Jerih Payah Petani Kurma Irak Lawan Kekeringan demi Lindungi Kekayaan Nasional
Panen Kurma l Dua petani memanjat pohon untuk memanen buah kurma saat panen di sebuah lahan pertanian kurma dekat Desa Janajah di Irak pada Rabu (4/9) lalu. Demi mempertahankan kekayaan nasional, petani kurma Irak harus bersusah payah melindungi pohon-pohon kurmanya dari ancaman kekeringan yang terjadi akibat perubahan iklim.
Foto: AFP/AHMAD AL-RUBAYEDengan kaki telanjang menempel di batang pohon palem yang kasar dan punggungnya ditopang oleh tali pengaman logam dan kain, seorang petani bernama Ali Abed mulai memanjat ke atas sebuah pohon kurma. Di Irak, pohon kurma dan hasil panennya merupakan ikon nasional, tetapi saat ini pohon-pohonnya sedang dilanda kekeringan.
Dulu dikenal sebagai negara dengan 30 juta pohon kurma, budaya kuno penanaman kurma di Irak telah mengalami pergolakan terutama selama perang tahun 1980-88 dengan Iran dan sebelum terjadinya perubahan iklim yang menjadi ancaman besar.
Di wilayah pedesaan yang masih subur di Irak tengah dekat Desa Janajah di Provinsi Babylon, ratusan pohon kurma hingga kini masih berdiri tegak dan megah dikelilingi oleh tanaman merambat dan pohon buah-buahan lainnya. Selama musim panen, cabang-cabangnya penuh dengan tandan kurma yang berwarna kuning dan merah.
Bangun saat fajar untuk menghindari panas yang menyengat, para pemanen memanjat pohon kurma dengan hanya menggunakan kekuatan tubuh bagian atas, dibantu dengan tali kekang dan tali yang melilit batang pohon.
Ekspor kurma menghasilkan pemasukan sebesar 120 juta dollar AS bagi Irak tahun lalu dan menjadikannya ekspor terbesar kedua negara tersebut setelah minyak.
"Tahun lalu, kebun buah dan kebun kurma kehausan. Kami nyaris kehilangan keduanya. Tahun ini, puji Tuhan, kami mendapat air yang cukup dan panen yang baik," kata Abed, seorang petani kurma berusia 36 tahun dari Biramana, sebuah desa beberapa kilometer dari Janajah.
Sesampainya di puncak, mereka memetik kurma yang matang, mengisi keranjang yang diturunkan ke tanah dan dituangkan ke dalam baskom yang kemudian dimuat ke truk.
Namun, Abed mencatat bahwa hasil panen sekarang jauh lebih sedikit hanya sekitar setengah dari sebelumnya. Padahal dulu ia pernah mengumpulkan hingga lebih dari 12 ton, tetapi sekarang hanya menghasilkan empat atau lima ton saja.
Atas panen yang mengecewakan ini, Abed mengkritik kurangnya dukungan pemerintah dan mengatakan kampanye pemberantasan hama dengan semprotan insektisida saja tidak cukup.
Dulu Surga
Irak telah menghabiskan lebih dari satu dekade mencoba menghidupkan kembali pohon kurma yang menjadi aset ekonomi penting dan simbol nasional.
Sementara pemerintah sedang berupaya untuk meningkatkan jumlah pohon kurma di Irak, kekeringan berdampak besar pada petani. Pihak berwenang dan lembaga keagamaan pun tak tinggal diam dimana mereka telah meluncurkan program dan proyek besar untuk mendorong penanaman dan pertumbuhan pohon kurma.
Seorang juru bicara Kementerian Pertanian Irak mengatakan kepada kantor berita resmi INA bulan lalu bahwa untuk pertama kalinya sejak tahun 1980-an, jumlah pohon kurma telah meningkat menjadi lebih dari 22 juta, naik dari jumlah rekor terendah yang hanya delapan juta. Selama Perang Iran-Irak, kebun palem ditebang di area yang luas di sepanjang perbatasan untuk mencegah infiltrasi musuh.
Menurut Bank Dunia, saat ini kurma merupakan produk ekspor terbesar kedua Irak setelah minyak, yang mendominasi pendapatan ekspor dan menghasilkan lebih dari 120 juta dollar AS.
Pada tahun 2023, Irak mengekspor sekitar 650.000 ton kurma, menurut statistik resmi.
Namun di sekitar Janajah, banyak pohon palem mati dan terpaksa harus ditebang. "Semua pohon kurma ini mati karena kekeringan dan seluruh wilayah menderita," ungkap Maitham Talib, seorang petani berusia 56 tahun.
"Pohon kurma merupakan ikon Irak dan budaya memanennya sudah ada sejak ribuan tahun lalu.
Dulu kita punya air. Orang-orang mengairi lahan dengan sangat banyak. Sekarang kita butuh mesin yang canggih," kata dia sambil mengamati hasil panen.
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menobatkan Irak sebagai salah satu dari lima negara di dunia yang paling rentan terhadap beberapa dampak perubahan iklim. Negara ini telah mengalami kekeringan selama empat tahun berturut-turut, meskipun tahun ini ada sedikit keringanan dengan adanya hujan di musim dingin.
Bersamaan dengan meningkatnya suhu yang mencapai 50 derajat Celsius di musim panas dan menurunnya curah hujan, Irak juga menghadapi penurunan permukaan air sungai yang disebabkan oleh bendungan yang dibangun di hulu oleh Iran dan Turki.
Kifah Talib, 42 tahun, amat menyesalkan terjadinya kehancuran yang ditimbulkan oleh kekeringan. "Dulunya tempat ini bagaikan surga: apel, delima, pohon jeruk, dan tanaman merambat, semuanya tumbuh subur di sini," ucap dia. AFP/I-1
Berita Trending
- 1 Mitra Strategis IKN, Tata Kelola Wisata Samarinda Diperkuat
- 2 Amunisi Sehat, Khofifah-Emil Dapat Dukungan Nakes Muda Jatim!
- 3 Semoga Hasilkan Aksi Nyata, Konferensi Perubahan Iklim PBB COP29 Akan Dimulai di Azerbaijan
- 4 Kepala OIKN Sudah Dilantik, DPR Harap Pembangunan IKN Lebih Cepat
- 5 Keren! Petugas Transjakarta Tampil Beda di Hari Pahlawan
Berita Terkini
- Perkuat Ketahanan Demokrasi dengan Partisipasi Warga Negara
- KTT Luar Biasa OKI dan Liga Arab Digelar di Riyadh pada 10-11 November
- Studi Baru Tunjukkan Kaitan Konstipasi dengan Risiko Penyakit Jantung
- Kejari Tolak Penangguhan Penahanan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi
- Bahas Empat Isu Krusial, Kejagung Raker dengan Komisi III DPR RI