Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Tindak Pidana Korupsi - Perilaku Korup Sudah Jadi Budaya dalam Masyarakat

Jangan Lelah Berantas Korupsi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Korupsi terus bertranspformasi dan modusnya makin canggih. Upayakan KPK untuk membrantasnya belum mampu mengikis perbuatan yang sangat merugikan ini.

JAKARTA - Jelang Hari Anti Korupsi Internasional yang jatuh pada Sabtu (9/12), wajah pemberantasan korupsi belum juga tuntas. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi, namun hasilnya masih jauh panggang dari api. Praktisi hukum yang mantan anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Chandra Hamzah mengungkapkan, langkah kita untuk memberantas korupsi di Indonesia masih merupakan jalan panjang, dan kita tidak boleh berhenti ataupun lelah. Masalah korupsi ini bukan masalah hukum lagi tetapi karakter budaya yang telah tercipta di tengah-tengah kita.

Kita harus ciptakan kondisi yang taat hukum. Hal tersebut harus diciptakan sehingga ultimum remedium tidak selalu diterapkan. "Kita itu lebih sering membuat aturan yang tidak logis sehingga lebih sering orang melakukan pelanggaran," ujar Chandra Hamzah dalam diskusi buku 'Korupsi dalam Silang Sejarah di Indonesia', di Galei Cemara 6, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (8/12). Chandra menjelaskan, kelompok strukturalis melihat masalah korupsi sebagai problem ketidakseimbangan kekuasaan.

Oleh karena itu, kekuasaan harus dibuat seimbang dengan check and balences. Akan tetapi perlu aktor untuk menjaga hal tersebut untuk tetap akuntabel."Sistem yang baik itu harus diisi oleh orang baik itu memang harus ada di pos penting sehingga bisa memastikan sistemnya menjadi baik," katanya. Sementara Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo mengatakan, tantangan gerakan anti korupsi ialah bagaimana menjadikan pemberantasan korupsi sebagai kontestasi politik. Selama ini isu kontestasi politik lebih didominasi oleh problem sosial dan ekonomi yang direpresentasikan oleh calon pejabat publik melalui janji-janji mereka.

"Isu korupsi ini yang belum menjadi isu serius dalam memberikan janji-janjinya untuk mengakses kekuasaan," kata Adnan. Oleh karena itu, masyarakat juga harus menaikan level tuntutan mereka sehingga direspon oleh kelompok politik untuk dijadikan program yang konkret. Pelajaran dari negara lain seperti Singapura dan Korea Selatan yang berhasil memberantas korupsi itu ketika partai berkuasanya mengambil langkah tegas membangun pondasi baru untuk menekan angka korupsi itu.

Menurutnya, partai politik harus menggunakan gerakan anti korupsi sebagai gerakan politik yang menggunakan anti korupsi sebagai platform pergerakan mereka untuk membangun kekuatan yang berbeda dari kekuatan kompromistik yang berbeda. "Kita punya banyak partai, tetapi dari semua partai itu sama saja," tegasnya.

Sumber Konflik

Untuk itu, Sejarawan, akademisi dan penulis, Peter Carey menggagas sebuah acara yang bertujuan untuk merangkul seluruh masyarakat guna saling bertukar pandangan secara kritis, dan mampu mengubah paradigma melalui tindakan nyata serta berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi.

"Kami ingin berbagi pengetahuan melalui pemaparan, perbandingan dan melihat tindakan korupsi melalui berbagai perspektif, termasuk akar sejarahnya kepada masyarakat luas," ujarnya. Ia menuturkan, sejak meluncurkan buku Korupsi dalam Silang Sejarah Indonesia, sejak itu pula buku tersebut telah diterima dan dihargai oleh masyarakat pembaca Indonesia. Menurut Peter Carey, orupsi menghantui Tanah Air sejak zaman Pangeran Diponegoro (1785-1855). Masalah korupsi juga menjadi pemicu utama perang di Jawa (1825-1830) meskipun tidak pernah sekalipun dibahas dalam buku-buku sejarah. "Buku ini menghidangkan informasi yang berangkat dari spektrum sejarah panjang," imbuhnya. Oleh karena itu, melalui buku ini, Peter Carey mengajak seluruh lapisan masyarakat menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi dengan mempelajari akarnya dan mengubah paradigma. rag/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top