Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Tokoh Nasional I Pemikiran Buya Syafii Bisa untuk Rujukan Bangun Bangsa

Indonesia Kehilangan sang Guru Bangsa

Foto : ANTARA/RENO ESNIR

Arsip Foto : Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif (kanan) menjawab pertanyaan wartawan seusai menemui pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Rabu 23 Desember 2015. Buya Syafii Maarif wafat pada Jumat (27/5) pukul 10.15 WIB.

A   A   A   Pengaturan Font

YOGYAKARTA - Presiden RI Joko Widodo memberikan penghormatan terakhir untuk mendiang cendekiawan muslim yang juga mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif atau Buya Syafii di Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, Jumat (27/5) sore.

Tiba di Masjid Gedhe Kauman pukul 15.00 WIB, Presiden Jokowi yang mengenakan baju koko berwarna putih dan berpeci hitam langsung melaksanakan salat Asar berjemaah.

Setelah salat Asar, Presiden mengikuti salat jenazah yang dipimpin Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir. "Beliau Buya Syafii adalah guru bangsa, dan yang saya lihat, beliau hidup dalam kesederhanaan," katanya saat memberikan pidato penghormatan terakhir.

Presiden mengatakan bahwa Buya Syafii merupakan kader terbaik yang dimiliki Muhammadiyah yang selalu menyuarakan tentang keberagaman serta toleransi antarumat beragama. "Beliau juga selalu menyampaikan pentingnya Pancasila sebagai perekat bangsa," kata Presiden Jokowi.

Selepas upacara penghormatan terakhir, ribuan pelayat langsung mengiringi pemberangkatan jenazah Buya Syafii menuju Taman Makam Husnul Khotimah, Dusun Donomulyo, Kapanewon Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo.

Buya Syafii Maarif meninggal dunia pada hari Jumat pukul 10.15 WIB di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Periode 1998-2005 dipanggil Tuhan pada usia 87 tahun.

Guru bangsa yang konsisten merawat kemajemukan dan menegakkan toleransi di bumi Nusantara ini telah pergi. Menghadap Sang Ilahi di hari Jumat, 27 Mei 2022, hari yang disebut umat Muslim hari yang baik.

Banyak kenangan tentang sosok Buya Syafii dari orang-orang yang pernah mengenalnya langsung. Erick Thohir dalam akun Twitter-nya menyebut Buya Syafii guru bangsa yang selalu menyebarkan kebaikan. Ia sangat berduka dengan berpulangnya tokoh Muhammadiyah tersebut. "Kita kehilangan guru bangsa, yang selalu menyebarkan kebaikan, kedamaian, dan kesejukan," tulis Menteri BUMN itu lewat akun Twitter-nya.

Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, dalam akun Twitter-nya juga menyebutkan Buya Syafii adalah tokoh bangsa. Dengan meninggalkannya Buya Syafii, bangsa Indonesia kembali kehilangan salah satu tokoh besarnya. "Hari ini Indonesia berduka kehilangan seorang tokoh bangsa. Selamat jalan Buya Syafii Maarif," kata Menlu Retno dalam akun Twitter-nya.

Di mata Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU), KH Afifuddin Muhajir, Buya Syafii Maarif adalah salah satu tokoh bangsa yang warak dan zuhud.

Menko Polhukam, Mahfud MD, juga menyatakan hal serupa. Lewat akun Twitter-nya, Mahfud mengatakan dengan wafatnya Buya Syafii, umat Islam dan bangsa Indonesia kehilangan lagi salah seorang tokoh besarnya.

Pancasila sebagai Falsafah

Mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, dalam akun Twitter-nya, menulis tentang sosok Buya Syafii yang dikenalnya. Kata Yusril, sepanjang hidupnya, Buya Syafii menghabiskan usianya untuk mengabdi kepada agama, masyarakat, dan bangsa, baik melalui pendidikan, dakwah, maupun pergerakan sosial dan keagamaan.

"Buya telah menulis puluhan buku dan ratusan artikel yang menjadi rujukan dan warisan intelektual bangsa kita," tulis Yusril dalam akun Twitter-nya.

Dalam akun Twitter-nya, Yusril juga mengatakan satu hal yang harus dipegang teguh dari warisan pemikiran Buya Syafii adalah Islam itu universal dan rahmatan lil 'alamin. Aqidah dan etik yang diajarkan Islam adalah pegangan utama, berlaku abadi. Namun terhadap ajaran sosial dan politik, Islam membuka diri terhadap penafsiran.

"Pancasila bagi Buya adalah falsafah negara yang sesuai dengan masyarakat majemuk yang menghargai dan menghormati keberadaan berbagai agama, etnik, dan budaya. Pemikiran Buya mengenai Islam dan masalah-masalah kenegaraan sangat penting untuk dijadikan rujukan bagi membangun masa depan bangsa," kata Yusril dalam akun Twitter-nya. (ags/S-2)


Redaktur : Sriyono
Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top