Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Guru Besar Universitas Brawijaya, Malang, Adi Susilo

Jangan Terlalu Mudah Menyalahkan Alam Tanpa Ada Usaha Mencegah Kerusakan

Foto : ISTIMEWA

Guru Besar Universitas Brawijaya, Malang, Adi Susilo

A   A   A   Pengaturan Font

Dunia telah melihat rentetan bencana yang belum pernah terjadi sebelumnya, baik untuk lokasi kejadian maupun kedalaman dampaknya. Sebut saja fenomena estafet banjir di Pakistan, Prancis, Australia, serta kebakaran ratusan hektare hutan di Italia dan Amerika Serikat.

Sebagai negara yang rentan dengan bencana alam, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebanyak 1.945 kali bencana alam terjadi di Indonesia sepanjang 2022. Kejadian yang mendominasi adalah cuaca ekstrem, banjir, dan tanah longsor. Rinciannya, bencana banjir terjadi sebanyak 756 kali, tanah longsor 377 kali, cuaca ektrem 694 kali. Sementara itu, gempa bumi terjadi sebanyak 12 kali, kebakaran hutan dan lahan 94 kali dan gelombang pasang dan abrasi 11 kali.

Berikut wawancara wartawan Koran Jakarta, Selo Cahyo Basuki, dengan Ketua Pusat Studi Kebumian dan Kebencanaan sekaligus Guru Besar bidang Ilmu Geofisika Kebencanan dan Sumber Daya Alam Universitas Brawijaya, Malang, Adi Susilo. Petikannya:

Apa penyebab perubahan iklim?

Memang sekarang terjadi hujan yang tidak sesuai pakemnya, bergeser waktunya, juga sering muncul La Nina dan El Nino, meskipun sebetulnya itu adalah peristiwa biasa karena tekanan udara di laut dan sebagainya. Tetapi sering terjadi. Sebetulnya semua ini bermuara ke manusia. Kenapa? Dimulai karena global warming akibat ada atau penggunaan zat-zat yang tidak pada tempatnya atau berlebihan. Global warming sebetulnya panas yang terperangkap sehingga akhirnya memicu perubahan-perubahan iklim itu. Berikutnya, ada orang yang mengatakan, misalnya banjir dan longsor terjadi karena curah hujan tinggi. Ya memang tinggi, tetapi sebelum-sebelumnya curahnya juga besar, tapi tidak terjadi apa-apa.

Mengapa sekarang sampai banjir dan longsor?

Karena air hujan tidak diserap oleh tanah, akibatnya menjadi yang disebut aliran atau limpasan permukaan. Saat limpasan permukaan besar, terjadi banjir. Sekarang kan aparat atau birokrat paling mudah menyalahkan alam. Padahal alam tidak pernah salah. Kalau menyalahkan alam sama dengan menyalahkan pembuatnya. Yang patut kita koreksi adalah manusia berbuat apa.

Berarti bencana ini juga banyak disebabkan oleh ulah manusia?

Ada andil perilaku manusia yang serakah. Lihat saja sekarang ini bencana banjir membawa material. Banjir bandang ini terjadi karena di atas materialnya banyak dan sering ada penebangan hutan. Hutan yang tadinya bisa diinfiltrasi air hujan, sekarang tidak bisa lagi gara-gara gundul. Tidak rekahan-rekahan akar yang memasukkan air ke bawah.

Sedimen-sedimen di atas terbawa turun ke sungai akibatnya menjadi dangkal. Kalau tidak dikeruk, airnya cepat meluber dan mengenai pemukiman penduduk. Jadi, sekarang jangan menyalahkan hujan deras, bahkan hujan sedikit pun sudah bisa menyebabkan banjir. Makanya perlu pemerintah sering mengeruk sungai karena kita berkejaran dengan waktu. Musim hujan kali ini belum puncak.

Zat-zat apa saja yang menyebabkan pemanasan global?

Penggunaan AC (mengandung freon). Karbonmonoksida (CO2) dari kendaraan bermotor dan asap pabrik. Terbukti saat pandemi lalu banyak pabrik tidak beroperasi, langit bisa cerah dan biru. Terjadi perbaikan alam. Sekarang transportasi sudah berjalan lagi. Apalagi sekarang sudah semakin banyak orang yang menggunakan AC. Ini yang menyebabkan panas terperangkap di bumi. Kalau sampai terjadi hujan asam seperti saat revolusi industri. Ini yang terdampak semuanya, manusia, hewan, tanaman bahkan batu-batuan akan cepat rusak. Memang penggunaan listrik dari AC menguntungkan PLN, tapi efeknya ini yang harus dipikirkan. Selain dampak, semakin tinggi kebutuhan listrik masyarakat, semakin banyak batu bara yang dibakar atau PLTU fosil yang beroperasi. Memperparah global warming.

