Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sektor Keuangan - Penetrasi Industri Asuransi Jiwa di Indonesia di Bawah Negara Tetangga

Industri Asuransi Hadapi Tantangan Serius

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Industri asuransi Indonesia saat ini menghadapi tantangan serius yakni rendahnya kepercayaan masyarakat. Pasalnya, jumlah pengaduan masyarakat terkait asuransi meningkat signifikan dalam lima tahun terakhir.

"Pengaduan asuransi itu meningkat sebanyak 57 kali lipat dalam lima tahun terakhir dari hanya 22 pengaduan terkait asuransi menjadi 1.291 di tahun 2022 lalu dan bahkan di tahun ini lebih tinggi lagi. Itu menandakan betapa kita menghadapi masalah yang sangat serius dalam menjaga kepercayaan masyarakat," ujar pengamat asuransi, Irvan Rahardjo, dalam seminar secara daring di Jakarta, Jumat pekan lalu.

Irvan mengungkapkan industri asuransi Indonesia memiliki terlalu banyak pemain sehingga membuat persaingan menjadi tidak sehat dan berdampak pada kualitas produk dan layanan asuransi. "Industri asuransi Indonesia juga memiliki kapasitas yang terbatas dalam menanggung risiko. Sebagian besar risiko masih berada di pihak reasuransi," kata Irvan.

Selain itu, Irvan juga menyoroti rendahnya inklusi asuransi di Indonesia. Menurut data OJK, inklusi asuransi di Indonesia baru mencapai 16,6 persen, sedangkan literasi asuransinya mencapai 31,7 persen. Hal tersebut mengindikasikan masyarakat Indonesia sudah memiliki pengetahuan yang cukup tentang asuransi, namun tidak tertarik untuk membelinya.

Irvan menduga hal ini disebabkan oleh pengalaman buruk masyarakat dalam berasuransi. Banyak kasus penolakan klaim, gagal bayar, dan ketidaksesuaian produk dengan yang dijanjikan. "Masyarakat lebih percaya menyimpan dananya di perbankan dibandingkan dengan menyimpan di produk-produk asuransi," kata Irvan.

Irvan menilai peta jalan perasuransian yang disusun oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum memberikan solusi yang konkret terhadap tantangan-tantangan tersebut. Irvan menyarankan agar OJK melakukan reformasi perasuransian untuk memperbaiki kepercayaan masyarakat. Selain itu, dia menambahkan OJK juga perlu memberikan solusi yang konkret terhadap berbagai kasus gagal bayar yang menjadi pusat hilangnya kepercayaan masyarakat.

Penetrasi Rendah

Sementara itu, OJK mengungkapkan penetrasi industri asuransi di Indonesia masih di bawah negara-negara tetangga. Berdasarkan data OJK, penetrasi industri asuransi jiwa di Indonesia pada 2022 sebesar 0,9 persen, di bawah Malaysia 2,6 persen, Singapura 8,5 persen, Thailand 2,8 persen, Vietnam 2 persen.

"Ini artinya, kontribusi premi asuransi terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia masih rendah dibanding peers country kita," kata Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Djonieri, dalam seminar daring di Jakarta, Jumat pekan lalu.

Djonieri juga mengungkapkan densitas industri asuransi di Indonesia masih rendah. Densitas adalah rasio premi asuransi terhadap jumlah penduduk.

Meski demikian, Direktur Utama Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Heru Kristiyana, mengatakan industri asuransi Indonesia tetap resilien sepanjang 2023. "Kita mencatat selama 2023, perusahaan asuransi Indonesia tetap resilien. Berdasarkan data OJK, kita mencatat pendapatan premi sampai akhir Oktober 2023 mencapai 264,23 triliun rupiah atau tumbuh 3,54 persen secara tahunan," kata Heru dalam seminar sama.

Berdasarkan data OJK, Risk Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum tercatat di atas ambang batas, yaitu masing-masing 435,98 persen dan 340,54 persen. RBC industri asuransi jiwa dan asuransi umum jauh di atas threshold atau batas bawah yang ditetapkan pemerintah sebesar 120 persen.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top