Nasional Luar Negeri Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona Genvoice Kupas Splash Wisata Perspektif Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ketahanan Pangan I Sektor Pertanian Masih Tumbuh 2,15 Persen pada Triwulan I-2021

Insentif Pemerintah ke Petani Sangat Normatif

Foto : Sumber: BPS – Litbang KJ/and - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Ekspor pertanian di masa pandemi naik signifikan 16,2 persen secara year on year.

» Pertanian harus berorientasi pada petani, mulai pengadaan bibit dan pupuk subsidi yang merata.

BOGOR - Sekitar 64,13 persen ekonomi Indonesia berasal dari sektor pertanian, industri, perdagangan, konstruksi, dan pertambangan. Dari kelima sektor tersebut, hanya sektor pertanian yang masih tumbuh positif 2,15 persen secara tahunan atau year on year (yoy).

Data mencatat sektor pertanian tetap tangguh selama pandemi Covid-19 dengan kontribusi nilai ekspor mencapai 400 juta dollar Amerika Serikat (AS) atau 3 persen dari total ekspor Indonesia. Ekspor sektor pertanian naik signifikan di masa pandemi dengan kenaikan 16,2 persen secara yoy dan secara bulanan tumbuh 20,8 persen.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, berkomitmen menguatkan ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani/nelayan.

"Pemerintah telah menyiapkan stimulus ekonomi untuk menyokong sektor pertanian dan perikanan," kata Airlangga saat bersilaturahmi dengan peternak dan Kampanye makan Ayam dan Telur, di IPB International Convention Center, Bogor, Kamis (3/6).

Stimulus dan insentif khusus untuk menjaga kinerja sektor pertanian dan perikanan, antara lain melalui program padat karya pertanian dan perikanan, bantuan Presiden produktif ke Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sektor pertanian, subsidi bunga mikro/ Kredit Usaha Rakyat (KUR), dukungan pembiayaan koperasi dengan skema dana bergulir.

Sedangkan program strategis sektor pangan dan pertanian mulai dari stabilitas harga dan pasokan pangan, pengembangan hortikultura orientasi ekspor, kemitraan closed loop hortikultura, peremajaan sawit rakyat, hingga pengembangan industri rumput laut.

Khusus industri perunggasan, pemerintah akan mendorong hilirisasi di industri perunggasan untuk membantu peternak. "Dengan peningkatan konsumsi daging dan telur ayam ras maka optimalisasi sumber daya produksi dapat dilakukan dan diharapkan peternak ayam lebih sejahtera," kata Airlangga.

Perlu Penajaman

Menanggapi stimulus dan insentif itu, Peneliti Pertanian dari Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor (IPB), Raden Dikky Indrawan, menilai secara umum program memperkuat ketahanan pangan pemerintah itu masih sangat normatif.

"Memang baik, tetapi masih sangat normatif, perlu penajaman," tegas Dikky.

Dikky mengatakan tantangan dari implementasi kebijakan itu membutuhkan sinergi yang kuat antar-stakeholders, baik pemerintah, industri, akademisi, dan para petani dan nelayan.

Sinkronisasi antara program pemerintah pusat dan daerah menjadi penting untuk akselerasi program.

Selain itu, perlu memperhatikan paradigma pembangunan berbasis ekonomi perdesaan yang diperkuat dengan pendekatan model bisnis usaha petani dan nelayan yang mengakar dan berkelanjutan.

"Dengan itu, usaha pertanian bukan sekadar produksi, tetapi memiliki ekosistem bisnis yang mendukung rantai nilai terintegrasi dari hulu ke hilir," kata Dikky.

Dalam kesempatan terpisah, Pakar Pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Jawa Timur, Surabaya, Ramdan Hidayat, mengatakan pelaksanaan program stimulus di tataran bawah perlu diperhatikan karena sangat menentukan keberhasilan dari tekad pemerintah meningkatkan ketahanan pangan.

"Petani harus disemangati agar mereka tetap berproduksi. Pertanian ke depan harus berorientasi pada petani, mulai pengadaan bibit dan pupuk subsidi yang merata, hingga pembelian hasil panen yang harus dihitung sesuai biaya produksi termasuk biaya tenaga kerja, bukan saprodi saja sebagai penentu harga dasar," kata Ramdan.

Saat ini, jelas Ramdan, sering kali yang diperhitungkan hanya sarana produksi (saprodi), padahal petani harus bayar pajak, sewa lahan, dan sebagainya. Kalau petani diakui sebagai ongkos tenaga kerja maka petani akan sejahtera, menunjang ketahanan pangan.

Selain itu, pemerintah harus berpihak pada nilai tambah. Banyak kendala seperti pabrik porang hanya menghasilkan beberapa produk turunan saja, padahal ada 21 produk turunan dari porang. Rakyat hanya bisa menjual buah sawit ke pabrik, sedangkan nilai tambah ada pada investor.

"Program stimulus dan insentif harus dipetakan karena kebutuhan setiap sentra berbeda. Banyak petani punya kartu tani, tetapi tidak mendapat jatah pupuk bersubsidi," katanya. n ers/SB/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top