Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kasus Korupsi Asabri, Pakar Nilai Perhitungan Kerugian Negara Tidak Bisa dengan Total Lost

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pakar Hukum Administrasi Negara Dian Puji Nugraha Simatupang menilai dissenting opinion Anggota Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Mulyono Dwi Purwanto dalam kasus Asabri menjadi oase dalam padang gurun pemberantasan korupsi yang tidak berkepastian.

Dian menilai metode total lost untuk penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan BPK dalam kasus Asabri aneh dan tidak tepat sebagaimana disoroti hakim Mulyono dalam dissenting opinion-nya.

"Apa yang disampaikan Hakim Mulyono itu sangat tepat secara teori dan juga dari sisi konsep pengaturan kerugian negara. Karena memang harus secara nyata dan pasti. Menurut saya dissenting opinion ini seperti oase di dalam suatu padang gurun pemberantasan korupsi yang tidak berkepastian dan tidak punya konsep yang jelas," ujar Dian pada Sabtu (8/1/2022).

Dian menjelaskan bahwa total lost tidak dikenal lagi sejak ada Pasal 39 PP Nomor 38 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Tuntutan Ganti Kerugian Negara/Daerah terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain. Dalam Pasal 39 PP tercantum penentuan nilai kekurangan dari penyelesaian kerugian negara/daerah dilakukan berdasarkan nilai buku atau nilai wajar atas barang yang sejenis. Dalam hal baik nilai buku maupun nilai wajar dapat ditentukan, maka nilai barang yang digunakan adalah nilai yang paling tinggi di antara kedua nilai tersebut.

Tak hanya itu, Dian juga menyampaikan bahwa seharusnya dalam mengidentifikasi ada tidaknya kerugian negara dalam kasus Asabri, BPK juga merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 248 Tahun 2016 yang mengatur soal pengelolaan jaminan TNI-Polri.

Ia mengatakan bahwa terdapat aturan yang lebih tinggi yang tercantum dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Putusan Mahkamah Konstitusi soal frasa "…dapat merugikan keuangan negara' dalam Pasal 2 dan 3 UU Tipikor yang dinyatakan tidak berlaku lagi. Hal tersebut menegaskan bahwa perhitungan kerugian keuangan negara haruslah berdasarkan kerugian nyata dan pasti.

Sementara itu, menurutnya perhitungan kerugian keuangan negara dalam kasus Asabri oleh BPK tampak aneh lantaran ketika dijumlah kerugian keuangan negara dari sejumlah terdakwa, nilai totalnya melebihi dari yang didakwakan.

"Tidak mungkin kemudian kalau dijumlah berapa, ditotal-total ternyata lebih yang didakwakan, jadi membingunkan. Jadi, jumlahnya saja kelebihan, dari sisi-sisa masing-masing para pihak yang didakwakan tidak jelas juga berapa kemudian dia itu merugikan atau menimbulkan kekurangan uang berapa. Itu tidak sesuai dengan teorinya," jelas dia.
Halaman Selanjutnya....


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Sindi B Natalia Panjaitan

Komentar

Komentar
()

Top