Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Jadi Aktivis Sejak Mahasiswa, Dia Dipercaya Presiden Dua Kali Jadi Menteri

Foto : Istimewa

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA -Lahir di Kota Solo pada 1 Desember 19570, Tjahjo Kumolo mulai merintis karirnya sebagai aktivis sejak ia menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, salah satu universitas negeri terkemuka yang ada di Kota Semarang, Jawa Tengah.

Tjahjo sendiri lulus dari Fakultas Hukum Undip pada tahun 1985. Sejak zaman masih mahasiswa sampai lulusnya dan menyandang gelar sarjana hukum, Tjahjo aktif di dunia aktivis. Ia aktif di organisasi kemahasiswaan. Juga organisasi kepemudaan.

Bahkan, lewat jalur kepemudaan, karir Tjahjo sebagai aktivis menanjak naik. Ia jadi aktivis benar-benar merangkak dari bawah. Menapaki tangga demi tangga.

Dari tahun 1983 sampai 1993, jejaknya sebagai aktivis tercatat di beberapa organisasi. Salah satunya di Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Di organisasi kepemudaan berskala nasional, Tjahjo serius menapaki jalur hidupnya sebagai aktivis. Ia pernah jadi Ketua KNPI Jateng. Lalu dipercaya jadi Sekjen KNPI. Sampai kemudian puncaknya terpilih sebagai Ketua Umum KNPI.

Tidak hanya di KNPI, Tjahjo juga aktif di organisasi Pemuda Panca Marga (PPM). Di organisasi ini, ia pernah jadi ketuanya. Tjahjo juga tercatat pernah jadi Dewan Penasehat, Dewan Pertimbangan Pemuda Pancasila, Sekretaris MKGR, Anggota Dewan Pengurus DHN 45 dan yang menarik, Tjahjo juga pernah tercatat sebagai pengurus pleno MUI Jateng. Ia juga sempat aktif sebagai Dewan Sensor Film dan Anggota DF Bappenas.

Pengalaman di beragam organisasi ini jadi bekal Tjahjo saat memutuskan terjun ke dunia politik. Karirnya di dunia politik pun berjalan mulus. Bahkan ia menorehkan prestasi mencengangkan. Dari tahun 1987 sampai 2014, ia tercatat sebagai anggota DPR/MPR. Capaian yang bisa dikatakan rekor.

Di parlemen pun, ia sempat dipercaya memegang posisi strategis. Tjahjo pernah jadi Ketua Fraksi PDI Perjuangan, partai tempatnya bernaung. Di partai yang dikomandani Megawati Soekarnoputri, Tjahjo juga sempat dipercaya menduduki beberapa posisi penting dalam struktur kepengurusan partai. Ia pernah jadi Ketua DPP dan Direktur SDM Litbang DPP PDI Perjuangan. Dan puncaknya dipercaya Megawati Soekarnoputri jadi Sekjen PDI Perjuangan.

Sampai kemudian, PDI Perjuangan mencalonkan Joko Widodo (Jokowi), Wali Kota Solo untuk jadi Calon Gubernur pada ajang Pilkada di DKI Jakarta pada tahun 2012. Di hajatan itu, ada peran Tjahjo dalam memenangkan duet Jokowi-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Sebab ia yang dipercaya jadi Ketua Tim Sukses Jokowi-Ahok.

Kemudian sejarah pun mencatat, Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla keluar sebagai jawara dalam pemilihan presiden tahun 2014. Peran Tjahjo dalam memenangkan Jokowi-Kalla sangat menonjol. Sebab, ia yang dipercaya menjadi komandan perang pemenangan atau Ketua Tim Sukses Jokowi-Kalla.

Jokowi pun jadi Presiden. Dan Tjahjo lantas masuk kabinet. Oleh Presiden Jokowi, ia dipercaya jadi Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Lima tahun, di periode pertama kepemimpinan Jokowi-Kalla, Tjahjo dipercaya penuh jadi Mendagri.

Bahkan, Tjahjo sempat jadi Pelaksana Menteri Hukum dan HAM. Juga jadi Menteri Pertahanan Ad Interim di Kabinet Indonesia Maju. Jabatan lainnya yang pernah dipegangnya saat periode pertama Presiden Jokowi, adalah sebagai Wakil Ketua Kompolnas dan Ketua Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).

Sampai kemudian, Jokowi kembali maju dalam pemilihan presiden tahun 2019 berpasangan dengan KH Ma'ruf Amin. Dan kembali keluar sebagai pemenang. Lagi-lagi, Tjahjo masih dipercaya masuk kabinet. Kali ini bukan sebagai Menteri Dalam Negeri. Tapi sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB).

Di pundaknya, kini percepatan reformasi birokrasi yang jadi salah satu fokus Presiden Jokowi dipanggulnya. Tugas yang tak gampang. Karena bagaimana pun, birokrasi jadi etalase sebuah Negara di mata dunia internasional. Jika birokrasinya trengginas dan profesional, citra Negara di mata rakyat dan investor pun akan baik. Sebaliknya, jika mesin birokrasi buruk, maka citra Negara di mata masyarakat dan dunia internasional juga ikut buruk. Maka, mewujudkan birokrasi Indonesia berkelas dunia pun jadi tekadnya.

Dari awal merintis karir sebagai aktivis, jadi anggota DPR enam periode, kader partai hingga kini jadi menteri di dua periode pemerintahan, Tjahjo selalu memegang prinsip, loyal kepada pimpinan dan selesaikan tugas sebaik-baiknya, tanpa ada agenda pribadi.

Baginya, tugas yang diamanahkan adalah kehormatan dan kepercayaan. Kehormatan dan kepercayaan yang harus dibayar lunas oleh dedikasi dan loyalitas pengabdian. Baginya menyelesaikan tugas dengan penuh tanggungjawab adalah kewajiban yang harus dituntaskan sampai akhir pengabdian.

Ia tak neko-neko. Apalagi aji mumpung memanfaatkan jabatan untuk kepentingan dan ambisi pribadi. Baginya, tugas dituntaskan, itu sudah jadi kebanggaan. Karena itu yang bisa ia wariskan dari pengabdiannya kepada negara dan bangsa. Baik sebagai aktivis, legislator, kader partai atau kini sebagai pembantu Presiden, prinsip itu yang dipegangnya erat.

Prinsip lainnya yang ia pegang, buka mata dan juga telinga. Melihat dan mendengar. Sedia dikritik demi bisa menyerap aspirasi. Siap sedia berdiskusi. Karena bagaimana pun kata dia, keberhasilan yang dicapai dalam tugas, bukan karena diri sendiri semata, tapi itu atas dukungan serta perhatian banyak pihak. Baik yang mendukung selalu, maupun yang rajin mengkritiknya. Baginya, kritik adalah vitamin untuk introspeksi dan memperbaiki diri.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top