Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Jaga Netralitas Polri

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Menjaga netralitas TNI, Polri, dan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden adalah keniscayaan. Apalagi reformasi mengamanahkan TNI dan Polri aktif harus menjauh dan netral dalam politik. Begitu juga bagi para ASN harus netral dan tidak boleh memihak, apalagi mendukung salah satu pasangan calon yang berlaga dalam pilkada.

Itulah yang menyebabkan pengangkatan Komjen Pol M Iriawan sebagai penjabat gubernur Jawa Barat menimbulkan polemik. Sejumlah kalangan, terutama politisi di Senayan, mengkritik pengangkatan tersebut, serta menilainya melanggar aturan. Selain itu, mereka mencurigai pengangkatan Iriawan yang masih berstatus anggota Polri aktif, mengusung agenda memenangkan pasangan tertentu yang bertarung dalam Pilgub Jabar.

Apalagi di Jabar, kontestasi pilkadanya diikuti jenderal-jenderal (purn) dari TNI dan Polri. Jabar merupakan wilayah strategis yang menjadi lumbung suara untuk Pilpres 2019. Memang, pertarungan yang melibatkan jenderal-jenderal (purn) TNI dan Polri merupakan fenomena baru dalam pilkada langsung. Fenomena ini harus dilihat sebagai bagian dari demokrasi. Demokrasi memang membolehkan para jenderal pensiun atau pensiun dini menjadi calon kepala daerah. Namun keikutsertaan para eks jenderal TNI/Polri itu tentu harus juga diikuti birokrasi yang netral.

Jika jenderal-jenderal aktif ditunjuk menjadi Plt Gubernur, persaingan pilkada bisa dan berpotensi mengarah pada kecurangan. Bisa saja Plt menggunakan kewenangannya untuk mengondisikan dan memerintahkan birokrasi untuk memenangkan salah satu paslon. Ini sangat berbahaya. Karena itu, sejumlah fraksi pun mewacanakan penggunaan hak angket di parlemen.

Tetapi pemerintah berkukuh pengangkatan Iriawan untuk mengisi kekosongan jabatan yang ditinggalkan Ahmad Heryawan, yang berakhir pada 13 Juni lalu, tidak melanggar perundangan. Publik pun mempertanyakan sikap pemerintah yang berkukuh melantik mantan Kapolda Metro Jaya Komjen (Pol) Iriawan sebagai penjabat Gubernur Jawa Barat.

Pelantikan Iriawan ini terkesan dipaksakan. Apalagi wacana pemilihan Iriawan sebagai penjabat Gubernur Jawa Barat pernah dipersoalkan Februari 2018. Ketika itu, Iriawan dianggap kurang tepat mengisi posisi tersebut karena masih berpangkat bintang dua. Iriawan juga saat itu masih jadi Asisten Operasional Kapolri yang masuk dalam struktural Mabes Polri.

Namun, Maret 2018 Iriawan dipromosikan menjadi Sestama Lemhannas dan membuatnya berpangkat bintang tiga. Jabatan ini menjadikan Iriawan lepas dari struktural Mabes Polri. Atas langkah itu, publik menilai promosi Iriawan terkesan telah dipersiapkan sebagai batu loncatan menjadi penjabat gubernur.

Rakyat pun mempertanyakan sosok Iriawan yang terus digadang menjadi penjabat gubernur Jawa Barat. Sikap kukuh melantiknya seolah menunjukkan pemerintah yakin hanya dia yang mampu menyelesaikan persoalan Jawa Barat. Padahal bangsa ini tidak pernah kekurangan pejabat eselon I yang berintegritas dan siap mengisi jabatan Plt di daerah-daerah yang akan melaksanakan pilkada.

Di tengah suasana kompetisi politik yang panas, seharusnya pemerintah berlaku bijak dalam membuat keputusan. Apalagi Iriawan terikat dengan UU No 2 Tahun 2001 tentang Polri. Pasal 28 ayat (3) menyatakan, "Anggota Kepolisian Negara RI dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian." Pemerintah seharusnya memastikan pejabat yang ditunjuk benar-benar netral, sehingga tidak menimbulkan persoalan baru kelak.

Untuk menghindari kegaduhan, DPR bisa saja memanggil mendagri untuk minta penjelasan mengenai kasus ini. Hindari kegaduhan yang kontraproduktif. Sejalan dengan itu, seluruh masyarakat, khususnya Jabar, wajib mengawal kinerja penjabat gubernur dalam menjalankan tugasnya. Semoga pilkada Jabar berjalan aman, tertib, dan menjamin seluruh pemilih dapat menggunakan hak pilihnya secara bebas. n

Komentar

Komentar
()

Top