Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kepala Komunikasi Korporat PT Pembangunan Jaya Ancol, Rika Lestari, soal Pengelolaan Ancol

Jaya Ancol Menunggu Saran Gubernur

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Masyarakat Jakarta Utara menuntut agar kawasan pantai Ancol dikembalikan menjadi ruang publik tidak berbayar. Tuntutan masyarakat ini mendapat lampu hijau dari Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat. Dia meminta agar pengelola kawasan Ancol menggratiskan biaya masuk khusus ke pantai.

Lalu bagaimam sikap PT Pembangunan Jaya Ancol terkait dengan rencana menggratiskan kawasan Pantai Ancol, reporter Koran Jakarta, Peri Irawan mewawancarai Kepala Komunikasi Korporat PT Pembangunan Jaya Ancol, Rika Lestari, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Apa tanggapan Anda soal permintaan Gubernur DKI Jakarta agar masuk Ancol itu gratis?

Sejauh ini, kami belum bisa banyak berkomentar. Karena kami akan menghadap dulu ke beliau (Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat), meminta arahan lebih lanjut seperti apa, jadi saat ini kita belum bisa banyak berkomentar dulu.

Apa memungkinkan akan digratiskan?

Kita tunggu saja arahan lebih lanjut. Karena, kita ini kan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang sahamnya sebesar 72 persen dimiliki oleh Pemprov DKI Jakarta. Kita tunggu saja bagaimana kelanjutan nya. Atau selanjutnya mendapat undangan dari Pemprov DKI, kita lihat bagaimana ke depannya.

Kalau ini digratiskan, berapa potensi pendapatan yang hilang?

Kalau masalah untung rugi, saya sedikit ilustrasikan begini. Jadi, biaya operasional, inovasi yang kita berikan di area Ancol itu melalui tiket itu. Jadi, bagaimana Ancol bisa menjadikan tempat wisata yang aman, nyaman, bersih, seperti kita lihat pasirnya putih, tertata, toilet juga gratis, sarana transportasi umum gratis, kantong-kantong parkir, dan parkir pun tidak pakai jam. Juga untuk kebersihan dan pengelolaan sampah. Jadi, alokasi biaya tiket Ancol ini kami arahkan untuk biaya operasional kawasan tersebut.

Berapa pendapatan tiket rata-rata per bulan?

Pendapatan yang kita peroleh dari tarif tiket ini, sekitar 70 persen kita arahkan untuk biaya operasional dan inovasi itu. Kalau rata-rata pendapatan bisa kita lihat di annual report kita yang bisa diakses di www.ancol.com. Di sana ada annual report yang kita tayangkan. Sebenarnya pemasukan tiket ini lebih rendah dari biaya operasional itu.

Bagaimana Ancol menutupi kekurangannya itu?

Kita tutup dari pemasukan lainnya. Tidak serta merta tiket sebesar 25 ribu rupiah per orang itu, kesannya Ancol sudah untung banyak. Padahal, yang perlu digaris bawahi adalah dengan tiket 25 ribu rupiah, pengunjung dapat keamanan, kenyamanan, tidak ada pungli, bersih dan parkir pun tidak dibuat jam.

Bagaimana dengan pembuatan apartemen di lokasi Ancol dengan pihak lain?

Itu ada aturannya. Tapi saya lupa Peraturan Gubernur atau Peraturan Daerahnya nomor berapa.

Kabarnya pedagang kaki lima di sana bukan orang Jakarta Utara?

Pedagang kaki lima ini sudah kita akomodir sekitar 120 orang. Kita kasih ID card, kita kasih seragam, bahkan kita juga kasih lapak berjualan dari kontainer yang dimodifikasi. Itu free. Artinya, PKL ini tidak kita lepas begitu saja. Karena kami itu tempat wisata yang mengusung continuity, karena kami khawatir pengunjung terganggu oleh PKL-PKL liar. Maka kewajiban kami sebagai pengelola itu memanaje keberadaan PKL ini.

Pedagang ini diambil dari mana saja?

Rata-rata mereka datang dari ring I Ancol, warga sekitar daerah Pademangan, Jakarta Utara. Kami juga minta rekomendasi dari kepala wilayah setempat, mereka punya surat keterangan bahwa mereka orang dekat situ. Mereka semua, rata-rata orang Jakarta Utara, dari kawasan Pademangan Ancol. P-5


Redaktur : M Husen Hamidy

Komentar

Komentar
()

Top