Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Krisis Pangan I Jaga Ketahanan Pangan, Vietnam Pangkas Ekspor Beras hingga 44%

Kebijakan Pemerintah Mengimpor Beras Membuat Petani Malas Menanam

Foto : Sumber: BPS – Litbang KJ/and - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Bila pemerintah tidak hatihati hadapi El Nino atau kekeringan ekstrem tahun ini, produksi padi bisa anjlok lebih dari 5 persen.

» Tingkatkan program diversifikasi konsumsi ke nonberas untuk mengurangi tekanan pada produksi beras domestik.

JAKARTA - Ancaman krisis pangan semakin nyata yang terindikasi pada tren kenaikan harga pangan karena produksi menurun. Penurunan produksi di negara-negara penghasil memaksa mereka untuk mengurangi pengiriman atau ekspor ke luar negeri. Negara seperti Vietnam dikabarkan bakal memangkas ekspor beras tahunannya hingga 44 persen mulai 2030 mendatang.

Negara eksportir terbesar ketiga itu biasanya mengekspor hingga 7,1 juta ton, dan akan berkurang menjadi empat juta ton per tahun. Pengurangan ekspor mereka lakukan untuk memastikan ketahanan pangan di dalam negerinya, melindungi lingkungan, dan beradaptasi dengan perubahan iklim, serta meningkatkan ekspor beras berkualitas.

Menanggapi ancaman krisis pangan itu, pakar pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa, mengatakan pemerintah harus hati-hati mengeluarkan kebijakan agar produksi beras tidak turun. Jika tidak, maka tahun ini produksi terancam turun lebih dari 5 persen.

Dia mencontohkan, saat periode La Nina dari 2020 hingga 2022, produksi justru turun. Padahal semestinya, periode tersebut merupakan momen yang tepat untuk meningkatkan produksi, sebab dari pengalamannya, setiap momen La Nina produksi padi selalu meningkat.

"Kenapa demikian, karena saat itu kesejahteraan petani tidak diperhatikan, harga gabah kering panen (GKP) jauh dari harapan, sehingga petani malas menanam," papar Dwi.

Dengan kondisi sekarang, bila pemerintah tidak hati-hati, maka di periode El Nino atau kekeringan ekstrem tahun ini, produksi padi bisa anjlok lebih dari 5 persen. Kendati saat ini harga gabah kering panen sudah semakin menguntungkan, namun tanpa pengaturan yang baik soal kapan masuknya beras impor sebanyak dua juta ton yang sudah diputuskan itu, maka produksi bisa saja turun karena petani malas menanam.

"Hingga saat ini kan yang sudah masuk, mungkin sekitar 700 ribu ton. Jangan sampai sisanya lagi masuk saat musim panen nanti, yang membuat petani tidak mau menanam. Jika itu terjadi maka ancaman penurunan produksi itu bukan hanya terjadi tahun ini, tetapi juga tahun depan," ungkap Dwi.

Berkaitan dengan rencana pembatasan ekspor oleh Vietnam, Dwi menilai dari sisi dampaknya pada ketahanan pangan dalam negeri tidak krusial karena bisa mengalihkan permintaan ke negara lain jika memang diperlukan.

"Semestinya pemerintah meniru Vietnam yang memperkuat dan meningkatkan produksi dalam negeri agar tidak bergantung pada beras impor. Kesejahteraan petani harus diperhatikan agar semangat menanam tidak turun," tandas Dwi.

Dihubungi terpisah, Guru Besar Fakultas Pertanian UGM, Dwijono Hadi Darwanto, mengatakan bagi Indonesia, apa yang dilakukan Vietnam saat ini harus menyadarkan pemerintah tentang betapa pentingnya untuk mandiri pangan.

"Minimal kita tingkatkan program diversifikasi konsumsi ke nonberas untuk mengurangi tekanan pada produksi beras domestik," kata Dwijono.

Ketersediaan Air

Sementara itu, pengamat pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur, Surabaya, Zainal Abidin, mengatakan pemerintah perlu memastikan ketahanan pangan dengan memperbaiki program infrastruktur pertanian dalam negeri.

"Program infrastruktur pemerintah perlu diselaraskan dengan pembangunan sektor pertanian, baik dari sisi kebijakan maupun sarana dan prasarana pertanian. Sangat penting memparalelkan dengan pembangunan pertanian, karena infrasuktur adalah supporting system dari agribisnis, mulai dari hulu sampai hilir, yang di tengahnya ada proses on farm," katanya.

Keselarasan keduanya bisa mendorong pemerataan, bukan sekadar memacu pertumbuhan. Selain kebijakan-kebijakan yang berpihak seperti mengurangi impor dan menggalakkan subtitusi, juga harus dibarengi dengan membangun sarana irigasi, karena flora pertanian punya ketergantungan pada ketersediaan air.

"Perlu juga membangun jalan agar menunjang transportasi yang murah dan cepat sehingga produk dari desa bisa cepat di bawa ke kota, dan sebaliknya," kata Zainal.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top