Karavan Unta Jadi Tulang Punggung Transportasi
Foto: AFP/ Souleymane AG ANARADi kawasan Afrika Barat pada masa lampau masyarakat mengkonsumsi garam yang didapat dari pertambangan di kawasan gurun Sahara. Garam dari kawasan tersebut diangkut melalui karavan unta dan perahu di sepanjang sungai seperti Niger dan Senegal, garam sampai ke sejumlah pusat perdagangan. Dari sini kemudian diangkut jauh ke selatan atau ditukar dengan barang lain.
Lempengan garam yang relatif tahan lama namun berat dimuat ke atas punggung unta. Masing-masing hewan membawa dua balok yang beratnya masing-masing mencapai 90 kilogram. Pada masa kejayaannya, jumlah karavan unta bisa mencapai 500 hingga beberapa ribu ekor.
Karavan unta pertama kemungkinan besar melintasi Sahara barat pada abad ke-3 M atau lebih awal lagi, namun praktik ini benar-benar berkembang pesat pada abad ke-9 hingga ke-12 M. Ketika tiba di pusat perdagangan atau pemukiman besar di wilayah Sudan, garam tersebut ditukar dengan barang untuk dibawa melintasi gurun dalam perjalanan pulang.
Garam merupakan komoditas bernilai tinggi bukan hanya karena garam tidak dapat diperoleh di wilayah sub-Sahara namun juga karena garam terus-menerus dikonsumsi sementara pasokannya tidak pernah dapat memenuhi total permintaan. Garam yang berat dan berukuran besar berukuran besar memerlukan biaya yang lebih besar untuk diangkut dalam jumlah besar, yang hanya menambah tingginya harga barang tersebut.
Akibatnya, garam sering kali ditukar dengan debu emas, bahkan di beberapa daerah pedesaan garam kecil digunakan sebagai mata uang dalam transaksi perdagangan.
Raja-raja Ghana menyimpan timbunan garam di samping bongkahan emas yang memenuhi perbendaharaan kerajaan mereka. Perpindahan barang berharga tersebut dari satu pedagang ke pedagang lainnya memberikan banyak peluang untuk meningkatkan nilainya semakin jauh barang tersebut berpindah dari sumbernya di Sahara.
Seorang penjelajah Arab yang tidak disebutkan namanya pada abad ke-10 M mencatat operasi rumit perdagangan massal antara pedagang garam dan emas. Bahkan transaksi garam bisa menjadi sumber pendapatan yang menggiurkan bagi para penguasa. Misalnya, penjelajah Arab Al-Bakri, yang mengunjungi wilayah Sudan pada tahun 1076 M, menjelaskan bea masuk garam di Kekaisaran Ghana dikenakan pajak dua kali.
"Untuk setiap keledai yang membawa garam, Raja Ghana memungut satu dinar emas ketika dibawa ke negaranya dan dua dinar ketika dikirim keluar," dikutip dari The Cambridge History of Africa, Vol. 2 (2001).
Contoh lain, Timbuktu bertindak sebagai pedagang perantara dalam pertukaran sumber daya Afrika utara dan Barat. Sebongkah garam seberat 90 kilogram, yang diangkut melalui sungai dari Timbuktu ke Djenne di selatan bisa melipatgandakan nilainya dan bernilai sekitar 450 gram emas. hay/I-1
Berita Trending
- 1 Cagub Khofifah Pamerkan Capaian Pemprov Jatim di Era Kepemimpinannya
- 2 Ini Klasemen Liga Inggris: Nottingham Forest Tembus Tiga Besar
- 3 Cawagub Ilham Habibie Yakin dengan Kekuatan Jaringannya di Pilgub Jabar 2024
- 4 Cagub Luluk Soroti Tingginya Pengangguran dari Lulusan SMK di Jatim
- 5 Cagub Risma Janji Beri Subsidi PNBP bagi Nelayan dalam Debat Pilgub Jatim