Ini yang Dilakukan Kemenkes untuk Percepat Kemandirian Farmasi di Dalam Negeri
Ilustrasi - Pekerja melintasi obat-obatan yang dijual di Pasar Pramuka, Jakarta, Selasa (7/5/2024).
Foto: ANTARA/Erlangga Bregas PrakosoJakarta - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mempercepat kemandirian farmasi dalam negeri guna memenuhi perkembangan kebutuhan pelayanan kesehatan nasional, sekaligus meningkatkan ketahanan kesehatan Indonesia melalui tiga langkah, yakni penelitian dan pengembangan, produksi, dan jaminan pasar.
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Lucia Rizka Andalucia menyebutkan, dalam hal kemandirian obat, produksi bahan baku obat ditargetkan dapat diproduksi secara mandiri di dalam negeri guna menekan ketergantungan pada bahan baku impor.
Menurutnya, hal itu juga untuk memastikan penggunaan bahan obat produksi dalam negeri diterapkan oleh industri farmasi nasional.
“Kemenkes telah menyusun program dan kebijakan untuk mempercepat kemandirian produksi dalam negeri melalui tiga kelompok program. Pertama, penelitian dan pengembangan. Program yang dilaksanakan seperti fasilitasi change source bahan baku obat, dan penguatan riset industri bahan baku obat,” katanya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin malam.
Sejak 2022 hingga 2024, pihaknya memberikan fasilitasi change source, yakni pengubahan sumber bahan baku impor ke bahan baku obat dalam negeri, kepada 42 industri farmasi.
Dia menyebutkan bahwa fasilitas ini melalui pembiayaan Uji Bioekivalensi (BE) untuk 6 bahan baku obat konsumsi terbesar secara nilai, antara lain Atorvastatin, Candesartan, dan Bisoprolol.
Selain itu, untuk meningkatkan akses pengembangan obat baru di Indonesia, Kemenkes dan Medicines Patent Pool (MPP) menjalin kerja sama dalam nota kesepahaman tentang kolaborasi strategis untuk percepatan akses ke vaksin dan obat di Indonesia.
"Beberapa kerja sama yang sudah berlangsung meliputi produksi Nilotinib (antineoplastik untuk mengobati chronic myelogenous leukemia), Molnupiravir (antivirus untuk COVID-19), dan Dolutegravir (antivirus untuk mengobati HIV/AIDS)," katanya pula.
Kedua, katanya lagi, yakni produksi. Pemerintah berkomitmen meningkatkan produksi dan penggunaan bahan baku obat dalam negeri dengan memberikan insentif pada pelaku usaha yang berupaya mewujudkan ketahanan sediaan farmasi.
“Insentif diberikan kepada setiap industri sediaan farmasi yang melakukan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi dalam negeri, dan yang melakukan produksi dengan menggunakan bahan baku dalam negeri, baik insentif fiskal maupun non fiskal,” kata Rizka.
Insentif diberikan dalam bentuk percepatan timeline Nomor Izin Edar (NIE) untuk industri yang melakukan change source, katanya pula.
Lebih lanjut, Rizka menyebutkan bahwa implementasi program produksi ini berfokus pada tata niaga impor bahan baku obat. Saat ini, industri farmasi sudah mampu mengembangkan dan memproduksi beberapa bahan baku obat di dalam negeri.
“Kemenkes dan Kementerian Perindustrian dalam proses mengusulkan 22 bahan baku obat yang sudah dapat diproduksi dalam negeri untuk diterapkan dalam pengaturan tata niaga impor,” katanya.
Ketiga, upaya percepatan kemandirian obat dalam negeri juga dilakukan melalui jaminan pasar. Upaya ini berupa regulasi yang mengarah pada pengembangan industri bahan baku obat.
Beberapa kebijakan dikeluarkan untuk mendukung pemanfaatan sediaan farmasi yang menggunakan bahan baku produksi dalam negeri, seperti Keputusan Menteri Kesehatan HK.01.07/MENKES/1333/2023 tahun 2023 tentang Peningkatan Penggunaan Sediaan Farmasi yang Menggunakan Bahan Baku Produksi dalam Negeri dan Kepmenkes HK.01.07/Menkes/163/2024 tentang Etalase Konsolidasi pada Katalog Elektronik Sektoral Kementerian Kesehatan.
Selain itu, terdapat kebijakan terkait penyesuaian nilai klaim harga obat untuk program rujuk balik dan obat penyakit kronis.
Menurutnya, kebijakan-kebijakan tersebut sebagai bentuk dukungan Pemerintah untuk mendorong peningkatan penggunaan dan jaminan pasar untuk bahan baku obat produksi dalam negeri.
"Kebijakan ini bertujuan agar, jika ada daftar obat baru yang sudah melakukan penggantian ke sumber bahan baku obat dalam negeri dan memiliki nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tinggi, serta masuk sebagai obat klaim, maka Keputusan Menteri Kesehatan terkait dapat diperbarui untuk menyesuaikan harga klaimnya," katanya pula.
Berita Trending
- 1 Selama 2023-2024, ASDP Kumpulkan 1,72 Ton Sampah Plastik
- 2 Kemenperin Desak Produsen Otomotif Tiongkok di Indonesia Tingkatkan Penggunaan Komponen Lokal
- 3 Jepang Siap Dukung Upaya RI Wujudkan Swasembada Energi
- 4 Irena Sebut Transisi Energi Indonesia Tuai Perhatian Khusus
- 5 Perkuat Kolaborasi, PM Jepang Dukung Indonesia untuk Jadi Anggota Penuh OECD