![](https://koran-jakarta.com/img/site-logo-white.png)
Inflasi Rendah Belum Tentu Hasilkan Pertumbuhan Berkualitas
Kinerja Perekonomian - Porsi Pekerja di Sektor Informal Justru Meningkat
Foto: antaraJAKARTA - Pernyataan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati yang merasa yakin kalau negara lain iri dengan pencapaian inflasi di Indonesia yang berada dalam titik terendah menuai beragam tanggapan dari beberapa pemerhati ekonomi.
Salah satunya dari pemerhati isu kemiskinan dari Sustainability Learning Center (SLC), Hafidz Arfandi yang mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang identik dan bersamaan dengan penyerapan tenaga kerja dan penurunan kemiskinan. Sebab, mayoritas negara berkembang engine of growth-nya berasal dari konsumsi rumah tangga yang tumbuh seiring dengan laju pertumbuhan.
Persoalan yang perlu ditelisik kata Hafidz adalah sejauh mana kualitas pertumbuhan yang dihasilkan, dilihat dari rasio serapan tenaga kerja setiap satu persen pertumbuhan relatif membaik yang sebelumnya di kisaran 600 ribu tenaga kerja, kini mencapai hampir 800 ribu. Sayangnya dari kenaikan serapan itu, porsi pekerja informal justru meningkat.
Selain itu, ada ketidaksinkronan antara wilayah pertumbuhan dengan tren penurunan ekonomi masyarakatnya.
“Misalnya di provinsi kaya sumber daya alam (SDA) seperti Sulawesi Tengah dan Maluku utara pertumbuhannya konsisten 2 digit sejak 2022, namun trend penurunan kemiskinannya relatif lambat,” jelas Hafidz.
Oleh sebab itu, Hafidz mendorong agar Pemerintah lebih jeli memahami tren yang terjadi dengan melihat wajah unik dari tipologi pertumbuhan per wilayah, agar dapat melahirkan formulasi yang tepat untuk pengembangan pembangunan yang lebih optimal di masa mendatang.
Menurut dia, Pemerintahan sebelumnya sangat konsisten menjaga laju inflasi, meskipun ada sedikit gejolak terkait kebutuhan pokok pada momen-momen krusial, tetapi secara umum inflasi dapat terkendali dengan baik dan tren ini perlu terus dijaga di era mendatang.
Saat berbicara dalam Mandiri Investment Forum 2025 (MIF) di Jakarta, Selasa (11/2), Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan negara lain iri dengan tingkat inflasi Indonesia yang berada dalam level rendah.
“Saat ini, kita mungkin berada di level inflasi terendah jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN maupun G20, yang membuat banyak negara iri,” kata Menkeu.
Pencapaian inflasi yang rendah itu jelasnya sebagai hasil dari kebijakan moneter dan fiskal yang aktif dalam menstabilkan harga. Dari segi fiskal, misalnya, dengan memberikan insentif kepada pemerintah daerah yang mampu mengendalikan inflasi.
Kebijakan fiskal juga memainkan peran penting dalam menstabilkan dan menurunkan harga pangan, termasuk beras, ayam, hingga telur. Apalagi, ketersediaan pangan bagi setiap rumah tangga tidak boleh diremehkan, karena sangat penting dalam menentukan kualitas perekonomian. Bukan hanya dalam hal pertumbuhan, tetapi juga memastikan bahwa setiap rumah tangga memiliki sumber daya untuk mendapatkan makanan di meja mereka.
“Kombinasi antara pertumbuhan ekonomi yang tinggi, harga yang stabil atau inflasi rendah, serta penurunan pengangguran dan kemiskinan adalah pencapaian luar biasa yang jarang terjadi di negara lain,” kata Menkeu.
Sejumlah negara jelasnya mungkin unggul dalam aspek tertentu, seperti pertumbuhan ekonomi, tetapi kurang berhasil dalam mengendalikan inflasi. Ada juga yang berhasil menekan kemiskinan, tetapi dengan mengorbankan aspek lainnya.
Peran Strategis
Sementara itu, Anggota Dewan Pengurus Daerah (DPD) Pemuda Tani Indonesia DIY, Pranasik Faihaan mengatakan pangan memegang peranan strategis dalam pertumbuhan ekonomi nasional yang merata.
Menurut Pranasik, dengan jumlah penduduk Indonesia yang mendekati 300 juta jiwa, keberlanjutan pangan tidak hanya menjadi isu ketahanan, tetapi juga penentu kesejahteraan masyarakat.
Sebab itu, urusan pangan dapat dikelola dengan baik di dalam negeri dan memastikan akses hingga ke masyarakat paling miskin, maka roda perekonomian akan berjalan dengan sendirinya, tumbuh, dan merata.
“Pangan bukan hanya soal ketersediaan bahan makanan, tetapi juga soal stabilitas ekonomi. Jika seluruh rakyat, termasuk yang paling miskin, dapat mengakses pangan dengan harga terjangkau, maka daya beli masyarakat meningkat, produksi pertanian semakin berkembang, dan ekonomi nasional akan lebih stabil serta inklusif,” kata Pranasik.
Dia pun menyarankan Pemerintah agar memberi perhatian lebih terutama dalam mendukung petani lokal dengan kebijakan yang berpihak kepada mereka.
Dengan memperkuat produksi dalam negeri dan meningkatkan kesejahteraan petani, Indonesia tidak hanya bisa memastikan ketahanan pangan, tetapi juga menciptakan pemerataan ekonomi yang lebih luas.
“Dukungan terhadap petani dan pengelolaan pangan yang lebih baik harus menjadi prioritas. Dengan begitu, kita tidak hanya menekan angka impor pangan, tetapi juga mendorong kemandirian ekonomi berbasis sektor pertanian yang kokoh,” pungkasnya.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 PLN UP3 Kotamobagu Tanam Ratusan Pohon untuk Kelestarian Lingkungan
- 2 Belinda Bencic Raih Gelar Pertama
- 3 Ada Efisiensi Anggaran, BKPM Tetap Lakukan Promosi Investasi di IKN
- 4 Regulasi Pasti, Investasi Bersemi! Apindo Desak Langkah Konkret Pemerintah
- 5 Bursa Makin Bergairah! 15 Juta Investor Ramaikan Pasar Modal Indonesia