Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
KTT Asean I Perdamaian dan Stabilitas sebagai Kunci untuk Mencapai Kesejahteraan

Jokowi Serukan Negara-negara Besar Tidak Mempertajam Persaingan

Foto : WILLY KURNIAWAN/AFP

PENYERAHAN KEKETUAAN ASEAN 2024 I Presiden Joko Widodo memberikan palu sidang sebagai simbol penyerahan Keketuaan Asean 2024 kepada Perdana Menteri Laos Sonexay Siphandone usai pidato penutupan KTT ke-43 Asean 2023 di Jakarta, Kamis (7/9).

A   A   A   Pengaturan Font

» Negara-negara mempunyai tanggung jawab yang sama untuk tidak menciptakan konflik baru, ketegangan baru, dan perang baru.

» Ketika suatu negara atau satu kawasan terganggu akan mempengaruhi kawasan yang lain.

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat membuka Konprensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Timur yang merupakan rangkaian KTT ke-43 Asean di Jakarta, Kamis (7/9), menyerukan kepada negara-negara besar di dunia untuk "memperkuat kerja sama, bukan mempertajam persaingan".

"Saya tidak tahu berapa banyak kata perdamaian dan stabilitas yang kita ucapkan di setiap pertemuan, karena perdamaian dan stabilitas adalah kunci untuk mencapai kemakmuran," kata Presiden Jokowi.

Dikutip dari The Straits Times, KTT Asia Timur tahunan mempertemukan para pemimpin dari Asean, Australia, Tiongkok, India, Jepang, Selandia Baru, Russia, Korea Selatan, dan Amerika Serikat (AS).

Presiden AS, Joe Biden, dan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, tidak hadir pada pertemuan tersebut. Namun Wakil Presiden AS, Kamala Harris, dan Perdana Menteri Tiongkok, Li Qiang, hadir di Jakarta.

Jokowi mengatakan negara-negara mempunyai tanggung jawab yang sama untuk tidak menciptakan "konflik baru, ketegangan baru, perang baru". "Kita juga mempunyai tanggung jawab untuk mengurangi ketegangan yang memanas, mencairkan suasana yang membeku, menciptakan ruang dialog, dan menjembatani perbedaan yang ada," kata Jokowi.

Presiden pun mendesak para pemimpin di KTT Asia Timur untuk "menjadikan forum tersebut sebagai tempat untuk memperkuat kolaborasi, tempat untuk memperkuat kerja sama, bukan untuk mempertajam persaingan".

Kawasan Indo-Pasifik telah menjadi arena di mana AS dan Tiongkok bersaing memperebutkan kekuasaan dan pengaruh. Selain itu, klaim Tiongkok atas Taiwan dan klaim yang tumpang tindih di Laut Tiongkok Selatan oleh Beijing dan beberapa negara, termasuk beberapa anggota Asean berpotensi menjadi titik konflik.

Para pemimpin Asean di KTT tersebut telah menegaskan kembali pesan-pesan perdamaian, stabilitas dan netralitas di tengah kekhawatiran atas meningkatnya persaingan antara Tiongkok dan AS.

Sebelumnya, pada Selasa, Jokowi memperingatkan bahwa Asean tidak akan menjadi "proxy bagi negara mana pun", dan akan bekerja sama dengan siapa pun demi perdamaian dan kemakmuran.

Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Riza Noer Arfani, menilai pernyataan Presiden Jokowi itu sejalan dengan keketuaan dalam KTT yang ingin menjadikan Asean sebagai episentrum pertumbuhan.

"Intinya, kalau ingin bekerja sama dengan Asean, jangan terlalu mendikte yang utamanya dalam konteks geopolitik seperti persaingan AS dan Tiongkok," kata Riza.

Dalam statemen Presiden Jokowi tersebut, ada ketegasan kalau AS dan Tiongkok ingin bekerja sama dengan Asean, maka seharusnya tetap berpegang pada prinsip dasar Treaty of Amity and Cooperation in South-East Asia sejak Asean didirikan pada 1976.

Sebagai contoh, saat Tiongkok ingin memainkan Laut Tiongkok Selatan dengan mengeluarkan peta baru, maka direspons dengan cukup baik melalui pertikaian kata-kata secara diplomatik.

"Kita memiliki Asean Value dalam mendekati sebuah masalah termasuk masalah Myanmar. Saya kira Presiden Jokowi telah memberikan statemen yang cukup jelas dan tegas mengenai prinsip dan kepentingan Asean," kata Riza.

Kolaborasi Diperkuat

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam, mengatakan seruan Jokowi tersebut ingin menegaskan kembali agar kerja sama dan kolaborasi antarnegara terus diperkuat secara berkelanjutan untuk mengurangi potensi persaingan tajam dan tidak sehat, karena kerap menjadi benih konflik.

Secara terpisah, Peneliti Ekonomi Politik Alpha Research Database Indonesia, Ferdy Hasiman, meminta agar negara-negara maju tidak terlalu egois dan tidak memikirkan pertumbuhan ekonomi global dan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang dan negara miskin.

"Lihat saja dampak dari perang Russia-Ukraina, lalu ketegangan antara AS dan Tiongkok menyebabkan pasokan energi dan pangan global terganggu. Negara-negara di dunia banyak yang kewalahan menghadapi kondisi ini, karena perdagangan global itu sudah saling terhubung. Ketika suatu negara atau satu kawasan terganggu akan mempengaruhi yang lainnya. Jadi, perang ini harus dihentikan," tegas Ferdy.

Pengamat ekonomi Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B. Suhartoko, mengatakan dalam perekonomian dunia saat ini, interdependensi antarnegara sangat kuat, sehingga gejolak di suatu negara atau kawasan akan berdampak terhadap negara atau kawasan lain, yang akan menimbulkan ketidakstabilan termasuk dalam bidang ekonomi.

"Jika ini sering terjadi maka perekonomian akan sering kali menghadapi ketidakpastian dan risiko. Kondisi ini tentu saja menambah kesulitan tersendiri dalam melakukan perencanaan baik pada level negara maupun bisnis," ungkap Suhartoko.

Dengan kerja sama yang baik akan menghasilkan perdamaian dan stabilitas yang menjadi kunci untuk mengurangi ketidakpastian yang semakin sering melanda dunia.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top