Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Reformasi Kontrak - Pada 2020, Sektor Hulu Migas Sumbang Rp103,5 Triliun ke Negara

Insentif Fiskal Produksi Migas Dikaji

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

BADUNG - Pemerintah Indonesia saat ini sedang mengkaji insentif fiskal bagi industri hulu minyak dan gas bumi (migas). Langkah itu diharapkan dapat menghasilkan reformasi peraturan kontrak hulu migas sehingga mendongkrak produktivitas.

Kajian ini dilakukan agar industri hulu migas dapat memainkan perannya saat Indonesia memasuki masa transisi energi dengan tetap berkomitmen terhadap penurunan emisi karbon. "Detail kebijakan masih kami diskusikan," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam konvensi minyak dan gas (IOG 2021) yang dipantau di Badung, Bali, Selasa (30/11).

IOG 2021 merupakan konvensi internasional yang diselenggarakan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dalam rangka mendukung pencapaian visi bersama, yaitu target produksi minyak satu juta barel per hari dan produksi gas 12 miliar kaki kubik per hari di tahun 2030. Topik transisi energi menjadi salah satu materi diskusi yang menarik perhatian peserta konvensi.

Sri Mulyani menyampaikan bahwa Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi 3,5 sampai 4,0 persen pada 2021 dan 2022. Hal ini diharapkan dapat tercapai melalui kontribusi dari peningkatan produksi industri hulu migas karena mengingat mayoritas industri di Indonesia masih berbasis migas.

Untuk mendorong meningkatkan produksi migas, perlu usaha-usaha bersama dari semua pihak. Peningkatan investasi dalam industri migas membutuhkan dukungan berupa perbaikan fiskal dan insentif. Selain perbaikan insentif fiskal, beberapa hal yang harus dilakukan adalah kepastian kontrak, efisiensi dan teknologi, serta good governance, dan transparansi.

Sri Mulyani menuturkan desain industri hulu migas harus sejalan dengan peta jalan Indonesia menuju netralitas karbon pada 2060. Sinkronisasi tersebut terkait upaya Indonesia yang ingin meningkatkan energi terbarukan, namun tetap menggunakan bahan bakar fosil dan mengutilisasinya untuk mengurangi emisi karbon.

Kecukupan Pasokan

Dalam kesempatan sama, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan Indonesia tetap akan membutuhkan minyak dan gas bumi sebagai sumber energi dan bahan baku utama untuk menjamin kecukupan pasokan energi dan mendukung kegiatan ekonomi.

Indonesia berkomitmen agar industri hulu migas dalam jangka panjang bisa meningkatkan lifting minyak dan gas bumi, sehingga dibutuhkan peta jalan agar upaya peningkatan produksi yang diusahakan sebesar satu juta BOPD dan 12 BSCFD dapat tercapai pada 2030.

Berdasarkan data SKK Migas, sektor hulu migas tahun lalu telah menyumbang penerimaan negara sebesar 103,5 triliun rupiah dengan rincian penerimaan negara bukan pajak (PNBP) migas dan PNBP lainnya sebesar 70,5 triliun rupiah, serta pajak penghasilan (PPh) migas sebesar 33 triliun rupiah.

Pada 2021, berdasarkan perhitungan outlook bagi hasil kontrak kerja sama (Production Sharing Contract/PSC), diperkirakan sektor hulu migas akan kembali memberikan kontribusi yang besar bagi pendapatan negara. Sampai dengan 31 Oktober 2021, penerimaan negara telah mencapai 10,93 miliar dollar AS atau sekitar 150 persen dari target APBN 2021.

Angka proyeksi penerimaan negara sebesar 12,36 miliar dolar AS atau mencapai 170 persen dari target APBN 2021. Capaian tersebut belum memperhitungkan komponen kewajiban kontraktual pemerintah kepada kontraktor migas terkait.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top