Indonesia Masih Sulit Lepas dari Belenggu Impor Pangan
MERAH PUTIH DI PANTAI WISATA GAMPONG JAWA I Anak-anak bermain sambil membawa bendera merah putih di pantai wisata Gampong Jawa, Banda Aceh, Aceh, Minggu (15/8). Pantai Gampong Jawa yang berhadapan langsung dengan pulau Weh dan perairan Laut Selat Malaka telah menjadi destinasi wisata baru yang ramai dikunjungi wisatawan lokal terutama pada sore hari dan akhir pekan.
"Kondisi ini perlu diwaspadai, apakah impor dilakukan karena kapasitas produksi dalam negeri tidak mencukupi permintaan atau ada godaan dari para pencari rente ke pemerintah untuk terus mengimpor pangan," kata Esther.
Godaan dari pemburu rente itu didahului dengan berbagai upaya tipu muslihat dengan menghancurkan harga produksi dalam negeri, sehingga petani makin frustasi untuk berproduksi karena harga yang mereka terima lebih rendah dari biaya produksi. Akibatnya, petani semakin merugi dan mereka semakin merajalela memenuhi pasar dalam negeri dengan barang impor.
"Kalau mau kembali mencapai swasembada pangan, maka harus ada good will dari pemerintah membenahi sektor pertanian. Jangan tergoda tawaran pemburu rente yang diperoleh dari impor komoditas pertanian," kata Esther.
Sementara itu, Pengamat Pertanian dari UPN Veteran Jawa Timur, Surabaya, Ramdan Hidayat, mengatakan membangun kemandirian pangan tidak bisa dilepaskan dari nasionalisme. "Bila nasionalismenya rendah, maka akan terus konsumsi impor, padahal kita bukan pemakan roti. Jadi, diversifikasi pangan harus diarahkan pada pemanfaatan jenis pangan yang ada dalam negeri, bukan supaya mencukupi beras yang kurang, malah mendatangkan gandum, yang malah menghabiskan devisa," kata Ramdan.
Bulog, paparnya, bisa menjadi instrumen membangun kemandirian pangan, tidak hanya beras, tapi juga tebu dan lainnya, agar petani tidak merasa dibiarkan bertarung sendiri dengan produk impor. "Bulog harus punya kewenangan menjaga stabilitas harga yang didukung penuh pemerintah," katanya.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Vitto Budi
Komentar
()Muat lainnya