Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Dinamika Global

Jepang dan Barat Tak Bisa Lagi Dikte Tiongkok

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Tiongkok kini dinilai memiliki kekuatan politik dan ekonomi internasional yang kian kuat. Bahkan, Negari Tirai Bambu itu malah menjadi kekuatan yang amat diperhitungkan di kawasan Asia-Pasifik.

Kondisi tersebut membuat Tiongkok tidak bisa didikte lagi oleh kekuatan dari Jepang maupun negara Barat.

Hal itu dikemukakan oleh Profesor Jean-Pierre Lehmann, Guru Besar tamu di University of Hong Kong, dalam tulisan opini politik internasional berjudul "Why the West and Japan should stop preaching to a rising China" yang dimuat South China Morning Post, edisi Kamis (6/7).

Satu contoh kasus, papar dia, yaitu dalam sengketa di Laut Tiongkok Selatan (LTS) di mana Beijing mengklaim hampir sebagian besar kawasan perairan itu. Selain bersengketa dengan negara-negara Asia, tentunya klaim Tiongkok itu amat mengkhawatirkan Jepang dan Amerika Serikat (AS).

Setelah beberapa waktu bersengketa, tak ada satu negara yang bersinggungan kepentingan di LTS, yang secara frontal mau berurusan dengan Tiongkok.

"Alasan dari semua ini karena waktu telah berubah dan parameter yang berbeda mulai berlaku. Kini giliran Tiongkok, dan Tiongkok saat ini sudah tak bisa dianggap enteng lagi," ungkap Profesor Lehmann

Belajar dari Sejarah

Dalam tulisannya, Profesor Lehmann juga menekankan negara- negara yang tadinya imperialis harus belajar tentang sejarah dari kekejaman dan eksploitasi dan bekerja sama dengan Beijing untuk mencari jalan bagi perdamaian karena saat ini perkembangannya justru kebalikannya.

Dia pun menyarankan agar Jepang dan negara-negara Barat tidak perlu lagi menceramahi Tiongkok terkait moral dan nilai-nilai liberalisme karena pada faktanya terkadang hasilnya akan sebaliknya.

"Dengan menegakkan perdamaian, hal itu menjadi satusatunya cara untuk merangkul Tiongkok yang saat ini sedang mengalami kebangkitan dalam kekuatan dunia dan melakukan kontribusi secara konstruktif hingga perdamaian bisa tercipta," tukas Profesor lulusan Oxford University itu.

Pada akhirnya, lanjut dia, jika sengketa hampir selama berabad-abad, negara-negara kuat harus menyingkirkan persaingan yang mungkin akan menyapu ingatan sejarah atas kesalahan- kesalahan saat situasi itu terjadi.

Di abad ke-21 ini, menurut Profesor Lehmann, terjadi perubahan yang amat signifikan saat Tiongkok berubah jadi negara dengan kekuatan skala global. Kondisi dulu, Tiongkok ditindas oleh Jepang serta diinjak-injak oleh negara-negara Barat, kini berbalik 180 derajat.

Menanggapi ulasan Profesor Lehmann itu, Kepala Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Adde Ma'ruf, menilai analisis tersebut merupakan kritik kepada negara- negara Barat dan Jepang untuk tidak selalu menganggap remeh Tiongkok.

"Selama ini, seolah-olah Tiongkok adalah daerah jajahan Barat. Padahal, untuk menjadi seperti sekarang ini, Tiongkok berkembang melalui sejarah panjang," kata dia. Sejarah mencatat Tiongkok pernah diduduki oleh tujuh negara dan 400 ribu warganya dibantai di Nanjing oleh tentara Jepang.

Menurut Adde, sejarah penting untuk diketahui. Dari sejarah, masa depan bisa dibentuk menjadi lebih baik secara adil dan humanis. ils/YK/WP

Penulis : Ilham Sudrajat, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top