Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Inspirasi Perjuangan Hidup Keluarga Prasejahtera

A   A   A   Pengaturan Font

Judul : Behind A Decade

Penulis : Anton Prasetyo, dkk

Penerbit : Azyan Media

Cetakan : I, Mei 2018

Tebal : xiv + 114 Halaman

ISBN : 978-602-5552-15-1

Keluarga yang ekonomi bawah bukan berarti lemah dan tidak berdaya. Buktinya, semangat juang mereka kadang begitu mengagumkan. Mereka lebih tegar dan pantang menyerah. Mereka pekerja keras.

Ketegaran keluarga miskin merupakan salah satu aspek penting yang kadang terlupakan. Dengan membaca dan menelusuri kisah-kisah mereka, maka muncul inspirasi baru. Buku ini menuturkan 10 kisah Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (KPMPKH) Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Gunungkidul tersohor berkondisi geografis kering sehingga lebih rentan terhadap masalah sosial ekonomi.

Meski mengalami banyak rintangan, 10 keluarga dalam buku ini membuktikan bahwa perjuangan hidup dapat mengantarkan anak-anak ke gerbang kesuksesan. Kondisi sulit mereka terima dengan hati lapang. Bahkan, mereka juga memiliki semangat menyekolahkan anak-anak hingga menjadi sarjana.

Sejak kecil, anak-anak dilatih hidup prihatin. Mereka juga menanamkan ajaran agama sejak dini. Sepuluh keluarga dalam buku ini, rela membiarkan rumah dalam keadaan tak terawat. Demi pendidikan anak-anak, mereka rela mengesampingkan ego diri, hidup sederhana.

Ibu Karjinem, misalnya, merupakan salah satu KPM PKH dari Dusun Jeruklegi, Katongan, Nglipar, Gunungkidul. Ia tingga di rumah kayu berdinding gedek (anyaman bambu) dan berlantaikan tanah. Sepeda pun tidak punya. Aktivitas keseharian dilakukan dengan berjalan kaki. Namun, anak-anaknya berprestasi (halaman 1-2).

Demikian juga Ny Dartiyah. Meski kesulitan ekonomi, ibu dari 10 anak ini berusaha menyekolahkan anak, walau harus ada yang kuliah sambil berjualan siomay (halaman 11-18). Kondisi rumah yang sederhana dan perekonomian pas-pasan bukan masalah. Meski demikian, banyak keluarga prasejahtera yang memiliki anak-anak yang mampu mengukir prestasi hebat. Eva dan Evi, misalnya, dua anak kembar dari pelosok desa yang merupakan putri dari Ny Aima memiliki segudang prestasi yang membanggakan.

Kisah Ny Yohana F Rubinah pun tak kalah hebat. Suatu ketika, anak pertamanya lulus SMP, namun keluarga tak memiliki uang untuk mendaftarkan sekolah lanjutan. Rubinah tak menyerah, terus mencari uang sampai terkumpul, sehingga anaknya bisa sekolah. Dia menjual sayur keliling, usaha kelontong, hingga pembuat kerupuk. Akhirnya sang anak dapat meraih sarjana dengan beasiswa. Kini, dia menjadi salah satu pendamping PKH Gunungkidul.

Ketika memasuki rumah sederhana berdindingkan kayu milik keluarga Ny Aima, orang akan disambut dengan kursi sederhana yang mulai rusak di banyak bagian. Ada televisi kecil di salah satu sudut ruangan. Namun, ada juga deretan piala, hasil kegigihan putra-putrinya dalam berbagai bidang olahraga. Evi pernah menjuarai turnamen catur tingkat nasional (halaman 75-76).

Daya penerimaan terhadap keadaan prasejahtera telah mengantarkan ibu-ibu KPM PKH mampu menanamkan karakter positif pada anak. Ibu yang penuh semangat hidup akan mengalirkan energi kepada putra-putrinya. Pembaca mungkin perlu belajar dari Ny Ismiyati yang selalu merasa cukup dengan miliknya. Meski rumah hanya kayu, lantai batu kasar, dan makan seadanya, keluarganya selalu bisa menerima keadaan (halaman 78).

Seorang mahasiswi, Yeni Prasetyowati, berjuang meraih beasiswa dengan indeks prestasi kumulatif nyaris sempurna, 3,94. Dia selalu menggunakan beasiswa untuk keperluan studi (halaman 106-107). Meski keluarga prasejahtera sering dipandang sebelah mata, mereka memiliki ketabahan luar biasa. Kuncinya tak menyerah dan terus berjuang untuk melawan keadaan.

Diresensi Nurul Lathiffah, Pendamping Sosial PKH di Kabupaten Gunungkidul

Komentar

Komentar
()

Top