Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 06 Jan 2024, 02:25 WIB

Kebijakan Perusahaan yang Pro-Orang Tua dan Bebas Kantor Mulai Dilirik di Korsel

Bisnis Berkelanjutan | CEO produk bayi merek Konny, Erin Lim, berpose sambil memperagakan produk perusahaannya di kediamannya di Seoul, Korsel, pada 29 November lalu. Lim mendirikan bisnisnya ini secara berkelanjutan dengan mengutamakan pekerjaan tanpa kantor untuk membantu ibu bekerja.

Foto: AFP/Jung Yeon-je

Memulai kerja lebih awal dan menyelesaikan pekerjaan terlambat adalah hal yang biasa di Korea Selatan (Korsel), negara yang terkenal dengan budaya perusahaannya yang keras. Namun Erin Lim tahu dia ingin melakukan sesuatu yang berbeda dalam bisnisnya.

Pengusaha berusia 38 tahun ini memelopori pekerjaan tanpa kantor untuk membantu ibu bekerja seperti dia pada 2017, jauh sebelum fleksibilitas bekerja dari rumah menjadi efek samping yang membahagiakan dari pandemi, termasuk bagi banyak orang tua.

Setelah kelahiran putra pertamanya, Lim, yang menggambarkan dirinya sebagai "pelanggan yang sangat pemilih" karena tidak dapat menemukan gendongan bayi yang disukainya. Jadi, dengan membawa putranya yang berusia enam bulan, dia menuju ke pasar kain utama Seoul.

Tak lama kemudian, dia memiliki prototipe gendongan bayi yang dia inginkan dan meskipun tidak memiliki pengalaman manufaktur atau wirausaha, dia meluncurkan bisnis pembuatan dan penjualan gendongan bayi dari ruang depan kediamannya.

"Saya adalah orang yang tidak menganggap remeh apa pun. Jadi, misalnya ketika saya memulai perusahaan, saya bertanya pada diri sendiri: mengapa saya memerlukan kantor?"

Kini, perusahaan Lim memiliki 55 anggota staf yang terdiri atas 92 persen perempuan, sebagian besar adalah orang tua yang bekerja, dan mereka semua masih bekerja hampir secara eksklusif dari rumah karena hal ini menawarkan jam kerja yang fleksibel dan meminimalkan pertemuan tatap muka.

"Alasannya: Saya ingin melihat anak-anak saya tumbuh dewasa," kata Lim kepada AFP, seraya menambahkan bahwa kehidupan keluarga harus diprioritaskan dibandingkan jadwal kerja yang kaku dan tidak fleksibel. "Mengantar dengan berjalan bersama mereka ke sekolah setiap hari adalah waktu yang sangat penting," ungkap Lim.

Jadi perusahaannya, Konny, memasukkan hak untuk izin mengantar anak sekolah ke dalam kebijakannya. "Saya tidak ingin memiliki budaya perusahaan yang tidak memahami hal itu," ucap dia.

Pada awalnya, Lim dan suaminya, karyawan kedua di perusahaan tersebut, menyimpan inventaris mereka di ruang cadangan dan melakukan semuanya sendiri. Namun ketika pesanan membanjir, Lim serta merta kewalahan melayani pertanyaan pelanggan.

Dia pun menyewa agen layanan pelanggan yang adalah seorang eksekutif berketerampilan tinggi yang sebelumnya meninggalkan pekerjaannya selama satu dekade di sebuah perusahaan game besar Korsel karena masalah pengasuhan anak.

"Ada ungkapan dalam bahasa Korea: kuburan karier banyak perempuan adalah liburan musim dingin untuk tahun pertama anak mereka di sekolah dasar," kata Lim, mengacu pada libur sekolah besar pertama, ketika banyak keluarga menghadapi tantangan dalam mengasuh anak.

Tingkat Partisipasi Rendah

Korsel tercatat memiliki tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan yang paling rendah di antara negara-negara OECD dengan perbandingan 55 persen untuk perempuan versus 73,5 persen untuk laki-laki. Namun data tersebut menyamarkan apa yang menurut para aktivis merupakan kenyataan yang lebih buruk lagi mengenai setengah pengangguran di kalangan ibu yang bekerja.

Banyak ibu terpaksa keluar dari pekerjaan yang diperoleh dengan susah payah dan bergaji tinggi setelah memiliki anak karena masalah pengasuhan, kata para ahli. Tercatat tingkat partisipasi ekonomi resmi untuk perempuan berusia 40-an, jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki yang angkanya 67,5 persen dibandingkan dengan 92,1 persen.

Berbeda dengan perusahaan di banyak negara, sebagian besar perusahaan besar di Korsel dengan cepat mengharuskan pekerjanya kembali ke kantor setelah pandemi, dengan pemberian opsi bekerja dari rumah yang terbatas.

"Rata-rata perusahaan Korea mengharuskan karyawannya berangkat kerja di pagi hari dan menyelesaikan pekerjaan hingga larut malam dengan sesekali makan malam setelah jam kerja. Itu sangat tidak berkelanjutan," tutur Lim.

Saat ini Korsel merupakan salah satu negara dengan tingkat kelahiran terendah di dunia, dan meskipun terdapat insentif pemerintah sebesar ratusan juta dollar, banyak perempuan yang memilih untuk tidak menjadi ibu.

Bagi Lim, kunci permasalahannya adalah budaya kerja di Korsel tidak memudahkan dalam menggabungkan peran sebagai orang tua dan karier. "Kita membutuhkan budaya di mana masyarakat menghargai pengasuhan anak," kata Lim.

Lim pun mengatakan bahwa memiliki tenaga kerja yang sebagian besar terdiri dari orang tua yang memahami perjuangan dalam mengasuh anak, justru membuat perusahaan lebih mampu menyediakan kebutuhan pelanggannya. "Motto kami adalah membuat hidup orang tua lebih mudah dan bergaya," ungkap dia. AFP/I-1

Redaktur: Ilham Sudrajat

Penulis: AFP

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.