Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kabinet, Perbanyak Profesional

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Di parlemen dipastikan mendapat dukungan lebih dari 50 persen. Selain itu, dia juga tidak memiliki beban politik sebagai adalah kesempatan terakhir menjadi presiden. Semua modal sosial-politik harus digunakan sebaik-baiknya untuk menyusun kabinet dengan formasi terbaik.

Namun demikian, melihat perkembangan akhir-akhir ini, tampak betul hak prerogatif presiden untuk memilih menteri tersandera. Paling tampak tentu manuver partai politik (parpol) koalisi pengusung Jokowi-Ma'ruf yang terkesan mengintervensi atau mempengaruhi keputusan presiden dalam memilih menteri.

Hal ini sebenarnya bukan baru. Presiden sebelum-sebelumnya juga mengalami. Meski presiden memiliki hak penuh memilih menteri, akhirnya harus berkompromi dengan parpol dalam gerbong koalisi. Kesepakatan-kesepakatan politik inilah yang membuat susunan kabinet tidak ubahnya seperti bagi-bagi kekuasaan belaka. Alhasil, kursi menteri lebih banyak diduduki politisi perwakilan parpol, alih-alih profesional yang kapabel.

Kemudian kabinet tidak mampu bekerja secara profesional, efektif, dan efisien. Acapkali, para menteri terlibat dalam konflik kepentingan bernuansa politis yang membuat kinerjanya tidak maksimal. Hal itu tentu berdampak langsung pada buruknya kinerja pemerintah secara keseluruhan.

Kepemimpinan

Pada titik inilah kepemimpinan Jokowi diuji. Inilah momen membuktikan benar-benar seorang pemimpin atau sekadar petugas partai. Jika merujuk pada gagasan Franz Magnis Suseno, sejatinya seorang presiden adalah petugas rakyat, bukan partai. Meski dia didukung sejumlah parpol ketika maju sebagai capres, seorang presiden harus menyusun cabinet berdasar kepentingan rakyat, bukan semata mengakomodasi kepentingan pragmatis parpol pengusung.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top