Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Jaga Muruah Pengadilan, Majelis Hakim Diminta Tak Keluar dari Dakwaan Kasus TPPU Anak Usaha Telkom

Foto : antarafoto

Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Tim Penasihat Hukum Heddy Kandou (TPHHK) melayangkan surat ke Ketua Majelis Hakim memohon agar dalam persidangan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) anak usaha PT Telkom, Majelis Hakim tidak mengeluarkan kata-kata di luar konteks dakwaan, demi menjaga muruah pengadilan.

Selain berkirim surat ke Ketua Majelis Hakim, Bapak Agam Syarief Baharudin, surat terkait perkara No.85/Pid-Sus-TPK/2023/PN.Jkt.Pst (perkara Heddy Kandou), juga ditembuskan ke Ketua Kamar Pengawasan Mahkamah Agung dan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Menurut Koordinator TPHHK, Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, SH, MH, selain memohon agar Majelis Hakim tidak mengeluarkan kata-kata di luar konteks dakwaan, pihaknya juga mendesak agar Padmasari Metta, yang menjadi saksi dalam perkara tersebut, segera ditetapkan sebagai tersangka.

Menurut Kaligis, kliennya (Heddy Kandou) yang mrnjadi terdakwa dalam perkara No. 85/Pid.sus-TPK/2023/PN.Jkt.Pst., telah mengalami perlakuan, sikap dan perkataan yang menyudutkan oleh Hakim Anggota Bambang Joko Winarno, S.H., M.H., dalam persidangan pemeriksaan perkara No. 85 tersebut, serta perkara lain yang masih berkaitan, di mana klien kami saat itu menjadi saksi.

"Di dalam persidangan tanggal 22 November 2023, menghadirkan saksi dari JPU yang salah satunya adalah saksi Stefanus Suwito Gozali, di mana dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan Hakim Anggota Bambang Joko Winarno, S.H., M.H. telah melontarkan kalimat-kalimat di antaranya, "Katanya sudah berhenti menjadi Direktur tapi nyatanya masih cawe-cawe itu ya", "Itu kemana uang itu, uang jin dimakan setan", "KAP Rekayasa", "Akta abal-abal", "Ente sudah pensiun jadi Direktur kenapa ente masih cawe-cawe, kalau ente mau cawe-cawe silahkan duduk jadi komisioner", "…jadi komisaris makan gaji buta", "yang komisaris tidak berfungsi yang bukan komisaris lebih berfungsi. aneh bin ajaib kan", "iya itu perusahaan aneh bin ajaib Namanya".

"Kalau cuma terjun ke lapangan Saudara jadi supervisor gak usah jadi Komisaris, turun pangkat saudara jadi supervisor lapangan", "Kenapa gak saudara jadi supervisor, supervisornya suruh jadi Komisaris", "Saudara digaji 5 juta Supervisor, yang Supervisor lulusan SMA digaji 30 juta gak papa, wajar 30 juta SMA gak bisa kerja", "Pesan tersembunyi", semua kata-kata tersebut diatas tidak pantas diucapkan oleh Yang Mulia Hakim Bambang Joko Winarno, S.H., M.H," kata Kaligis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (13/12).

Ditambahkannya, sebagai penasihat hukum, pihaknya dan kliennya, selalu menghormati Hakim dengan mengucapkan kata "Yang Mulia". "Mendengar kata-kata Hakim tersebut, kami merasa itu tidak etis, di luar kewajaran, tendensius," ujar Kaligis.

Sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Keputusan Bersama Ketua MA RI Dan Ketua Komisi KY RI Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 - 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim, bahwa hakim sebagai figure sentral dalam proses peradilan senantiasa dituntut untuk mengasah kepekaan nurani, memelihara integritas, kecerdasan moral dan meningkatkan profesionalisme dalam menegakkan hukum dan keadilan bagi rakyat banyak.

Oleh sebab itu, semua wewenang dan tugas yang dimiliki oleh hakim harus dilaksanakan dalam rangka menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan tanpa pandang bulu dengan tidak membeda-bedakan orang seperti diatur dalam lafal sumpah seorang hakim, di mana setiap orang sama kedudukannya di depan hukum dan hakim.

