Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kesehatan Masyarakat

Kampus Jangan Kerja Sama dengan Industri Rokok

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pimpinan perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, seharusnya bisa membatasi bahkan menolak kerja sama dengan perusahaan rokok. Saat ini berbagai program perusahaan rokok sudah secara terang-terangan masuk ke semua elemen masyarakat, termasuk ke perguruan tinggi.

Hal tersebut dikatakan oleh Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Edy Suandi Hamid, dalam sebuah diskusi kelompok terfokus, di Jakarta, Selasa (29/1).

Edy mengatakan, setiap tahun ratusan perguruan tinggi terlibat kerja sama dengan industri rokok dalam berbagai program bantuan, seperti pendidikan, penelitian, hingga pengembangan minat dan bakat mahasiswa.

Menurut dia, perguruan tinggi yang masih bekerja sama dengan industri rokok sering kali "keliru" menafsirkan program-program tersebut sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). "Padahal, sebagai akademisi, mereka seharusnya bisa melihat bahwa itu bukanlah CSR, melainkan upaya industri rokok untuk menutupi dampak negatifnya melalui berbagai yayasan," tuturnya.

Oleh karena itu, Edy mendorong perguruan tinggi untuk aktif memelopori dan menciptakan gerakan pengendalian tembakau. Apalagi, mahasiswa merupakan kelompok elite generasi muda yang menjadi sasaran utama industri rokok.

"Sebagai bagian elite pemuda, mahasiswa bisa menjadi panutan pemuda lainnya. Bila banyak insan kampus yang merokok, akan menjadi promosi gratis bagi industri rokok," katanya.

Bukan CSR

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Suryani Motik, menegaskan tidak ada CSR yang dilakukan industri rokok.

Menurut Suryani, masih banyak kesalahpahaman tentang CSR di Indonesia. Masyarakat awam memandang setiap kegiatan sosial perusahaan bagi masyarakat sebagai CSR. Padahal, menurut ISO 26000 yang sudah diratifikasi Indonesia, CSR adalah tanggung jawab untuk mengelola dampak dari keputusan dan aktivitas terhadap masyarakat dan lingkungan yang berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan, kesehatan, dan kesejahtaraan masyarakat.

Suryani mengatakan CSR sangat berkaitan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG's) yang juga sudah diratifikasi Indonesia. "Tujuan ketiga SDG's adalah kesehatan. Bagaimana posisi rokok bagi kesehatan? Di mana posisi industri rokok dalam SDG's," tuturnya.

Karena itu, Suryani menilai yang selama ini dilakukan industri rokok melalui berbagai yayasan bukanlah sebuah CSR, melainkan hanya upaya membangun citra baik untuk meningkatkan penjualan mereka.

"Hanya di Indonesia, olahraga yang bertujuan membangun masyarakat yang sehat dibiayai oleh industri rokok. Beasiswa-beasiswa pendidikan yang diberikan industri rokok juga merupakan upaya menyasar remaja untuk menjadi perokok," katanya.eko/E-3

Komentar

Komentar
()

Top