Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kebangkrutan Peternak Ayam

A   A   A   Pengaturan Font

Sudah hampir sebulan ini para peternak ayam menahan emosi. Betapa tidak, hitung-hitungan bisnis ayam tak lagi sesuai dengan teori. Bahkan, semakin lama kian menggerogoti modal. Malah, beberapa peternak sudah ada yang gulung tikar.

Tak ingin bisnis ternak ayam kalah bersaing, sejumlah peternak melakukan protes. Bukan dengan teriak-teriak di jalanan, tapi membagi-bagikan ayam secara gratis. Ini dilakukan karena harga jual ayam tak sebanding dengan harga biaya produksi.

Rendahnya harga jual ayam dirasakan oleh para peternak di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur sebelum Lebaran dan di Jawa Barat sesudah Lebaran. Saat ini rata-rata harga daging ayam di tingkat peternak berkisar 10.000 rupiah per kilogram, sementara harga biaya produksi sudah mencapai 18.500 rupiah per kilogram.

Tak cuma itu, sejumlah peternak mandiri memilih mengosongkan kandang akibat penurunan harga. Mereka mengaku harga sampai titik terendah seperti saat ini belum pernah dirasakannya sejak menjadi peternak mandiri pada 2001. Harga ayam potong saat ini kurang berpihak kepada peternak kecil.

Baca Juga :
Olahraga dan Politik

Sah-sah saja para peternak mengeluhkan harga jual. Sebab, kenyataannya di pasaran, harga rata-rata ayam hidup atau live bird secara nasional adalah 20.216 rupiah per kilogram. Sementara, harga rata-rata di Pulau Jawa ada di kisaran 11.327 rupiah per kilogram, dan harga live bird di Jawa Tengah dan Jawa Timur hanya di kisaran 8.845 rupiah dan 10.736 rupiah per kilogram.

Selain itu, harga per kilogram daging ayam di tingkat konsumen di Jawa mencapai rataan 30.808 rupiah, dan di Jawa Tengah dan Jawa Timur sendiri berkisar di harga 29.600 rupiah dan 25.200 rupiah. Bahkan, berdasarkan data Kementerian Pertanian dari Info pangan pada pantauan pasar di DKI Jakarta harga pada beberapa pasar pantauan 40.000 rupiah per kilogram.

Itu artinya, anjloknya harga jual ayam berbanding terbalik dengan kondisi di pasaran. Konsumen bahkan bertanya, kenapa harga ayam potong tetap tinggi di saat peternak mengeluhkan anjloknya harga jual? Kondisi seperti itu berbanding terbalik dengan pedagang yang mendapatkan keuntungan besar. Bahkan, keuntungan pedagang lumayan tinggi, sementara peternak malah menanggung rugi.

Pemerintah memang masih mendeteksi penyebab jatuhnya harga jual ayam. Beberapa perkiraan pun muncul, di antaranya karena tidak semuanya produksi daging ayam ras terserap di pasar tradisional. Hal ini kemungkinan terjadi karena peternak memprediksi akan terjadi peningkatan permintaan setelah Lebaran. Ternyata, kondisi demikian tidak terjadi sehingga produk menjadi melimpah.

Untuk itu, upaya untuk membantu peternak dalam memulihkan harga ayam terus dilakukan dan dikoordinasikan dengan pihak terkait. Hal lanjutan yang akan dilakukan adalah memastikan pelaksanaan afkir Parent Stock (PS) ayam ras broiler yang berumur di atas 68 minggu oleh seluruh pembibit PS ayam ras broiler selama dua minggu dimulai tanggal 26 Juni sampai 9 Juli 2019 diikuti pakta Integritas antara pemerintah dan perusahaan pembibit PS ayam ras broiler tersebut.

Selain itu, pemerintah juga meminta agar pelaku usaha perunggasan yang telah memenuhi ketentuan Pasal 12 Ayat (1) Permentan Nomor 32 Tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi, untuk meningkatkan kapasitas pemotongan di RPHU sampai 30 persen dari jumlah produksi ayam hidup internal.

Kita harapkan langkah-langkah strategis tersebut dapat segera mengembalikan harga ayam hidup sesuai dengan harga acuan. Toh, kondisi sekarang ini hanya sementara, seperti juga terjadi untuk beberapa komoditas lain seperti cabai. Terpenting lagi, kita semua tidak menginginkan peternak bangkrut sehingga harus ada langkah konkret untuk menanggulanginya.

Komentar

Komentar
()

Top