Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Pemerintah

Indonesia Fokus ke Industri Hilir Nikel untuk Lima Tahun Mendatang

Foto : BANNU MAZANDRA/AFP

Proses peleburan nikel di salah satu perusahaan nikel di Indonesia.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan dalam lima tahun ke depan pemerintah ingin fokus ke industri hilir dari komoditas bijih nikel. Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia.

"Indonesia punya cadangan nikel terbesar di dunia, 25 persen cadangan nikel di dunia ada di Indonesia, yang jumlahnya kurang lebih 21 juta ton. Indonesia mengontrol hampir 30 persen produksi nikel di dunia," kata Presiden Jokowi dalam peringatan HUT ke-48 PDI Perjuangan secara virtual, Minggu (10/1).

Presiden Jokowi mengatakan Indonesia telah memiliki industri bijih nikel yang terintegrasi dari sektor hulu ke hilir dengan produksi seperti feronikel ataupun baja tahan karat. Ke depan, kata Presiden Jokowi, Indonesia perlu mengolah bijih nikel itu menjadi baterai litium yang dapat digunakan untuk ponsel dan mobil listrik.

Penciptaan sektor-sektor ekonomi baru dari rantai hulu ke hilir industri bijih nikel itu diyakini Presiden Jokowi akan menimbulkan banyak lapangan kerja. Jika berhasil menjadi produsen baterai litium, kata dia, Indonesia akan menjadi pemain penting dalam rantai industri mobil listrik dunia.

"Ke depan, kita ingin kerja sama BUMN dengan swasta, BUMN dan perusahaan multinasional. Kita ingin masuki fase berikutnya untuk memasuki produksi baterai litium sebagai komponen utama kendaraan listrik yang ke depan sebuah kesempatan besar bagi kita masuk ke otomotif industri electric vehichle, yang ke depan semuanya akan pindah ke sana," jelas Jokowi.

Tahan Karat

Sementara itu, dosen Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM), Bagas Pujilaksono Widyakanigara, mengatakan ke depan Indonesia tidak hanya fokus pada mobil listrik, tetapi melirik potensi nikel secara komprehensif.

Menurut Bagas, jika nikel (Ni) hanya dibuat baterai untuk mobil listrik, maka hasilnya tidak seberapa dibandingkan dengan jika Ni dibuat sebagai alloying element pada pembuatan baja tahan karat, baja untuk keperluan khusus atau Ni base superalloy.

"Hasil hitungan sederhana saya, pemerintah akan memperoleh masukan keuangan jauh lebih banyak jika membangun industri metalurgi dibandingkan baterai mobil listrik. Karena, life cycle and price dari produk," kata Bagas dalam keterangannya.

Ia menambahkan, tidak ada satu pun negara maju saat ini yang tidak memiliki industri logam dasar dan kimia dasar yang kuat. Kedua industri tersebut adalah industri hulu yang sangat menentukan nasib industri hilir, misal otomotif, permesinan, manufaktur, konstruksi, kedokteran, farmasi, tekstil, makanan dan minuman, dan lain-lain.

Menurutnya, mobil listrik jantungnya ada di teknologi baterai. Sistem vehicle dan motor listrik sangat sederhana. "Siapkah mengelola limbah baterainya akan sangat menggunung? Apakah kita sudah punya industri recycling battery?" ujarnya. n Ola/Ant/P-4


Redaktur : Khairil Huda
Penulis : Yolanda Permata Putri Syahtanjung, Antara

Komentar

Komentar
()

Top