Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
GAGASAN

Infrastruktur Perlancar Mudik

Foto : KORAN JAKARTA/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

Mudik sudah menjadi tradisi yang tak terpisahkan dari event tahunan Idul Fitri di Indonesia. Momen mudik, mulih dhisik (pulang dulu dalam bahasa Jawa) atau kembali ke udik dalam bahasa Betawi, telah menjadi budaya yang menjaga eratnya hubungan keluarga yang terpisahkan jarak dan waktu.

Tradisi mudik ini semakin menguat dengan besarnya arus urbanisasi, perpindahan dari daerah pedesaan ke pusat-pusat kota di Indonesia. Tingkat urbanisasi di Indonesia tercatat lebih dari 4,1 persen per tahun. Ini melebihi urbanisasi Tiongkok (3,8) atau India (3,1). Momen mudik merupakan saat yang sangat kompleks. Diperlukan kesiapan logistik dan infrastruktur dalam.

Tahun 2018, terdapat 20,86 juta pemudik, naik sekitar 5 persen dari tahun sebelumnya. Walaupun jumlah ini masih lebih kecil dari tradisi yang sama di Tiongkok setiap tahun baru (hampir 100 juta) ataupun Amerika untuk memperingati Th anksgiving di bulan November (47 juta), mudik Indonesia tetap salah satu proses migrasi musiman terbesar dunia.

Kesiapan infrastruktur selama ini menjadi tantangan utama petugas. Setiap tahunnya, pemudik harus menggunakan waktu lama karena jumlahnya yang begitu besar tidak sebanding dengan panjang jalan yang tersedia. Sebagai gambaran, Jakarta-Yogyakarta dengan kendaraan pribadi yang biasa ditempuh sekitar 12 jam, saat arus mudik bisa lebih lama dari itu.

Namun, pemerintahan Presiden Jokowi memiliki komitmen untuk membuat mudik semakin baik, tertata, dan menyenangkan. Tahun 2018 ini semakin melihat hasil komitmen tersebut. Pemudik yang menggunakan jalan darat di Jawa, mayoritas pemudik nasional, tahun ini dapat menikmati perjalanan menggunakan tol Trans Jawa yang membentang dari Merak sampai Pasuruan.

Walaupun jalan Trans Jawa sepanjang 995 km ini tidak seluruhnya merupakan tol yang beroperasi penuh sebagian fungsional, keberadaannya sangat membantu. Pemudik di Jawa sudah melihat penurunan signifikan waktu tempuh perjalanan. Kalau kebetulan lancar, Jakarta-Semarang di musim Lebaran tahun 2018 ini dapat ditempuh hanya 6 jam, sedangkan dari Jakarta ke Surabaya sekitar 10 jam.

Kalau dibanding kemacetan arus mudik tahun 2016 yang mencapai 22 km menjelang keluar Tol Brebes Timur, arus tahun ini, lebih baik. Namun, peristiwa kemacetan mudik tahun lalu pun menyisakan cerita lucu seorang petani yang setiap hari menghibur anaknya dengan melihat deretan mobil pemudik dari jembatan di atas jalan tol Palimanan Utama.

Sang anak pun bahagia hingga bercita-cita ingin punya mobil yang terjebak kemacetan arus mudik suatu hari nanti. Pengurangan waktu tempuh mudik ini hanyalah salah satu dari banyak manfaat pembangunan infrastruktur, sehingga bisa lebih lama di kampung halaman. Selin itu, masyarakat tidak terlalu lelah atau stress karena kemacaetan.

Pengurangan tersebut memiliki efek langsung terhadap keselamatan pemudik, yang direfleksikan dengan turunnya jumlah kecelakaan. Data Divisi Humas Polri bulan lalu H+8 Lebaran, tercatat penurunan jumlah kecelakaan lalu lintas dibanding tahun 2017 sebesar 30 persen. Angkanya, dari 2.745 kecelakaan pada 2017 menjadi 1.921.

Pada tahun lalu, beberapa kecelakaan besar terjadi seperti jatuhnya bus Rosalia Indah ke jurang Purbalingga, Jawa Tengah, serta kecelakaan beruntun di Garut yang dipicu faktor kelelahan. Tentunya peristiwa-peristiwa tersebut dapat menjadi pengingat bahwa pengurangan waktu mudik berarti semakin banyak yang tiba dengan selamat untuk bertemu keluarga.

Besarnya efek lalu lintas mudik merupakan jawaban dari kritik terhadap pembangunan infrastruktur secara masif. Kritik menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur bersifat elitis, hanya menguntungkan segelintir pihak dan tidak bisa dirasakan rakyat banyak. Mayoritas pemudik, dari semua tingkat ekonomi: rendah, menengah, hingga atas merasakan manfaat tersebut.

Bahkan, jika diasumsikan demografi para pemudik proporsional terhadap penduduk Indonesia, maka pemudik yang menikmati perbaikan infrastruktur ini kebanyakan masyarakat kelas menengah ke bawah.

Bermanfaat

Dalam sisa satu tahun masa kepemimpinannya, Jokowi telah berhasil membangun jalan tol Trans Jawa sejauh 995 km yang melebihi total pembangunan jalan tol periode Soeharto hingga SBY yang hanya mencapai 748,7 km. Angka tersebut merupakan gambaran sebuah hasil kerja yang meski bernilai besar, dapat memberi manfaat bagi masyarakat luas.

Namun, pekerjaan rumah infrastruktur perhubungan darat, laut, maupun udara masih banyak. Dalam skala nasional, investasi bidang infrastruktur akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi ekonomi nasional, sehingga tidak selayaknya dipolitisasi dan dipertentangkan. Investasi infrastruktur akan terus dilanjutkan. Pada tahun 2017, anggaran infrastruktur terus ditingkatkan melebihi 390 triliun atau sekitar 2,8 persen dari PDB Indonesia.

Tahun 2018, pemerintah menargetkan peningkatan anggaran infrastruktur menjadi 410,4 triliun, lebih tinggi 5,2 persen dari tahun sebelumnya. Meski begitu, angka tersebut secara proposional masih relatif kecil dibanding negara lain. Ketersediaan infrastruktur Indonesia saat ini hanya sekitar 32 persen terhadap PDB.

Angka tersebut, lebih rendah dari standar global sebesar 70 persen dari PDB. Bahkan, tingkat ketersediaan infrastruktur di Jepang saat ini sudah melebihi 100 persen dari PDB. Sedang Amerika Serikat sekitar 75-76 persen dan Tiongkok 80 persen.

Diaz Hendropriyono, Staf Khusus Presiden

Komentar

Komentar
()

Top