Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
SDM Pertanian I Laporan IFAD Menunjukkan Rata-rata Usia Petani Indonesia 50 Tahun

Indonesia Krisis Regenerasi Petani

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Sektor pertanian dianggap sudah tak mampu menjanjikan kehidupan layak bagi petani telah memicu penurunan minat kalangan muda untuk bertani.

YOGYAKARTA - Alih-alih menciptakan swasembada pangan di masa depan, Indonesia justru terancam mengalami krisis pangan. Hal itu disebabkan penurunan jumlah petani dan merebaknya alih fungsi lahan pertanian.

Saat ini, Indonesia tengah mengalami krisis regenerasi petani lantaran minat generasi muda untuk terjun ke sektor pertanian terus turun dari waktu ke waktu. Selain itu, saat ini alih fungsi lahan pertanian tak terbendung lagi dan berubah menjadi urban lengkap dengan gaya hidupnya.

"Anak muda makin malas jadi petani. Selain bayangan kemiskinan masih ditambah dengan gaya hidup perkotaan yang bikin ngiler dan makin mendekati pusat-pusat regenerasi petani yakni di pedesaan. Lulus SMA pun malas jadi petani pilih jadi buruh urban karena gaya hidupnya beda dengan gaya hidup anak petani," ungkap Founder Indonesia Berkebun, Sigit Kusumawijaya, dalam diskusi Tanivolusi yang digelar mahasiswa Prodi Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Minggu (29/4).

Sigit menilai banyak negara di dunia yang mendekati atau bahkan telah terperosok dalam krisis pangan. Menurutnya, kondisi serupa juga tengah dialami Indonesia yang dari tahun ke tahun terjadi peningkatan impor pangan.

Karenanya, upaya membangun kepedulian dan minat generasi muda di pertanian menjadi perhatian bersama.

Tak Prospektif

Seperti diketahui, badan khusus PBB yang menyediakan pendanaan untuk pengembangan pertanian atau International Fund for Agricultural Development (IFAD) melaporkan jika rata-rata usia petani Indonesia 50 tahun. Karenanya, RI terancam kekurangan sumber daya (SDM) pertanian ke depan. Generasi muda kurang berminat menjadi petani, bahkan sarjana pertanian sekalipun. Sektor pertanian dinilai tidak prospektif.

Hasil kajian Indonesian for Global Justice (IGJ) beberapa waktu lalu menyebutkan sektor pertanian dinilai sudah tak menarik lagi sehingga memicu penurunan minat petani dari kalangan muda, termasuk para sarjana pertanian. Sektor pertanian dianggap sudah tak mampu manjanjikan kehidupan layak bagi petani. Ini dampak dari kebijakan pertanian yang tidak pro petani.

Direktur Eksekutif IGJ, Rachmi Hertanti mengatakan faktor terbesar yang mengakibatkan rendahnya minat anak muda untuk bekerja di sektor pertanian disebabkan rendahnya nilai pendapatan yang diterima di sektor ini, sehingga dianggap tidak dapat menjamin peningkatan kesejahteraan pekerja di sektor pertanian. Hal ini sebagai dampak dari tidak adanya keseriusan pemerintah memajukan sektor pertanian.

"Misalnya, dukungan soal harga pembelian, dukungan cost produksi, jaminan penyerapan produksi, perlindungan terhadap gempuran impor dan mengutamakan pemenuhan dalam negeri," tegasnya di Jakarta.

Salah satu yang menunjukkan tidak menariknya sektor pertanian bisa dilihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto (PDB) dari 2014 hingga 2016 terus turun. Pada 2014, sektor pertanian menyumbang 4,24 persen terhadap PDB, maka 2016 turun hingga 3,25 persen.

Masifnya kehadiran industri pertanian melalui program food estate, berdampak terhadap pengambilalihan lahan dan konversi lahan untuk kebutuhan perkebunan dan pertanian skala besar. Data Badan Pusat Statistik 2013, sejak 2003-2013 jumlah petani gurem yang kehilangan lahannya sebesar 53,75 persen.

ers/YK

Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top