Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Tata Niaga Pangan I Pemerintah Diduga Ingin Mengontrol Harga Gabah Sesuai HPP

Jangan Hancurkan Harga Gabah Petani dengan Impor Beras

Foto : Sumber: BPS – Litbang KJ/and - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Untuk mengamankan stok beras pada bulan Ramadan, pemerintah lebih memilih mengimpor beras, ketimbang menyerap produksi gabah petani dalam negeri yang dalam waktu dekat segera memasuki panen raya. Kecenderungan impor itu bukan sekadar target memenuhi stok, tetapi sangat jelas kalau pemerintah memilih memberi devisa ke petani di negara lain, ketimbang meningkatkan pendapatan petani dalam negeri seiring dengan meningkatnya harga gabah di tingkat petani.

Hal lain yang tak pernah disampaikan pemerintah adalah impor menjelang musim panen sebagai strategi untuk mengontrol kembali harga gabah di tingkat petani sesuai dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Padahal, tingkat HPP sangat rendah dibanding dengan biaya produksi sehingga petani pasti merugi jika terpaksa menjual sesuai harga HPP.

Tidak heran, kalau pernyataan Kementerian Pertanian (Kementan) yang bertanggung jawab soal peningkatan produktivitas pangan kerap berbeda dengan Kemendag dan Bulog yang bertanggung jawab soal ketersediaan stok beras.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Suwandi, dalam keterangan di Jakarta, akhir pekan lalu, menyebutkan dengan merujuk hasil pengamatan Kerangka Sampel Area atau KSA, Badan Pusat Statistik (BPS), potensi produksi beras nasional dari hasil panen raya yang akan berlangsung pada Maret-April 2024 diprediksi mencapai 8,46 juta ton.

Suwandi pun memastikan pasokan beras dalam negeri hingga Ramadan 1445 Hijriah dipastikan aman karena sejumlah daerah telah memasuki musim panen raya hingga bulan Mei 2024. Dengan perkiraan produksi 8,46 juta ton dinilai cukup besar dan mampu mencukupi kebutuhan nasional.

Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi, saat dihubungi Antara di Jakarta, Minggu (3/3), menyebutkan ada tambahan kontrak impor sebanyak 300 ribu ton beras dari Thailand dan Pakistan guna memperkuat stok pangan nasional terutama menghadapi Ramadan dan Idul Fitri 1445 Hijriah. "Sudah ada penambahan kontrak 300 ribu ton beras lagi dari Thailand dan Pakistan untuk penguatan stok Bulog," kata Bayu.

Beras impor itu masih dalam perjalanan menuju ke Indonesia dan akan menambah kekuatan stok di Gudang Bulog yang saat ini mencapai 1,3 juta ton.

Benahi Penyerapan Gabah

Menanggapi proyeksi panen dan impor beras itu, Guru Besar Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Masyhuri, mengatakan penting bagi Bulog, Kementan, dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk segera memperbaiki manajemen penyerapan gabah atau beras petani dan manajemen pelepasan ke pasar.

Dengan statemen Kementan mengenai prediksi panen raya Maret-April sebesar 8,4 juta ton, semestinya tidak diperlukan impor untuk antisipasi kebutuhan Ramadan dan Hari Raya. Masalahnya, sampai hari ini kontrak-kontrak pengadaan tidak optimal dan selalu mengandalkan impor untuk memenuhi kuota dalam negeri.

"Kontrak-kontrak pengadaan perlu diperbaiki sekaligus juga pelepasan beras ke pasar. Dua ini kalau telat-telat ya kejadian seperti awal tahun ini, beras melambung tinggi padahal sebenarnya bisa diantisipasi," kata Masyhuri.

Dia juga mendorong pengelolaan manajemen pengadaan dan pelepasan diperbaiki bersamaan dengan perbaikan peningkatan produktivitas panen. Dengan begitu, dugaan-dugaan bahwa ada kepentingan di balik impor bisa ditepis.

"Impor itu gampang, beda dengan pengadaan dari petani sendiri. Juga kita bisa menduga, gampang juga kalau mau cari untung dari impor-impor pangan ini. Kalikan saja per kilogram kalau ada selisih harga," tandas Mayshuri.

Sebelumnya, Deputi bidang Statistik Produksi BPS, M Habibullah, mengatakan terdapat potensi produksi beras yang cukup besar mencapai 8,46 juta ton dalam dua bulan mendatang, yakni Maret-April 2024.

"Potensi produksi beras nasional pada Maret diperkirakan mencapai 3,54 juta ton dan April sebesar 4,92 juta ton," kata Habibullah.

Produksi pada Maret sekitar 3,54 juta ton ditopang sekitar 87 persen oleh 10 provinsi, yakni Jawa Timur, Jawa tengah, Jawa barat, Sumatra Selatan, Sulawesi Selatan, Sumatra Utara, Aceh, Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan Banten.

Sementara itu, potensi produksi beras April sebesar 4,92 juta ton sekitar 80 persen tersebar di 10 provinsi, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa barat, Sulawesi Selatan, Lampung, Sumatra Selatan, Nusa Tenggara Barat, Banten, Aceh, dan Sumatra Utara.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, menyatakan bahwa penguatan manajemen pangan diperlukan untuk memastikan inflasi saat Ramadan terjaga, mengingat hingga kini komponen bergejolak (volatile food) masih menjadi penyumbang inflasi terbesar.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top