Kewajiban hakim untuk memelihara kehormatan dan keluhuran martabat, serta perilaku hakim sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan harus diimplementasikan secara konkret dan konsisten baik dalam menjalankan tugas yudisialnya maupun di luar tugas yudisialnya, sebab hal itu berkaitan erat dengan upaya penegakan hukum dan keadilan.

"Bahwa komentar-komentar 'nyelekit' Hakim Bambang Joko Winarno, S.H., M.H. sebagaimana diuraikan diatas, mengundang tawa para pengunjung yang berada didalam ruang persidangan. Para terdakwa dan para saksi seolah-olah sedang dipermalukan di ruang persidangan. Ruang persidangan yang mulia, tercoreng dengan sikap Hakim Bambang Joko Winarno, S.H., M.H. Tidak ada lagi penghormatan terhadap keluhuran nilai kemanusiaan. Tidak ada lagi penghormatan terhadap asas praduga tak bersalah," tukas Kaligis.

Pihaknya juga mendesak agar pelaku utama dalam kasus tersebut, yaitu Padmasari Metta, segera ditetapkan sebagai tersangka. "Sehubungan dengan maraknya perhatian terhadap kinerja pengadilan yang pasti Bapak Hakim ketahui. Dakwaan terhadap Heddy Kandou adalah karena Heddy Kandou aktif menghubungi PT. Telkom untuk kasus yang didakwakan oleh JPU yaitu Dakwaan Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ujar Kaligis.

Pihaknya menjelaskan bahwa dari lima BAP (berita acara pemeriksaan) saksi yang telah memberikan keterangan, kelima saksi membuktikan bahwa yang aktif menghubungi PT. Telkom adalah Padmasari Metta.

"Mohon agar diteliti 5 BAP Saksi yaitu, Saksi Moch. Rizal Otoluwa tanggal 7 September 2023, Saksi Stefanus Suwito Gozali tanggal 8 September 2023, Saksi Syelina Yahya tanggal 5 September 2023, Saksi Rinaldo tanggal 7 September 2023 dan Saksi Sosro H. Karsosoemo, ST, tanggal 4 September 2023, di mana kelima Saksi-Saksi tersebut dengan terang benderang menyatakan bahwa PADMASARI METTA sebagai pihak yang aktif dalam proses pengurusan dokumen-dokumen serta berkomunikasi dengan pihak PT Telkom sehubungan dengan proses pelaksanaan proyek pengadaan barang PT. Telkom," tukas Kaligis.

Dijelaskannya, sudah sejak pihaknya memegang perkara ini, pihaknya melihat bahwa Sdri. Padmasari Metta yang mestinya dijadikan tersangka, justru didalam berkas hanya dijadikan saksi dalam perkara ini. Padahal Sdri. Padmasari Metta yang aktif menghubungi PT. Telkom, sesuai dengan 5 BAP saksi yang telah kami lampirkan.

"Berdasarkan hal tersebut diatas, maka demi keadilan kami mohon agar Padmasari Metta ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, sehingga tidak terjadi tebang pilih kasus korupsi," ujar Kaligis.

"Selanjutnya sesuai dengan surat yang kami ajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengenai sikap Hakim Bambang Joko Winarno S.H., M.H. Selaku Hakim Anggota Majelis, yang juga telah kami laporkan kepada Ketua Komisi Yudisial berdasarkan Surat No. 1066/OCK.XI/2023, tertanggal 24 November 2023, maka kami mohon untuk sidang selanjutnya kami berharap Bapak Ketua Majelis Hakim sebagai pemimpin persidangan, dapat mengawasi persidangan dan mencegah dikeluarkannya kata-kata yang tidak disampaikan oleh saksi serta diluar konteks dakwaan seperti cawe-cawe, uang jin makan setan, makan gaji buta, kantor akuntan publik rekayasa, aneh bin ajaib dan akta abal-abal," tukas Kaligis.

"Hal ini demi menjaga kemuliaan dan muruah pengadilan serta kami sebagai Penasihat Hukum keberatan akan kata-kata di luar konteks dakwaan tersebut di atas," ujar Kaligis menutup pembicaraan.

Sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi barang dan jasa senilai 236 miliar rupiah, di anak usaha Telkom. Dari delapan tersangka, sebanyak enam orang sudah berstatus terdakwa dan kasusnya mulai disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta. (*)


Redaktur : Sriyono
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top