Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebutuhan Pangan Nasional I Kebijakan Impor Membuat Petani Malas Tingkatkan Produksi

Keanekaragaman Pangan Harus Dicapai Beberapa Waktu ke Depan

Foto : ANTARA/HENRY PURBA

PRODUKSI PADI DIPERKIRAKAN MENURUN I Pekerja menjemur gabah kering di Bojongkerta, Warungkiara, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Senin (11/3). Badan Pusat Statistik menyatakan potensi produksi padi pada empat bulan pertama di tahun 2024 akan menyentuh 18,59 juta ton gabah kering giling (GKG) atau turun 17,54 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu sebesar 22,55 juta ton GKG karena fenomena El Nino yang mengakibatkan kekeringan di sejumlah daerah produksi padi.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Upaya pemerintah melalui Kementerian Pertanian memacu produktivitas pangan khususnya beras akan sia-sia jika jajaran emerintah lainnya seperti Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) tetap memprioritaskan produk impor untuk memperkuat stok pangan nasional.

Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Agroekologi SPI, Muhammad Qomarunnajmi, mengatakan beras memang tetap menjadi andalan untuk memenuhi kebutuhan pangan di wilayah atau daerah. Namun demikian, kebijakan pemerintah belum sepenuhnya mendukung peningkatan produksinya.

Menurut Qomar, kebijakan pemerintah justru membuat petani malas untuk menggenjot produksi. Kondisi tersebut kalau tidak dibenahi maka defisit pangan di banyak wilayah akan terus berlanjut.

"Semestinya, pemerintah memprioritaskan penyerapan hasil panen petani daripada mengimpor beras, namun faktanya impor akhir akhir justru makin meningkat," jelas Qomar.

Padahal, kalau lebih mengutamakan penyerapan gabah petani lokal, tentu akan berdampak luas ke perekonomian nasional. Lebih spesifik lagi akan memotivasi petani untuk memacu produksi gabah.

Manfaat lainnya dengan memprioritaskan penyerapan produksi dalam negeri adalah akan mengantisipasi krisis regenerasi petani dan alih fungsi lahan pertanian.

Diminta terpisah, pengamat ekonomi dari STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko, mengatakan keberhasilan panen raya di beberapa wilayah seperti Demak seharusnya menjadi contoh bagi daerah-daerah lain yang selama ini menjadi sentra produksi beras nasional. Apalagi, Demak baru-baru ini dilanda banjir, tetapi mereka tetap bisa menjaga komoditas mereka sampai panen.

"Panen raya di saat harga bagus seperti saat ini akan memotivasi petani semangat menanam. Maka, jangan sampai beras impor merugikan petani. Harga harus dijaga kesetimbangannya," kata Aditya.

Masyarakat miskin kota sebagai konsumen harus bisa mengakses, sedangkan petani selaku produsen tetap untung. Kuncinya pada koordinasi kementerian terkait, Bapanas, dan pemda.

Kendati demikian, Aditya mengingatkan pemerintah agar tidak hanya fokus pada satu komoditas saja yaitu beras. Keanekaragaman pangan harus menjadi tujuan jangka panjang. "Intinya, jangan sampai didorong homogen. Meski aneka ragam. Kenapa? Agar kita tidak terlalu bergantung pada beras juga. Tiap daerah kan punya potensi pangan lokal itu harus di-support," jelas Aditya.

Menjadikan impor sebagai opsi untuk pemenuhan kebutuhan pangan, katanya, lebih banyak sisi negatifnya. Upaya itu tidak hanya berdampak buruk bagi produsen pangan, namun juga masyarakat umum karena mereka akan kekurangan pasokan beras di pasar, akibat petani enggan menanam. Dampaknya harga beras mahal karena ketersediaannya terbatas.

"Impor hanya akan memperlemah devisa negara dan menjadikan kita sangat bergantung pada negara luar sehingga gampang dikendalikan pihak lain," kata Aditya.

Fokus Utama

Sebelumnya, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Suwandi, dalam keterangan di Jakarta mengatakan sektor pertanian beras harus menjadi fokus utama dalam memenuhi kebutuhan pangan di wilayah.

Pernyataan itu mengacu pada keberhasilan Kabupaten Demak, Jawa Tengah, melakukan panen raya sekitar 560 ribu ton gabah kering dari luasan lahan mencapai 48.791 hektare.

"Di Demak, petani berhasil memanen padi di lahan puluhan ribu hektare atau sekitar 560 ribu ton gabah kering. Meski sedikit terkendala panen di awal masa panen karena banjir," kata Suwandi.

Dengan panen raya padi di Kabupaten Demak seluas 48.791 hektare membuat harga gabah perlahan turun.

Dia juga mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Demak yang terus mengawal jalannya pertanian di wilayah mereka dengan baik sehingga bisa melakukan panen mencapai 560 ribu ton gabah kering.

Di saat Kabupaten Demak, Grobogan, dan Kudus terkena musibah banjir pada awal Februari 2024, Kementerian Pertanian memberikan bantuan combine harvester 10 unit di Demak, 10 unit di Grobogan dan lima unit di Kudus dikelola sebagai brigade panen.

Progres masa panen yang sedang dilakukan oleh petani di Kabupaten Demak, akan membantu menekan tingginya harga beras daerah tersebut. "Ini tentu akan menstabilisasi harga beras di wilayah dan juga membantu kebutuhan pangan secara nasional," katanya.

Sesuai data Badan Pusat Statistik, secara nasional pada Maret hingga April memasuki panen raya dengan potensi produksi mencapai 8,5 juta ton beras.

"Ini menjadi momentum baik untuk diserap dan sebagian dijadikan stok," katanya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top