Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sektor Keuangan

Kebijakan Moneter BI Terjebak dalam "Impossible Trinity"

Foto : KORAN JAKARTA/M FACHRI

Bank Indonesia (BI)

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) tahun ini dinilai terjebak dalam konsep trilema kebijakan atau impossible trinity. Sebagai konsekuensi dari jebakan tersebut maka otoritas moneter terkesan gamang dalam mengambil kebijakan moneter.

Sebagai informasi, konsep impossible trinity menjelaskan hubungan antara kestabilan nilai tukar, kebebasan arus modal, dan independensi kebijakan moneter yang dikenalkan oleh Robert Mundell dan Marcus Flemming pada 1960-an.

Guru Besar bidang Ilmu Ekonomi Moneter dan Perbankan Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Wasiaturrahma, mengatakan dalam berbagai kesempatan, BI selalu menjelaskan pertimbangan mempertahankan BI-Rate pada level 6,00 persen, tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability yaitu untuk penguatan stabilisasi nilai tukar rupiah serta langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1 persen pada 2024.

Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

"Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga," katanya.

Selain itu, kebijakan moneter BI terkunci dalam impossible trinity. "Mau tidak mau BI harus mengikuti the Fed untuk menjaga rupiah. Kondisi BI rate ini seperti "maju kena mundur kena". Kalau dinaikkan lebih dari ambang batas yang kedodoran sektor riil, tapi kalau diturunkan rupiah jadi kacau. Inflasi bisa naik lagi lewat nilai tukar rupiah yang kedodoran. Karena hegemoni dollar tidak bisa dilawan," katanya.

Dulu banyak orang yang berisik soal dedolarisasi. Terbukti, sekarang kalau dollar tetap gagah. BI repo rate itu lebih diarahkan pada nilai tukar rupiah-dollar. Untuk menahan rupiah agar tidak tergelincir terlalu dalam terhadap dollar Amerika Serikat (AS).

"Itu pun tidak ampuh. Alasan masalahnya bukan ada pada fundamental ekonomi kita, tapi di AS dengan kebijakan suku bunga the Fed," tegasnya.

Sementara itu, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan keputusan BI yang terlambat mengikuti kenaikan suku bunga berdampak pada depresiasi rupiah.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top