Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Jejak Hitam Penggunaan Gas Air Mata di Kerusuhan Stadion Sepak Bola

Foto : REUTERS/Stringer

Suporter mengevakuasi seorang pria akibat gas air mata yang ditembakkan polisi saat kerusuhan usai pertandingan sepak bola Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.

A   A   A   Pengaturan Font

Penggunaan gas air mata oleh aparat kepolisian sebagai respon atas kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pasca pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya, menjadi sorotan publik.

Pasalnya, penembakan gas air mata yang berujung pada kepanikan massa di dalam Stadion Kanjuruhan hingga meninggalnya pada 125 korban jiwa. Penggunaan gas air mata untuk menghalau massa di dalam stadion juga sejatinya dilarang oleh FIFA.

Larangan itu tertuang dalam Stadium Safety and Security Regulations. Dalam pasal 19 b disebutkan larangan membawa atau menggunakan senjata api atau gas pengendali massa.

Tak hanya dalam kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, penggunaan gas air mata dengan tujuan untuk menghalau massa turut mengakibatkan ratusan korban jiwa dalam pertandingan sepak bola di dunia.

Bersama tragedi Kanjuruhan, setidaknya tiga tragedi hitam paling mematikan dalam dunia sepak bola juga diperparah akibat penggunaan gas air mata untuk membubarkan kerusuhan massa.

Tragedi di Estadio Nacional, Lima, Peru, misalnya. Berniat menenangkan massa, aparat kepolisian kala itu melemparkan granat gas air mata untuk menghalau para suporter menyerbu lapangan untuk memprotes keputusan wasit yang membatalkan gol penyama kedudukan Peru di menit-menit akhir ketika melawan melawan Argentina dalam pertandingan kualifikasi Olimpiade yang digelar pada 24 Mei 1964.

Nahas, bukannya semakin tenang, penggunaan gas air mata justru membuat massa yang panik masuk ke koridor pintu keluar yang terkunci. Akibatnya, lebih dari 300 orang tewas, di mana sebagian besar dari mereka yang tewas diinjak-injak dan lebih dari 500 orang cedera.

Begitu pula yang terjadi ketika kerusuhan di Accra Sports Stadium, Accra, Ghana. Kondisi di Stadium itu berubah menjadi tak terkendali ketika polisi mulai menembakkan gas air mata ke tribun penonton sebagai respon atas tindakan penggemar Kumasi Asante Kotoko yang kala itu mulai melempar benda ke lapangan saat tim mereka tertinggal dari rival utama mereka, Hearts of Oak.

Alhasil, 126 orang dilaporkan meninggal pada tanggal 9 Mei 2001. Wakil menteri olahraga Ghana, Joe Aggrey, mengatakan kepada BBC bahwa dia yakin penggunaan gas air mata menyebabkan bencana.

Sementara di Stadion Kanjuruhan, kericuhan itu terjadi setelah polisi menembakkan gas air mata kepada suporter yang menyerbu lapangan usai tuan rumah Arema FC kalah 2-3 dari rival sengit di stadion yang penuh sesak.

Penggunaan gas air mata dan sikap represif inilah yang dikritik banyak aktivis di tanah air. Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Teo Reffelsen menuntut Kapolri dan Panglima TNI untuk melakukan pemeriksaan terhadap anggotanya yang diduga menggunakan kekuatan berlebih hingga kekerasan ketika bertugas mengamankan lapangan pertandingan.

"Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) harus melakukan pemeriksaan terhadap aparat yang bertugas dilapangan karena jelas ada penggunaan kekuatan berlebih yang tidak proporsional serta kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa, selain itu terhadap Anggota TNI harus juga diperiksa oleh Panglima TNI mengingat penerjunan Anggota untuk mengamankan Pertandingan Sepakbola jelas bukanlah tugas prajurit TNI. Lebih dari pada itu, atasan Anggota Polisi dan TNI yang bertugas di lapangan juga harus dimintai pertanggungjawaban (command responsibility) karena sangat mungkin semua tindakan yang menyebabkan hilangnya ratusan nyawa tersebut terjadi atas pembiaran atau bahkan atas perintah atasan," jelas Teo.

Kapolda Jawa Timur, Irjen Nico Afinta sendiri menjelaskan anggotanya terpaksa menggunakan gas air mata untuk melakukan pencegahan.

"Dilakukan (penembakan) gas air mata karena suporter sudah anarkis, menyerang petugas, merusak mobil, akhirnya kena gas air mata," jelas Nico.

Sejauh ini, Mabes Polri mencopot setidaknya total sepuluh anggota buntut tragedi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Dalam Surat Telegram Kapolri Nomor ST/2098/X/KEP./2022 tertanggal 3 Oktober 2022, diketahui posisi Ferli sebagai Kapolres Malang digantikan oleh AKBP Putu Kholis yang sebelumnya menjabat Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Selain Ferli, sembilan komandan Brimob Polda Jatim turut dinonaktifkan karena dugaan melakukan penembakan gas air mata, antara lain:

  1. Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat
  2. Komandan Batalyon AKBP Agus Waluyo
  3. Komandan Kompi AKP HAsdadarmawan
  4. Komandan Kompi AKP Untung Sudjadi
  5. Komandan Kompi AKP Danang Sasongko P
  6. Komandan Peleton AKP Nanang Pitrianto
  7. Komandan Peleton Aiptu Budi Purnanto
  8. Komandan Peleton Aiptu Solikin
  9. Komandan Peleton Aiptu M Samsul
  10. Komandan Peleton Aiptu Ari Dwinanto

Sementara Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa menegaskan pihaknya akan menghukum bahkan mempidanakan anggotanya yang terbukti melakukan penganiayaan dalam kerusuhan di Stadion Kanjuruhan

Dia pun menyebut tindakan kekerasan yang dilakukan aparat berseragam TNI dalam tragedi Kanjuruhan itu sebagai perlakuan yang berlebihan. Ia pun menekankan bahwa pihaknya telah melakukan investigasi sekaligus dengan proses hukum.

"Karena memang yang viral itu, itu kan sangat jelas tindakan di luar kewenangan. Jadi kalau KUHP Militer pasal 126 sudah kena, belum lagi KUHP-nya. Jadi kami tidak akan mengarah pada disiplin, tetapi pidana. Karena memang itu sudah sangat berlebihan," ujar Andika setelah mengikuti rapat koordinasi khusus di Gedung Kemenpolhukam pada Senin (3/10).

Andika menuturkan proses hukum akan dilaksanakan secara langsung oleh Mabes TNI.

"Satuan akan telusuri dulu. Biarkan kami tuntaskan sampai dengan besok sore. Kami janji. Tapi kami juga sambil menunggu nih apabila ada video-video lain yang bisa dikirim ke kami, siapa tahu ada penonton yang saat itu juga mengambil video yang bisa menjadi bahan melengkapi investigasi dan proses hukum kami," katanya.


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Suliana

Komentar

Komentar
()

Top