Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Keberimanan yang Otentik: Bahaya Politisasi Agama Pemecah Persatuan dan Penghancur Peradaban

Foto : istimewa

Antonius Benny Susetyo

A   A   A   Pengaturan Font

Keberimanan yang otentik, di sisi lain, seharusnya menjadi inspirasi dalam tata kelola kehidupan. Orang yang benar-benar beriman akan menunjukkan sikap rendah hati dan tidak akan mengeksploitasi agama untuk tujuan pribadi atau kelompok. Keberimanan yang otentik terwujud dalam perbuatan nyata yang bermanfaat bagi sesama, bukan sekadar dalam simbol atau retorika yang kosong.

Di tengah maraknya politisasi agama, penting bagi kita untuk kembali kepada esensi keberimanan yang otentik. Keberimanan yang tulus dan otentik akan membawa kita pada sikap yang rendah hati, dan penuh kasih. Hal ini sangat kontras dengan sikap sebagian elite politik mengedepankan kekuasaan dan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum dengan politisasi agama.

Para elit politik yang tidak tahu diri sering kali agama dimanipulasi dan mengintervensi media untuk mencapai tujuan mereka. Mereka menggunakan uang dan kekuasaan untuk mencapai tujuan pribadinya, tanpa menyadari bahwa orientasi semata-mata pada kekuasaan dan uang telah mencabik-cabik bangsa ini. Bisa diibaratkan antara mereka, saling menerkam dan menyerang, serta menghilangkan rasa manusiawi.

Dalam konteks ini, penting bagi kita untuk melihat kembali sejarah pahit yang telah dialami umat. Sejarah seharusnya menjadi cermin untuk memperbarui diri dan belajar dari kesalahan masa lalu. Namun, para elite politik dan agama yang terlanjur silau oleh kekuasaan dan uang sering kali melupakan mata hati mereka. Mata hati yang seharusnya menjadi panduan dalam mengambil keputusan moral.

Antara pasar dan agama kini telah bercampur menjadi satu, di mana agama dijadikan barang dagangan yang dikemas dengan baik dengan fokus memperhatikan penampilan. Agama kapital ini hanya menampilkan sisi luar yang menarik, tanpa memperhatikan esensi dan substansi agama itu sendiri. Roh agama yang seharusnya menjadi sumber ketenangan batin kini hanya menjadi sarana untuk melipur lara dan duka secara sesaat.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top