Apa yang harus dilakukan ?

Dengan aktivitas ekonomi yang sekarang mulai normal, mestinya manusia bisa me-manage dirinya sendiri. Tapi, meskipun 2030 ada target pengurangan fosil fuel, ternyata tetap kurang karena jika dihitung-hitung dengan bertambahnya jumlah penduduk, penggunaan kendaraan bertambah. Ada studi, sampai kapan pun, penggunaan fosil fuel tidak akan berhenti selama pabrik kendaraannya masih memproduksi. Kenapa tidak berhenti membuat kendaraan berbahan bakar bensin karena yang inves tidak terima.

Bagaimana dengan pembangkit listrik tenaga fosil?

Sama saja, tetap yang inves tidak akan terima. Karena pebisnisnya bukan orang sembarangan. Apalagi sekarang BUMN harus membeli listrik yang diproduksi swasta. Mereka tidak mau rugi.

Bagaimana dengan hutan?

Laju penghancuran hutan atau deforestasi jauh lebih tinggi dan cepat dari reboisasinya. Mereka dengan seenaknya menebang pohon-pohon yang sudah tumbuh puluhan dan ratusan tahun yang mengeluarkan oksigen. Kayunya diambil. Padahal dunia sekarang tergantung dengan Brasil, Indonesia dan Kongo sebagai paru-paru dunia.

Potensi bencana iklim?

Sangat tinggi, 80 persen bencana yang terjadi di dunia disebabkan bencana hidrometeorologi yang disebabkan perubahan iklim. Bencana alam lainnya jauh lebih kecil. Bencana hidrometeorologi ini seperti program, banjir dan longsor tiap tahun pasti ada terus. Pertanyaannya sekarang, ada tiap tahun mengapa tidak bisa mengantisipasi. Itulah pertanyaan kita semua. Apakah regulasi tidak benar-benar dilaksanakan, kesadaran masyarakat kurang atau pemangku kebijakan tidak bisa menerapkan. Sebetulnya undang-undangnya sudah bagus. Tapi implementasinya yang kurang. Masyarakat sebetulnya mudah diedukasi.

Mengapa sekarang negara-negara maju yang pendidikannya tinggi juga sering dilanda bencana iklim?

Karena memang climate change ini bersifat global. Ada peningkatan intensitas hujan dan ruang di wilayah mereka untuk menginfiltrasi hujan ke tanah juga berkurang.

Bagaimana soal kebakaran hutan dan lahan?

Belum lagi karhutla (kebakaran hutan dan lahan) ini, selama peraturan tidak ditegakkan dengan baik, akan terus terjadi. Yang membakar hutan ini katanya supaya land clearing bisa lebih cepat. Selama bos-bosnya tidak mendapat sanksi yang jelas, karhutla tetap ada. Padahal kebakaran maupun penggundulan hutan sama akibatnya, oksigennya akan berkurang. Secara fisika bereaksi, oksigen berkurang dan panas dari bawah tidak bisa naik ke atas, tapi memantul lagi ke permukaan.

Bagaimana dengan ozon yang berlubang?

Memang ada di daerah lintang berapa itu, sinar ultravioletnya langsung lebih berbahaya lagi. Padahal sinar matahari mengandung semua radiasi mulai ultraviolet sampai infrared. Cahaya nampak tidak terlalu bahaya, paling-paling panas lalu berteduh. Tapi, sinar infra merah ini bila terkena akan berpengaruh pada dalam tubuh.

Apa yang harus dilakukan?

Intinya satu, jangan terlalu mudah menyalahkan alam, tidak ada usaha. Kita sebagai manusia diberi akal, harus punya rencana untuk memperbaiki keadaan. Mitigasi itu mencegah atau mereduksi resiko. Kalau tetap terjadi, paling tidak risikonya berkurang. Banjir tetap terjadi, bagaimana kita bisa mengurangi dampaknya. Tidak sampai membawa material di atas, kan lebih baik. Mitigasi ini secara tidak langsung bisa dikatakan juga termasuk pengurangan penggunaan energi fosil, jangan ada deforestasi, dan manusia jangan mengukur semuannya dengan ekonomi. Bukankah jasa lingkungan itu juga bisa menghasilkan ekonomi, seperti pajak karbon itu.

Sejauh mana bencana iklim bisa diprediksi, bisa dijelaskan?

