Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Junta Myanmar Perpanjang Status Darurat, Tunda Pemilu yang Dijanjikan

Foto : CNA/REUTERS/Stringer

Tentara Myanmar berdiri di dekat kendaraan militer ketika rakyat melakukan aksi protes menentang kudeta militer di Yangon, Myanmar, pada 25 Februari 2021.

A   A   A   Pengaturan Font

YANGON -Junta Myanmar memperpanjang status keadaan darurat selama enam bulan pada Senin (31/7), menunda pemilu yang telah dijanjikan saat militer mengambil alih kekuasaan dari pemerintah sipil.

Myanmar telah dilanda kekerasan sejak kudeta menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi lebih dari dua tahun lalu. Militer melancarkan penumpasan berdarah terhadap mereka yang berbeda pendapat yang telah memicu pertempuran di seluruh wilayah negara itu.

Kepala Junta Min Aung Hlaing mengakui sebagian besar negara tidak berada di bawah kendali militer penuh, menurut media pemerintah.

Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional (NDSC) yang ditunjuk junta setuju untuk memperpanjang keadaan darurat yang diumumkan ketika para jenderal menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi.

"Masa darurat akan diperpanjang enam bulan lagi mulai 1 Agustus," kata media pemerintah mengutip Penjabat Presiden Myint Swe.

Undang-undang dasar 2008 rancangan militer Myanmar, yang menurut junta masih berlaku, mewajibkan pihak berwenang mengadakan pemilu baru dalam waktu enam bulan sejak status darurat dicabut.

Junta sebelumnya menjanjikan pemungutan suara baru pada Agustus tahun ini.

Min Aung Hlaing mengatakan pertempuran berlanjut di wilayah Sagaing, Magway, Bago dan Tanintharyi serta negara bagian Karen, Kayah dan Chin.

"Kami perlu waktu untuk melanjutkan tugas kami untuk persiapan sistematis karena kami tidak boleh mengadakan pemilihan yang akan datang dengan tergesa-gesa," katanya dalam pertemuan tersebut, menurut MRTV.

Mimpi Buruk tanpa Akhir

Tentara telah berkuasa di Myanmar selama beberapa dekade setelah kemerdekaan dari Inggris pada 1948, dan mendominasi ekonomi dan politik negara itu bahkan sebelum kudeta.

Myanmar terperosok dalam pertempuran dan serangan bom setiap minggu, ribuan warga sipil terjebak dalam kondisi kekerasan itu.

Satu orang tewas dan sekitar 12 lainnya luka-luka dalam ledakan di dekat pos pemeriksaan di tenggara, menurut seorang pejabat.

"Mimpi buruk bagi rakyat Myanmar tidak pernah berakhir adalah satu hal yang harus diambil oleh pengamat dari pengumuman junta SAC terbaru ini," kata Phil Robertson, wakil direktur Human Rights Watch Asia, kepada AFP, menggunakan singkatan nama resmi junta.

Dia mendesak komunitas internasional untuk berbuat lebih banyak.

"Junta militer siap berjuang sampai akhir untuk mempertahankan kekuasaan, terlepas dari berapa banyak darah yang ditumpahkan dan penderitaan yang ditimbulkan."


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : CNA

Komentar

Komentar
()

Top