Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Transisi Energi l PLTA atau PLTS Bisa Dioptimalkan untuk Suplai Listrik ke Industri

Industri Hijau Jangan Sekadar Gimik

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah diminta tak menjadikan pengembangan industri hijau sebagai sekadar gimik belaka. Sebab, fakta di lapangan menunjukkan kapasitas pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara justru meningkat sebesar 44 persen dari 2017 hingga 2020.

Padahal, sektor energi ini merupakan sumber emisi terbesar secara global dan di Indonesia dan menjadi penyebab utama krisis iklim.

"Saya melihat hijau di sana sebatas gimik bahkan lebih buruk lagi greenwashing dari kebijakan ekonomi pemerintah Indonesia yang masih merusak lingkungan," tegas Tata Mustasya, Kepala Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia kepada Koran Jakarta, Rabu (1/3) ketika dimintai pendapatnya terkait Kawasan Industrial Park Indonesia (KIPI) di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara (Kaltara).

Tata menegaskan pembangunan PLTU batu bara captive untuk menjadi sumber energi di kawasan industri, terutama untuk smelter sangat bertolak belakang dengan konsep hijau. "Jadi yang disampaikan Presiden mengenai kawasan industri hijau di Kaltara hanya sebatas slogan saja dengan realitas yang bertolak belakang," ungkapnya.

Pengamat Energi Terbarukan, Surya Darma, menambahkan jika pembangunan dan penggunaan energinya berasal dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Sungai Kayan yang berjarak 100 kilometer (km) dari KIPI, tentu saja kawasan ini akan menjadi kawasan industri hijau Indonesia. Namun, saat ini pembangunan PLTA masih dalam tahap konstruksi.

Surya Darma khawatir munculnya opsi lain yakni penggunaan listrik dari energi fosil karena belum rampungnya pembangunan PLTA Sungai Kayan. "Jika tidak menggunakan energi fosil pada tahap awalnya dan secara transisi akan menggunakan energi terbarukan maka kita khawatir tidak bisa digantikan (ke energi hijau) dalam waktu yang lama," tegas Surya Darma.

Surya Darma beralasan energi fosil yang digunakan, tentu saja juga harus memenuhi kontrak waktu tertentu yang cukup panjang untuk memenuhi keekonomiannya. "Karena itu, disarankan agar tidak dilakukan begitu, karena akan mengancam target penggunaan energi terbarukan," tambahnya.

Seperti diketahui, KIPI di Kabupaten Bulungan bakal menjadi masa depan industri hijau di Indonesia sebagaimana disampaikan Presiden Jokowi. KIPI di atas lahan seluas 13 ribu hektare ini akan digunakan untuk pembangunan industri hijau seperti industri EV baterai, industri petrokimia, hingga industri aluminium yang berbasis energi hidropower dari Sungai Kayan dan Sungai Mentarang.

Gunakan PLTS

Sementara menurut Surya Darma, industri hijau dalam penggunaan energinya haruslah berbasis pada energi terbarukan. Energi terbarukan bisa dengan penggunaan hidro, bioenergi ataupun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Sampai saat ini, yang sedang berjalan di daerah Bulungan adalah pembangunan KIPI dan juga pembangunan PLTA di Sungai Kayan oleh PT Kayan Hydro Energy (KHE).

PLTA Kayan akan dibangun dengan "Cascade" di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara berkapasitas 9.000 megawatt (MW) atas kerja sama antara KHE dengan investor Jepang.

"Jika pembangunan PLTA Kayan bisa berjalan sebagaimana mestinya, tentu saja akan dapat mencukupi kebutuhan KIPI yang juga cukup besar. Jika belum cukup juga bisa menggunakan PLTS (pembangkit listrik tenaga surya)," ungkapnya.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top