun, adalah kasus yang umum di dunia kerja di Kenya saat ini. Ia belajar mencintai mobil dari ayahnya yang seorang mekanik. "Ayahku selalu pulang dengan tangan kotor dan itu terlihat sangat menyenangkan," kata Mwende.
Awalnya Mwendeber pikir lebih baik kuliah di universitas namun kemudian ia kehabisan uang dan harus berhenti kuliah. Bahkan dengan gelar sarjana, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan kantoran kemungkinan besar tidak akan ada tandingannya.
Program magang CFK Afrika datang untuk menyelamatkannya, mendanai penempatannya di Timed Performance Garage di pinggiran kota Nairobi, sebuah bengkel yang memperbaiki mobil-mobil Jerman. Berkat kecakapannya, dalam beberapa bulan saja mentornya menawarinya pekerjaan penuh waktu.
"Saya sangat mencintai pekerjaan ini, saya lebih memilih melakukan ini daripada menjadi dokter, pilot, atau pengacara," ungkap dia.
Isi Kesenjangan
Di seberang kota, Nicholas Odhiambo, 22 tahun, magang di salon kecantikan dan ia juga telah diterima jadi pekerja tetap.
"Mentalitas kebanyakan orang adalah pekerjaan ini hanya untuk kaum perempuan. Saya ingin membuktikan bahwa mereka salah," kata Odhiambo seraya berharap proyek CFK Africa akan membantu orang lain menemukan kehidupan di luar daerah kumuh.
"Kebanyakan pemuda di Kibera mengira di sanalah mereka akan dilahirkan, tumbuh, dan mati. MC (ahli kerajinan) melihat sesuatu dalam diri saya dan memberi saya kesempatan. Itu hal yang luar biasa. Saya tidak bergantung pada siapapun," tutur dia.
MC Odhiambo yang bernama Jane Anjili, telah melatih tiga orang lainnya dan mengatakan inilah yang dibutuhkan anak muda. "Jika Anda punya keterampilan, Anda bisa bekerja di mana saja, Anda bisa memulai usaha sendiri dan mandiri," kata dia.
Renson Muchiri, seorang ekonom di Universitas KCA Nairobi, mengatakan gagasan pasca-kemerdekaan tentang gelar yang membawa prestise bagi desa dan menjamin pekerjaan di sektor publik tidak lagi sesuai dengan kenyataan.
“Pemerintah saat ini telah menyadari masalah tersebut dalam dekade terakhir dengan membangun banyak perguruan tinggi kejuruan baru,” kata dia.
Lembaga amal seperti CFK Africa bertujuan untuk mengisi kesenjangan tersebut, dan Okoro berharap skema pemagangan ini akan mandiri dan dapat ditiru di tempat lain. AFP/I-1
Berita Trending
- 1 Milan dan Bologna Berebut Posisi Empat Besar
- 2 Harga Cabai Makin Pedas Saja Jelang Ramadan, Pemerintah Harus Segera Intervensi Pasar Biar Masyarakat Tak Terbebani
- 3 Perbankan, Pionir Dalam Transisi Indonesia Menuju Ekonomi Rendah Karbon
- 4 Peringati Hari Peduli Sampah Nasional, Kementerian LH Gelar Aksi Bersih Hutan Bakau Muaragembong Bekasi
- 5 Digitalisasi dan Kolaborasi, Kanal Pupuk Indonesia Lebih Dekat Dengan Petani