Bencana iklim lebih bisa diperkirakan karena kita tahu dalam bulan-bulan tertentu akan hujan. Terbukti selokan dan sungai mulai dibersihkan, itu juga termasuk upaya mitigasi.

Disebut kota-kota pesisir akan tenggelam dalam beberapa tahun mendatang, bagaimana dengan Indonesia sebagai negara kepulauan dan dengan garis pantai yang panjang?

Itu sangat mungkin terjadi pada kawasan pesisir kita. Pertama, dengan adanya global warming, suhu naik satu derajat saja, ribuan ton es di kutub akan mencair. Otomatis menaikkan permukaan air laut. Itu saja akan naik. Belum lagi selanjutnya penggunaan air tanah berlebihan oleh masyarakat pesisir. Apakah mereka salah? Kita tidak bicara soal salah-benarnya, tapi akibatnya. Karena itu membuat di bawah tanah akan tidak padat, semakin banyak rongga-rongga dan terjadilan land subsidence (penurunan tanah). Selain itu ada intrusi air laut. Air laut beda massa jenisnya dengan air tawar. Normalnya permukaan air sumur yang dipompa turun, lalu akan naik lagi. Suatu saat, permukaan air tetap turun, karena tidak ada recharge lagi. Rongga-rongga yang tadinya diisi oleh air tanah ini akan diisi oleh air laut. Sehingga kalau air sumur sudah terasa payau, artinya terjadi intrusi.

Apakah penggunaan air tanah hanya rumah tangga saja?

Sekarang ada namanya sumur pantau, yang permukaannya bisa naik turun. Pernah ditelitili di daerah Sidoarjo. Ternyata setiap masa libur hari raya, permukaan airnya naik. Artinya, karena saat itu pabrik-pabrik libur sehingga penggunaan air tanah oleh industri berkurang drastis. Tapi pada hari-hari biasa permukaannya turun. Artinya, penyedotannya cukup signifikan. Pemerintah, dalam hal ini Dinas Lingkungan, harus lebih awas. Rumah tangga hanya mengambil di lapisan yang atas, kalau industri lebih dalam lagi.

Mana lebih parah dampaknya?

Tentu kawasan industri, karena mereka tidak ter-cover oleh air PDAM.

Muncul inisiatif negara-negara berkembang menuntut pendanaan negara-negara maju terkait transisi energi, pendapat anda?

Negara-negara maju ini, dengan banyaknya industri otomatis akan mengeluarkan karbon yang tinggi. Akibat ulah mereka, bumi atau alam ini mengalami kenaikan suhu dan sebagainya. Nah, tuntutan itu sangat baik sekali agar kita bisa punya pembangkit yang renewable atau green energy. Seperti geotermal, surya, air, dan lain-lain.

Apa dampak perang di Ukraina ke perubahan iklim?

Memang disebut ini menyadarkan negara-negara soal kemandirian energi, khususnya dengan cara transisi ke energi terbarukan. Tapi sayangnya, di Eropa karena kekurangan pasokan gas, industrinya akan mulai menggunakan batu bara lagi. Ini menjadi ancaman bagi target karbon dunia, karena akan menggunakan pembangkit listrik dari batu bara. Padahal batu bara ini yang menjadi penyebab utama hujan asam di Inggris, karena proses pembakarannya melepas kandungan sulfurnya ke udara.

Negara-negara kaya menawarkan Indonesia dana 20 miliar dollar AS untuk menghentikan penggunaan batu bara, pendapat Anda ?

Itu menarik karena Presiden juga sudah bilang untuk mengurangi penggunaan batu bara. Tapi ini harus dilihat, hibah atau utang. Saya yakin berupa utang. Kalau utang apakah efektif, sementara negara lain yang tidak menjadi paru-paru dunia ada yang tetap menggunakan batu bara. Yang penting juga, apakah jumlah yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan kita untuk melakukan transisi dari pembangkit batu bara. Kalau tidak cukup, bisa-bisa kita harus mencari utang tambahan untuknya. Maka harus dihitung.

Bagaimana Anda melihat upaya transisi energi kita?

Regulasi di Indonesia terkadang ribet. Sekarang kan PLN hanya regulator, pemainnya swasta. PLN harus beli listrik dari swasta. Nah, berapa pun banyaknya yang disediakan swasta harus dibeli. Listrik itu kadang tidak bisa habis. PLN sampai utang, itu karena yang dibeli dari swasta dengan yang dijual PLN bisa jadi karena lebih banyak yang dibeli.


Redaktur : Redaktur Pelaksana
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top