Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sektor Energi I Diversifikasi Energi Ramah Lingkungan Pilihan yang Bijak

Indonesia Harus Bebas dari Jeratan Impor Energi

Foto : Sumber: BPS – Litbang KJ/and - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Energi baru terbarukan (EBT) dan energi lain harus didorong agar tidak tersentralisir pada wilayah-wilayah tertentu di Indonesia.

» Perlu perubahan paradigma dengan migrasi dari energi fosil ke EBT yang sumbernya sangat melimpah di Indonesia.

JAKARTA - Dewan Energi Nasional (DEN) menyatakan perlunya langkah strategis agar Indonesia bisa bebas dari jeratan impor energi, baik itu impor bahan bakar minyak (BBM) maupun gas elpiji atau liquid petroleum gas (LPG).

Anggota DEN, Daryatmo Mardiyanto, yang baru dilantik di Jakarta, Jumat (8/1), mengatakan hal yang harus dilakukan adalah terus mengejar kebutuhan BBM dan LPG serta mendorong pemanfaatan sumber energi lainnya (diversifikasi) di saat bersamaan.

"Declining rate (tingkat penurunan) sumber daya alam BBM dan migas cukup besar. Itulah yang kemudian harus diatasi dengan mengejar hal tersebut pada satu sisi, kemudian yang lainnya adalah melengkapi kekurangan hampir separuh atau 50 persen dari kebutuhan minyak dan gas itu," kata Daryatmo.

Hal yang sangat urgen saat ini, jelasnya, adalah mempertahankan dan meningkatkan cadangan migas. Kemudian, di sisi lain terus mendorong diversifikasi sumber energi agar tidak bergantung pada energi tertentu.

"Energi baru terbarukan (EBT) dan energi lain harus didorong agar kita tidak tersentralisir pada wilayah-wilayah tertentu di Indonesia. Semua itu sebagai upaya menuju kemandirian energi," ungkapnya.

Kekurangan energi, jelasnya, tidak harus dipenuhi melalui impor, tetapi dengan mengembangan energi alternatif terutama yang ramah lingkungan.

Sebab itu, DEN memandang perlu semua provinsi di Indonesia memiliki Rencana Umum Energi Daerah (RUED). Dari 34 provinsi yang ada, baru 19 provinsi saja yang sudah memiliki dan menerbitkan rencana tersebut.

Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya Bakar, yang hadir dalam pelantikan tersebut mengingatkan DEN ke depan agar melakukan pengendalian perubahan iklim dan emisi karbon. "Kehutanan dan energi masih menjadi kontributor tertinggi emisi karbon," kata Siti.

Sementara itu, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek), Bambang Brodjonegoro, juga mengingatkan para anggota DEN terpilih agar konsisten mengupayakan energi baru terbarukan.

"Mudah-mudahan pengembangan energi di Indonesia berdasarkan teknologi yang dikembangkan putra-putri bangsa," kata Bambang.

Migrasi dari Fosil

Sementara itu, pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radi, menegaskan untuk melepaskan diri dari jeratan impor bahan bakar minyak (BBM) harus ada perubahan paradigma dengan melakukan migrasi dari energi fosil ke EBT yang sumbernya sangat melimpah di Indonesia.

"DEN juga harus mengubah Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dengan meningkatkan target EBT dari 23 persen pada 2025 menjadi 75 persen pada 2050," kata Fahmy.

Dalam RUEN saat ini, target bauran EBT tambah Fahmy hanya 30 persen pada tahun 2050. "Itu terlalu rendah, harusnya jadi 75 persen tahun 2050,"tegasnya

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan declining rate sumber minyak memang tinggi yang terlihat dari produksi yang terus turun dari di atas satu juta barel per hari (bph) sepuluh tahun lalu sekarang hanya sekitar 700 ribu bph. Hal itu karena kondisi sumur minyak sudah tua dan produksinya sudah melewati puncak (peak).

Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif saat melantik anggota DEN mengatakan sektor energi memiliki banyak permasalahan atau tantangan baik saat ini maupun di masa depan. "Kita dihadapkan banyak tantangan, terutama adanya peningkatan energi namun dalam kapasitas pasokan energi terbatas," kata Arifin.

Untuk menghadapi tantang tersebut, ia menyebut pihaknya sedang menyusun beberapa strategi. Salah satunya, meningkatkan produksi crude dengan target 1 juta barel oil per day pada 2030 mendatang.

Strategi lain, meningkatkan kapasitas kilang BBM, mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi, serta meningkatkan penggunaan kendaraan berbasis baterai. "Juga mempercepat pemanfaatan pembangkit EBT, kompor listrik, dan produksi dimethyl ether, metanol, dan pupuk dari emisi gas," tutupnya. n ers/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top